Magelang - Wisata alternatif atau pendukung dari destinasi wisata utama mulai banyak dilirik oleh pegiat wisata. Di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, wisata edukasi budidaya lebah klanceng bisa menjadi wisata tambahan usai menikmati Candi Borobudur atau Candi Pawon.
Asik Prayogi, warga Dusun Brojonalan, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur tertarik untuk membudidayakan hewan bernama latin apis florea ini. Tidak hanya karena khasiat madu yang dihasilkan, namun juga karena tempat tinggalnya yang dekat dengan lokasi wisata, yakni Candi Pawon dan Candi Borobudur.
Asik memiliki harapan tersendiri, bahwa nantinya wisatawan yang berkunjung ke dua candi tersebut tidak hanya menikmati bebatuan saja, namun juga mendapatkan wisata edukasi.
"Kebetulan dekat rumah saya ada Candi Pawon, dan banyak wisatawan sehingga saya budidaya lebah klanceng atau trigona. Selain untuk dikosumsi juga bisa untuk edukasi wisatawan ke depannya," ujar Asik kepada Tagar, Rabu, 5 Februari 2020.
Lebah yang juga memiliki sebutan lain kelulut ini, dulunya dianggap sebagai hama. Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai mendapati fakta madu yang dihasilkan lebah berukuran kecil ini kaya manfaat.
Berbeda dengan madu yang beredar di pasaran.
Seperti Asik yang mengetahui khasiat madu klanceng dari internet. Dari situ, Asik kemudian memutuskan membudidayakan lebah tanpa sengat ini dengan bantuan sejumlah warga lain.
Budidaya lebah klanceng, kata Asik, cenderung sederhana. Dengan persyaratan utama yang harus dipenuhi adalah vegetasi atau keberadaan tanaman yang cukup untuk mendukung produksi madu. "Tidak harus tanaman bunga, tapi jika ada tanaman bunga lebih baik," tuturnya.
Asik menambahkan, tawon klanceng bisa mencari madu disela-sela ranting atau cabang tanaman, tidak hanya mengandalkan bunga. Jika vegetasi tanaman kuantitasnya terpenuhi, maka dapat mendukung harapan produksi madu yang banyak.
Menurut Asik, madu dari lebah klanceng memiliki rasa dan aroma khas tersendiri. "Berbeda dengan madu yang beredar di pasaran," katanya.
Madu dari lebah klanceng mengadung propolis sehingga khasiatnya empat kali lipat dari madu biasa. Madu ini dikumpulkan oleh lebah dari berbagai nektar multiflora di alam bebas tanpa pemberian pakan tambahan sehingga murni dari alam.
Namun karena hidupnya yang bebas ini, lebah klanceng memiliki musuh alami yang mampu mengganggu habitat serta budidayanya. Yakni kendala predator dan gangguan alam seperti hujan.
"Predator alami lebah klanceng di antaranya capung. Gangguan lainnya berupa hujan. Tawon tersebut akan hanyut dan mati tidak kembali ke sarang bila kehujanan, karena ukuran tubuhnya yang kecil," papar Asik.
Saat ini, persebaran lebah klanceng dengan banyak spesies mencakup kawasan Indo-Malayan dan Australian. Meliputi negara India, Bangladesh, Sri Lanka, Myanmar (Burma), Laos, Thailand, Kamboja, Vietnam, Filipina, Malaysia, Singapore, Brunei, Papua Nugini, Australia dan Indonesia.
"Ada 60 lebih spesies lebah trigona. Kebetulan jenis lebah klanceng yang saya budidayakan adalah tetra gonula dan laevicep biroi serta jenis sundatrigona moorei masih saya pesan melalui jual beli online," ungkap dia.
Untuk pembuatan sarang, Asik menggunakan kotak kayu, potongan bambu dan gerabah. Dimana pada wadah sarang tersebut dibikin celah agar mudah dibuka untuk mempermudah panen madu.
"Yang terpenting tidak panas, wadah untuk tempat sarang. Bisa dari unsur kayu, bambu atau gerabah. Bahkan ada yang tempat sarangnya dari plastik," jelasnya.
Asik juga berpesan agar pada kotak sarang, diberikan semacam bagian yang bisa dibuka tutup. "Tujuannya agar lebih mudah saat panen madu," imbuh Asik. []
Baca juga:
- Enam Wisata Instagramable Jombang yang Memukau
- 10 Festival Wisata Budaya Kampung Budaya Polowijen
- Jelajahi Lima Wisata Paling Ekstrem di Indonesia