Sleman - Warga Dusun Jomboran, Kelurahan Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menolak penambangan pasir tradisional dengan alat berat eskavator. Mereka menilai alat tersebut dapat merusak lingkungan.
Selain menolak adanya aktivitas penambangan, warga juga mendengar desas desus bahwa alat berat yang berupa eskavator akan turun ke Sungai Progo. Terlebih saat ini kondisi tanah di sekitar lokasi sudah rusak akibat tergerus aliran sungai ketika musih penghujan.
"Saat ini kondisi lingkungan sekitar lokasi sudah rusak. Kalau ada penambangan pasir dengan alat berat tentunya pemukiman warga semakin terancam rusak," kata salah seorang warga Jomboran Nur Rohim, 46 tahun di Yogyakarta, Minggu, 27 September 2020.
Baca Juga:
Rohim mengatakan meski kabarnya perusahaan tersebut sudah mengantongi izin lokasi yang akan di jadikan tempat tambang, namun warga akan melakukan perlawanan.
Selama ini warga tidak pernah mendukung adanya penambangan pasir, namun izin penambangan tersebut sudah turun. Dia mengaku warga yang terdampak langsung tidak pernah mendapat sosialisasi sebelumnya. "Saya belum pernah mendapat sosialisasi, padahal tanah saya paling dekat dengan lokasi. Tiba-tiba saya dapat undangan dari dukuh tentang pembentukan panitia penambangan alat berat," katanya.
Hal senada dikatakan Sukardi, 43 tahun warga Jomboran, yang menilai sungai merupakan mata pencaharian warga. Alasanya mereka bekerja sebagai petani hanya bisa dilakukan satu tahun sekali saat musin penghujan.
"Bertani hanya saat musim hujan, selebihnya di sungai cari pasir. Kami cari pasir juga jauh dari pemukiman, lah ini tiba-tiba kok ada alat berat mau masuk nambang pasir. Tentunya kami menolak keras," ucapnya.
Baca Juga:
Selain menolak dengan alasan kerusakan lingkungan, warga sudah berencana mengolah sungai menjadi destinasi wisata yang dapat meningkatkan ekonomi warga masyarakat setempat.
"Perusahaan itu sebelumnya juga menambang di utara dusun kami. Janjinya hanya pasir yang akan dibawa, batunya ditinggal untuk pelindung tanah tepi sungai, tapi kenyataanya semua dibawa," ujar Sukardi.
Sementara Kapir, 63 tahun, warga Jomboran sangat menyesalkan sikap kepala dukuh dan lurah setempat yang tidak berpihak pada warganya sendiri. Padahal sebelumnya warga setempat dilarang menambang pasir manual.
"Dulu warga menambang pasir secara manual juga dilarang. Tapi sekarang pakai alat berat justru diizinkan, kami sangat menyesalkan sikap mereka sebagai aparat pemerintah," katanya. []