Vape Kian Sekarat di Tangan Kementerian Kesehatan

Rokok elektrik atau yang dikenal dengan sebutan vape nasibnya kini semakin sekarat. Belum lama ini keluar pernyataan Kementerian Kesehatan.
Hamil di luar nikah, Eriska Nakesya ternyata mempunyai hobi nge-vape. (Foto: Instagram/@eriskanakesya)

Jakarta - Rokok elektrik atau yang dikenal dengan sebutan vape nasibnya kini semakin sekarat. Belum lama ini Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantoni melarang masyarakat tidak menggunakan vape demi kesehatan.

Uap yang dihasilkan oleh rokok elektrik mengandung partikel halus.

"Dari awal statementnya kita adalah melarang. Pelarangan bukan pembatasan, kita tuh ngmong pelarangan konsumsi vape atau rokok elektrik di Indonesia," kata Anung di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin, 11 November 2019, seperti diberitakan Antara.

Ia mengatakan, diskusi dengan Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, juga mengarah pada pelarangan vape.

"Kalau bicara rokok elektrik secara keseluruhan termasuk hasil diskusi dengan pak Menko PMK, posisi kita adalah melarang untuk hal itu kalau kemudian nanti BPOM yang punya otoritas untuk melakukan pelarangan sebuah produk tentu adahal yang baik," ujarnya.

Kementerian Kesehatan, lanjutnya, menyatakan pelarangan konsumsi untuk vape, namun untuk pelarangan distribusi dan produksi vape sendiri perlu diatur oleh lembaga terkait lainnya.

Sebelumnya, Ketua Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P. (K) menjelaskan sifat iritatif dan oksidatif yang dihasilkan menjadi alasan rokok elektrik berbahaya.

"Uap yang dihasilkan oleh rokok elektrik mengandung partikel halus seperti halnya asap yang dibakar oleh rokok konvensional yang dikenal sebagai particulate matter (PM). Partikel halus itu bersifat toksik merusak jaringan atau bersifat iritatif," kata Agus di Jakarta.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengatakan saat ini keberadaan rokok elektronik saat ini adalah ilegal, namun BPOM tidak bisa melakuan penindakan karena tidak ada payung hukum.

"Harus ada payung hukumnya, karena mengandung nikotin dan berbahaya," ujar dia.

Beban Cukai Vape Masih Sama

Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto memberikan apresiasi kepada Kementerian Keuangan yang tidak melakukan perubahan beban cukai pada Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).

Keputusan tersebut, menurutnya, dinilai bijaksana dan dapat membantu industri produk tembakau alternatif yang baru mulai beradaptasi.

“Kami berterima kasih pada pemerintah yang memperhatikan kelangsungan industri baru ini dengan tidak menaikkan beban cukai atau HJE minimum HPTL," ucap beberapa waktu lalu. 

Keputusan ini, lanjutnya, sangat bijaksana dan membantu industri kami, yang baru diatur kurang lebih satu tahun ini, untuk beradaptasi pada ketentuan-ketentuan baru yang dijalankan. 

Menurut dia, hal ini memotivasi untuk melakukan evaluasi dan mengembangkan industri baru ini lebih baik lagi.

Pada Oktober 2019, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/PMK.010.2019 untuk menaikkan cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok, namun pada beleid tersebut tidak terjadi perubahan ketentuan untuk HPTL.

Keputusan pemerintah, lanjut dia, tidak menaikkan beban cukai HPTL sudah tepat. Hal ini karena industri produk tembakau alternatif masih baru mulai dan belum berkembang.

“Ada beberapa faktor, salah satunya karena peraturan ini baru diperkenalkan jadi masih ada pelaku usaha HPTL, yang 90 persen adalah UMKM, belum mendaftarkan usahanya untuk bayar cukai,” katanya.

Pemerintah, kata dia, diharapkan menjaga kelangsungan industri baru ini dengan tidak mengeluarkan peraturan yang memberatkan. Sebab, pengenaan tarif cukai maksimal sebesar 57 persen sudah membebani industri.

“Kami minta status quo untuk beberapa tahun ke depan, setidaknya sampai industri ini sudah stabil dan informasi terkait industri dapat dikaji secara komprehensif. Industri ini akan semakin terpuruk jika beban cukainnya naik lagi,” ucapnya.

Menurut dia, belum berkembangnya industri juga ditunjukkan dengan tidak tumbuhnya jumlah pengguna produk HPTL di Indonesia yang masih stagnan di sekitar satu juta pengguna. 

Aryo mengatakan stagnasi terjadi lantaran masyarakat tidak mendapatkan informasi yang akurat tentang potensi dari produk tembakau alternatif. 

Selain itu, banyaknya berita negatif terkait penyalahgunaan narkoba pada rokok elektrik juga memiliki andil dalam hal tersebut.

Aryo mengatakan siap melakukan kajian ilmiah untuk meluruskan persepsi yang salah tentang produk tembakau alternatif memiliki peran yang krusial. Sejumlah negara, seperti Inggris, Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat telah melakukan penelitian. 

"Hasilnya menunjukkan bahwa produk tersebut berbeda dengan rokok karena tidak menghasilkan asap dan TAR," ucapnya.

Selain itu, APVI juga siap bersinergi dengan pemerintah dan pemangku kebijakan lainnya untuk melakukan kajian ilmiah bagi produk tembakau alternatif, baik dari sisi kesehatan hingga dampak ekonominya. 

"Kajian ini dapat menjadi data acuan bagi pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan. Kami harap pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan tambahan sebelum ada basis data atau kajian yang valid,” kata Aryo. []

Berita terkait
India Resmi Larang Rokok Vape, Kenapa?
Parlemen India resmi melarang memproduksi, mengimpor, mengekspor, mendistribusikan, menjual dan mengiklankan vape mulai Rabu, 18 September 2019.
Dampak yang Menghantui Pengguna Vape
Beredar kabar rokok elektrik atau vape memiliki risiko kematian, sudah ada 34 penelitian yang dilakukan.
Hasil Pajak Likuid Vape di Gresik Rp 12,1 Miliar
Bea Cukai Gresik memenen pajak dari cairan likuid rokok elektrik (vape) mencapai Rp 12,1 miliar.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.