Wajah Audrey, Kronologi Awal Hingga Pelaku Ditangkap

Tagar yang menjelma jadi silih pendapat soal topik 'wajah Audrey' ramai di media sosial.
Youtuber tekenal Indonesia, Atta Halilintar (kiri) menjenguk Audrey di rumah sakit. (Foto: Instagram/attahalilintar)

Jakarta, (Tagar 11/4/2019) - Jagat maya ramai membahas trending topic tagar Justice For Audrey hingga menjelma menjadi perdebatan soal topik 'wajah Audrey'. Tagar itu bentuk dukungan warganet kepada siswi SMP berusia 14 tahun yang dikeroyok 12 orang siswi SMA, di Pontianak, Kalimantan Barat, pada 29 Maret 2019.

Tidak hanya tagar #JusticeForAudrey yang digelorakan warganet, sebuah petisi juga dibuat pada situs change.org, menghantarkan babak baru kasus yang mencoreng wajah dunia pendidilan nasional itu, hingga ke telinga Presiden Joko Widodo.

Kronologi bermula saat kasus diceritakan melalui utas atau thread Twitter oleh warganet bernama Melin lewat akun @syarifahmelinda. Korban berinisial Ay, yang merupakan siswi SMPN 17 Pontianak telah menjadi korban pengeroyokan oleh 12 orang pelajar.

Masalah itu disebut Melin, dipicu saling sindir di media sosial antara pelaku dan korban. Pelaku dikisahkan Melin merupakan mantan kekasih dari kakak korban.

Pelaku akhirnya menjemput korban dan terjadi penganiayaan. Dikisahkan dalam thread Melin, para pelaku menendang perut korban, membenturkan kepala korban ke aspal, mencekik, hingga mencolok kemaluan korban dengan jari.

Baca juga: #JusticeForAudrey, Kronologi Pengeroyokan Audrey

Penganiayaan tersebut menyebabkan korban mengalami luka-luka dan benjol di kepala. Hidung korban juga bersimbah darah lantaran wajahnya sempat dipukul dengan sendal gunung.

Puncaknya, warganet kesal lantaran Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat, kabarnya berusaha mengakhiri kasus tersebut dengan cara damai atau kekeluargaan. Jalan itu diambil karena seluruh pelaku memang masih di bawah umur.

Mereka yang geram, kemudian menggelindingkan tagar dan petisi #JusticeForAudrey, demi menuntut pelaku untuk diadili dan dihukum setimpal di penjara anak-anak.

KPPAD Kalbar kemudian menggelar konferensi pers terkait persoalan tersebut. KPPAD yang merupakan lembaga yang bergerak dibidang perlindungan anak, mengaku siap untuk memberikan pendampingan baik pada korban maupun pada pelaku.

Dalam konferensi pers, Wakil Ketua KPPAD, Tumbur Manalu menceritakan kronologi kejadian penganiayaan tersebut menurut versinya. Dijelaskan, kejadian pengeroyokan terhadap korban yang merupakan siswi SMP tersebut dua pekan lalu.

Tumbur mengatakan, korban tidak melapor karena mendapat ancaman dari pelaku. Pelaku mengancam akan berbuat lebih kejam lagi apabila korban melaporkan pada orangtua.

"Kejadian dua pekan lalu, Jumat (29/3), namun baru dilaporkan pada orangtuanya. Hari Jumat (5/4) ada pengaduan ke Polsek Pontianak Selatan. Kemudian kita dari KPAD langsung menerima pengaduan," kata Manalu saat memberikan keterangan di Kantor KPPAD, Senin (8/4).

"Korban merasa terintimidasi sehingga tak berani melapor. Namun setelah dilaporkan pada pihak kepolisian, pada hari itu langsung ada proses mediasi di Polsek Pontianak Selatan, proses sidiknya terhadap pelaku masih berjalan," imbuhnya.

Tumbur Manalu kemudian bercerita, kronologi terjadinya pengeroyokan oleh 12 pelajar SMA terhadap siswi SMP tersebut, berawal dari penjemputan yang dilakukan para pelaku terhadap korban di rumahnya.

Korban dijemput dengan alasan ada yang mau disampaikan dan diomongkan. Setelah berhasil dijemput, korban kemudian dibawa ke Jalan Sulawesi.

"Korban sebenarnya berada di rumah, kemudian dia dijemput terduga pelaku dari 12 orang itu. Sebetulnya aktor utama 3 orang dan sisanya membantu atau tim hore," ucap Manalu.

"Ketika dibawa ke Jalan Sulawesi korban diinterogasi dan dianiaya secara brutal oleh pelaku utama tiga orang dan rekannya yang membantu ada 9 orang sehingga total ada 12 orang," katanya.

Korban dianiaya di dua lokasi, selain di Jalan Sulawesi, korban juga dianiaya di Taman Akcaya. Menurut KPPAD, korban sejatinya bukan merupakan target para pelaku, melainkan kakak sepupu korban lah yang sejak awal mereka incar.

"Permasalahan awal karena masalah cowok, menurut info kakak sepupu korban merupakan mantan pacar dari pelaku penganiayaan ini.

Di media sosial mereka saling komentar sehingga pelaku menjemput korban karena kesal terhadap komentar itu," kata Tumbur.

Di akhir konferensi pers, KPPAD berharap persoalan ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan, karena dengan adanya proses hukum akan memberikan dampak kemudian hari pada mereka yang masih anak di bawah umur.

Namun pada Rabu (10/4), pihak kepolisian akhirnya menetapkan tiga orang tersangka dalam dugaan kekerasan terhadap siswi SMP Pontianak. Status tersangka ditetapkan setelah polisi memeriksa sejumlah saksi.

Ketiga tersangka itu berinisial L, TPP, dan NNA. Mereka dijerat dengan Pasal 76C juncto Pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan Anak tentang kekerasan terhadap anak.

"Dari Polresta Pontianak sudah menetapkan tiga orang tersangka," kata Kabid Humas Polda Kalimantan Barat Kombes Donny Charles Go saat dihubungi awak media, pada Rabu (10/4).

"Yang diperiksa ini tidak hanya korban, ibu korban, tapi juga semua anak-anak SMA yang ada di lokasi. Diperiksa seluruhnya. Dari beberapa pengakuan saksi yang ada di sana sudah mengerucut pada tiga tersangka," jelasnya.

Donny juga mengatakan, penetapan tersangka  dilakukan setelah polisi menemukan bukti yang cukup, serta kesesuaian keterangan antara saksi dan korban. Dia juga menjelaskan bahwa proses penyidikan masih berlangsung.

"Proses masih berjalan. Kita berusaha melengkapi semuanya biar perkara ini bisa cepat," pungkasnya.

Baca juga:

Berita terkait
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.