Jakarta - Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) meringkus 25 tersangka penimbun masker dan hand sanitizer dari 9 provinsi di Indonesia. Tersangka berasal dari 17 kasus yang sedang ditangani kepolisian.
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Komisari Besar Polisi Asep Adi Saputra menerangkan belasan kasus itu selain dari perkara penimbunan masker dan hand sanitizer, juga penyebaran berita bohong atau hoaks terkait virus corona atau Covid-19.
"Untuk tersangka kasus penimbunan masker dan hand sinitizer itu jumlahnya 25 orang, dan untuk kasus hoaks 5 orang. Jadi keseluruhan 30 tersangka," ujar Asep di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo Jakarta, Kamis, 5 Maret 2020.
Asep mengatakan keseluruhan kasus tersebar di wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
Yang diviralkan ini ditambahkan bahwa itu adalah suspect dari orang yang diduga terkena virus corona.
Sementara terkait kasus penyebaran berita hoaks, Asep mengatakan modus yang digunakan menyebarluaskan informasi ada warga negara asing (WNA) terjangkit virus corona diikuti imbauan agar menjauh dari WNA tersebut
"Di mana pada saat itu ada penanganan pasien yang bergejala sakit flu dan pilek biasa, tapi dalam hal yang diviralkan ini ditambahkan bahwa itu adalah suspect dari orang yang diduga terkena virus corona. Padahal yang sesungguhnya tidak seperti itu," kata Asep.
Terhadap lima orang penyebar berita hoaks kepolisian telah menetapkan sebagai tersangka sejak Selasa, 3 Maret 2020. Mereka disangkakan melanggar Pasal 14 dan 15 Undang-Undang No 1 Tahun 1946 tentang berita bohong dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun.
Sedangkan kepada 25 tersangka penimbun masker dan hand sanitizer dikenai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Pasal 107, yang berbunyi pelaku usaha tidak dibenarkan mencari keuntungan dengan melakukan penimbunan barang yang mempunyai urgensi atau kepentingan dalam kondisi-kondisi tetentu. Mereka diancam pidana penjara 5 tahun dan/atau denda Rp 50 miliar. []