Yusril Ihza Bertemu Jokowi, Ini Isi Pembicaraannya

Ketua Tim Hukum Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra disebut-sebut berpotensial mengisi jabatan Menkumham.
Sumber (Foto: Metrobali.com)

Jakarta - Ketua Tim Hukum Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra disebut-sebut berpotensial mengisi jabatan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham). Kabar ini viral di linimasa WhatsApp, Yusril tercatat masuk susunan menteri Kabinet Indonesia Kerja (KIK) periode pemerintahan 2019-2024.

Usai bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Yusril menceritakan hingga kemarin, dia belum disodorkan tawaran menggeser posisi yang kini masih ditempati politikus PDIP, Yasonna Laoly. 

"Wallahu a'lam, sampai sekarang secara eksplisit itu belum ada pembicaraan tentang hal itu (Menkumham)," kata Yusril kepada wartawan di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin, 1 Juli 2019.

Baca juga: Yusril, Alasan Mendiamkan Said Didu di Ruang Sidang MK

Ketika ditanya soal rumor yang beredar dan kesiapan mengisi peran dalam Kabinet Jokowi. Yusril hanya tertawa. Ia menerangkan sudah pernah menduduki posisi Menteri Hukum dan Perundang-undangan di era Presiden keempat Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. 

Kemudian Yusril juga menyatakan pernah menjabat posisi Menteri Kehakiman dan HAM saat Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri memimpin. 

"Saya sudah dua kali pernah jadi (menteri). Apa iya saya masih disuruh jadi Menteri Hukum HAM lagi, jadi nanti tiga kali itu," ucap pria kelahiran 5 Februari 1956 itu.

Hari itu Yusril datang bersama seluruh anggota tim hukum Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Pakar hukum tata negara ini memiliki waktu yang lebih longgar ketimbang tim hukum lainnya. Pria kelahiran Belitung Timur 63 tahun silam itu sempat berbincang empat mata dengan RI-1. Namun, menampik telah melakukan pembicaraan soal bidik jabatan di kabinet mendatang. 

Yusril menegaskan lebih banyak membahas soal tatanan hukum ke depan yang terkait dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Belum ada sama sekali pembicaraan terkait kabinet," ucap dia.

Lebih lanjut ia mengatakan, presiden banyak mengajaknya berdiskusi, menanggapi pendapat yang berkembang di masyarakat ihwal peluang amandemen UUD 1945 atau kembali kepada UUD 1945 yang murni.

Saya jawab sebisanya tapi juga menjelaskan beberapa persoalan terkait dengan pembangunan hukum di negara kita. Antara lain masalah kepastian hukum, harmonisasi hukum yang sering kali menjadi hambatan di bidang investasi, hambatan upaya menegakkan hukum.

Sebelum berkiprah di dunia politik, Yusril Ihza Mahendra memulai kariernya sebagai dosen di Universitas Indonesia (UI) pada mata kuliah Hukum Tata Negara, Teori Ilmu Hukum, dan Filsafat Hukum. Kampus kuning yang berada di Depok itu memberikan titel Guru Besar Ilmu Hukum.

Saat menjadi mahasiswa di UI, Yusril menyelesaikan gelar sarjana dari Fakultas Hukum, sekaligus menekuni ilmu filsafat di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. 

Baca juga: Pertarungan BW vs Yusril Sidang MK Pilpres 2019

Setelah lulus, ia melanjutkan studinya ke University of Punjab di Pakistan, hingga memperoleh gelar Master. Haus akan ilmu pengetahuan, selanjutnya Yusril menyabet predikat gelar Doktor Ilmu Politik dari Universitas Sains Malaysia pada tahun 1993.

Dia dikenal sebagai penulis naskah pidato Presiden ke-2 Soeharto. Selama dua tahun lebih, ada 204 pidato mantan Presiden Soeharto yang ditulis oleh Yusril. Ia bahkan nyaris terpilih menjadi Presiden RI dalam Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1999. 

Saat pemilihan presiden dilakukan di Sidang MPR RI, Oktober 1999, Yusril maju sebagai calon dengan perolehan 232 suara, Megawati 305 suara, dan Abdurahman Wahid 185 suara.

Kemudian pada putaran kedua, Gus Dur bertanding melawan Megawati. Hasilnya, Abdurrahman Wahid memperoleh suara terbanyak mengalahkan trah Soekarno dan berhak melanjutkan estafet kepemimpinan dari Presiden ke-2 B.J. Habibie. []

Berita terkait
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)