Wawancara Eksklusif Bersama Daood Debu

Jurnalis Tagar berhasil melakukan wawancara khusus bersama Daood Debu tentang perjalanan kariernya di dunia musik, hingga bersolo karier.
Daood Debu dikenal sebagai master darbuka, alat musik khas Timur Tengah. (Foto: Instagram/daooddebu)

Jakarta - Daood Abdullah Al Daud merupakan personel grup musik Debu sebagai penabuh instrumen perkusi, darbuka. Pemilik nama panggung Daood Debu ini mulai terkenal di Indonesia sewaktu melanjutkan karya ayahnya bernama Syekh Fattaah yang merupakan pendiri grup band Dust on the Road.

Daood merupakan pemusik keturunan Amerika kelahiran Texas, Amerika Serikat, pada 28 September 1988. Pergulatannya dengan kancah musik telah dilakoni sejak tahun 2001 saat berkutat dan berinteraksi di lingkungan grup Debu saat masih berusia anak-anak.

Menginjak usia 14 tahun, Daood baru mulai benar-benar aktif dan tertarik untuk bermusik dan menggeluti profesi sebagai musisi hingga sekarang.

Jurnalis Tagar berhasil melakukan wawancara khusus bersama Daood Debu tentang perjalanan kariernya di dunia musik, hingga bersolo karier. Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana perjumpaan pertama seorang Daood dengan musik?

Saya dari kecil ikut di Debu, mulai dari tahun 2001. Tapi dari sebelumnya juga bapak saya suka tulis puisi dan dulu-dulu sebelum saya lahir, bapak main musik, dia punya band, dia nyanyi, jadi dari kecil sudah ada musik. Pertama mulai main sekitar waktu saya umur 14 tahun kalau enggak salah. Di video klip Debu yang single pertama, saya di situ main gambus, main oud (sejenis alat musik petik, bisa juga disebut oud, red).

Jadi main gambus dan bukan darbuka?

Aslinya saya main oud, tapi saat kita lagi latihan, suatu hari bapak lihat, dia keluar dan bilang 'kamu sama Lukman tukaran alat'. Ada teman saya namanya Lukman, main darbuka. Saya bilang untuk lagu ini saja? terus dia bilang 'enggak, untuk selamanya kamu main darbuka'.

Saya sampai nangis, saya enggak mau, karena saya suka melodi. Saya bilang bapak tolong saya enggak mau, tapi dia bilang saya harus main darbuka dan dia bilang harus ikut apa yang dia suruh. Ya sudah, mau enggak mau saya main darbuka, meski enggak tahu tempo, enggak tahu ketukan.

Mengalami kesulitan dong main darbuka?

Beberapa tahun pertama itu enggak bisa-bisa. Lama, enggak bisa-bisa. Sampai nangis saya itu latihan. Latihan sama abang saya, Mustafa, dia vokalisnya Debu. Dia ngajarin aku tempo, dengan cara menghitung ketukan sampai empat, lalu dia bilang saya harus pukul diketukan satu dan tiga.

Tapi tetap enggak bisa. Enggak bisa masuk ke otak sama sekali. tapi setelah kita latihan terus dan kita tetap ikut apa kata bapak, alhamdulillah sekarang bisa lah main sedikit.

Daood DebuCover video Master Darbuka Dood Debu.

Bisa diceritakan bagaimana awal terbentuknya Debu?

Awal kita di Debu, enggak ada itu yang bisa main alat musik. Sampai suatu hari ayah saya belikan banyak alat musik, dia bilang ini buat kamu, ini buat kamu (dibagi-bagikan), terus kita tanya ini mau dikasih les atau ada guru yang mau datang atau bagaimana, dia bilang 'enggak, kalian main saja'. Jadi semuanya yang di Debu itu kita otodidak.

Jadi bisa main musik dari kita main bersama, setiap hari. Jadi dalam waktu lima tahun awal itu mungkin delapan jam sehari itu kita latihan, setiap hari. Setelah saya sudah bisa main darbuka dan main di Debu, kita ada show di Turki, kita ketemu dengan pemain di sana, saya belajar. Saat saya sudah pulang ke Indonesia, baru saya latihan dengan ilmu dan teknik yang saya ingat dari pemain di Turki itu.

Waktu itu belum ada YouTube, jadi saya belum bisa belajar online atau dari orang lain yang main di Indonesia. Ada orang yang main darbuka di Indoneisa, tapi main dengan style modern kayak gini enggak ada.

Jadi saat ini, Daood itu bersolo karier atau masih di Debu?

Saya solo iya, di Debu juga iya. Jadi kalau ada acara di Debu ya saya main, kalau ada undangan sendiri juga bisa.

Ada perbedaan saat bermain solo dengan bersama Debu?

Iya tentu. Kalau main solo, itu show kita sendiri. Jadi apapun yang kita mau main, mau seperti apapun itu tergantung kita. Tetapi kalau sama grup, semua personel yang ada harus jadi satu. Jadi pasti beda, kita enggak bisa bermain seperti saat kita bermain solo.

Itu juga yang saya ajarkan kepada para pemain darbuka sekarang. Karena kebanyakan dari mereka itu melihat atau menonton pemain darbuka yang sebagai solois. Jadi mereka mau main cepat, tetapi saat bermain di dalam sebuah grup akhirnya berantakan karena mainnya terlalu ingin seperti solois, bukan seperti main bareng.

Baca juga: Daood Debu, Jalan Darbuka dari Amerika ke Indonesia

Itu kalau secara teknis, kalau secara suguhan permainan?

Kalau secara solo, bermain darbuka secara aliran musik sih mungkin enggak beda. Cuma karena di Debu itu kan ada lirik, jadi liriknya itu isinya puji-pujian yang islami gitu. Di Debu ada lirik, kalau secara solo enggak ada lirik, jadi seperti pertunjukan perkusi saja. []

Berita terkait
Wawancara Eksklusif Bersama Master Darbuka Ali Kribo
Tagar berhasil mendapatkan sesi wawancara eksklusif bersama Ali Kribo untuk bicara tentang perjalanan hidupnya, serta perkenalannya dengan darbuka.
Biografi Ali Kribo, Penabuh Darbuka Bergelar Master
Ali Muhammad Ali atau biasa dikenal dengan nama panggung Ali Kribo merupakan penabuh Darbuka yang memiliki gelar master.
Mengenal Darbuka Alat Musik Khas Timur Tengah
outuber Ali kribo menggunakan alat musik darbuka untuk mengisi konten di akun YouTube miliknya. Seperti apa alat musik tersebut?
0
Staf Medis Maradona Akan Diadili Atas Kematian Legenda Sepak Bola Itu
Hakim perintahkan pengadilan pembunuhan yang bersalah setelah panel medis temukan perawatan Maradona ada "kekurangan dan penyimpangan"