Warga di Dairi Tolak Perusahaan Tambang

Warga Desa Pandiangan di Kabupaten Dairi menolak kehadiran perusahaan tambang di daerah mereka.
Diskusi warga Desa Pandiangan di Kabupaten Dairi terkait rencana kehadiran perusahaan tambang di wilayah mereka. (Foto: dok.YPDK).

Dairi - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YPDK) menggelar diskusi terkait pemahaman pertambangan bagi masyarakat yang berada di sekitar wilayah tambang.

Kegiatan berlangsung pada Rabu 19 Juni 2019 lalu dihadiri ratusan warga dari sejumlah dusun di Desa Pandiangan, Kecamatan Lae Parira, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

PT Dairi Prima Mineral (PT DPM) perusahaan tambang timah hitam bakal hadir di desa mereka. Di mana Desa Pandiangan termasuk wilayah konsesi kontrak karya (KK) dengan luas 27.420 hektare.

"Minimnya pemahaman masyarakat tentang daya rusak tambang maka pentingnya pengetahuan daya rusak ini untuk dibagikan ke desa-desa," ujar Ahmad Saini dari Jatam.

Menurut dia, diskusi dilakukan di Desa Pandiangan karena desa ini bersebelahan dengan pusat tambang di Dusun Sopokomil, Desa Longkotan, Kabupaten Dairi.

Ada baiknya jika mulai saat ini kita masyarakat bisa bersatu dan menolak kehadiran tambang PT DPM di Dairi

Kehadiran tambang menjadi ancaman bagi sumber air di Desa Pandiangan, bahkan berpotensi hilang. Hal ini dilihat dari besarnya volume air di desa tersebut yang selama ini dinikmati masyarakat dengan cuma-cuma.

Ahmad menerangkan, daya rusak bukan masalah solusi ganti rugi tetapi lebih bagaimana bersama menjaga lingkungan untuk dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.

Oleh karena itu, kata dia, tambang tidak boleh hadir di wilayah kehidupan warga di Kabupaten Dairi. Di samping itu juga tidak ada kepastian tanggung jawab pemulihan wilayah yang terkena daya rusak dari pengusaha dan penguasa.

"Ada baiknya jika mulai saat ini kita masyarakat bisa bersatu dan menolak kehadiran tambang PT DPM di Dairi," tutur salah seorang warga Rainim Purba.

Rainim yang juga ketua Organisasi Perempuan itu menjelaskan, rakyat juga punya prinsip untuk memperjuangkan desanya secara bersama-sama menolak tambang dan tidak menerima uang sepeser pun ketika pihak perusahaan datang menyuap.

"Besar harapan saya sebagai pengurus OP, tidak hanya kami yang berjuang tetapi semua kita elemen masyarakat yang ada di Desa Pandiangan ini sepakat berjuang menolak tambang," kata dia.

Warga di sana, Op Lary boru Panjaitan juga menegaskan tidak hanya masyarakat yang sepakat menolak, diharapkan pemerintah desa dan instansi lain di sana juga menolak tambang.

Rencananya sosialisasi daya rusak kehadiran tambang ke warga di dusun lain akan digencarkan. Penolakan akan disampaikan ke pemerintah kecamatan, kabupaten, provinsi dan tingkat pusat.

"Perjuangan ini butuh kekuatan dan nafas panjang, dan ini bukan persoalan kalah menang melainkan buah dari hasil perjuangan ialah keutuhan ciptaan lingkungan tetap terjaga," kata aktivis YPDK Diakones Sarah Naibaho kepada Tagar, Senin 24 Juni 2019.

Dia menegaskan bahwa lembaga YPDK siap mendukung rakyat menolak kehadiran tambang.

"Mari kita terus belajar bersama untuk menyusun dan mengonsep setiap strategi yang akan kita lakukan selanjutnya. Karena ini bukan hanya bercerita kehidupan segelintir orang tetapi banyak orang yang akan terkena daya rusak jika tambang hadir di Dairi," tukasnya.

Sarah menambahkan, PT DPM diketahui sudah mengantongi izin namun sejauh ini belum beroperasi karena masih membangun infrastruktur di areal konsesi mereka.

Belum diperoleh keterangan dari pihak PT DPM atas sikap warga yang menolak kehadiran perusahaan tambang. Demikian juga Sekretaris Daerah Pemkab Dairi Sebastian Tinambunan yang dihubungi lewat pesan WhatsApp Senin 24 Juni 2019 siang, belum memberikan jawaban atas sikap warganya itu.[]

Baca juga:

Berita terkait
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.