Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai banyak pasal dalam Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang seolah membarter safe guard lingkungan hidup dengan kemudahan bisnis.
"Misalnya terkait dengan partisipasi masyarakat yang berkurang dalam AMDAL. Terjadi perubahan bahwa partisipasi masyarakat hanya yang terdampak langsung yang menjadi pertimbangan," kata Bhima, saat dihubungi Tagar, Selasa, 13 Oktober 2020.
Artinya pemerintah ingin obral murah lingkungan kepada investasi di sektor yang sifatnya ekstraktif.
Baca juga: Perbedaan Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan Nomor 23/2003
Selain itu, kata Bhima, peran dari lembaga pemerhati lingkungan hidup menjadi dinafikan. Sebab, pemerintah terlihat dengan jelas ingin mengobral urusan lingkungan kepada investor hanya untuk kepentingan ekonomi.
"Artinya pemerintah ingin obral murah lingkungan kepada investasi di sektor yang sifatnya ekstraktif," ucapnya.
Terkait hal tersebut, kata dia, ini tidak sesuai dengan prinsip negara maju, di mana lingkungan merupakan pertimbangan utama dalam berinvestasi.
"Dalam hal investasi ada standar green banking atau penyaluran pinjaman yang berwawasan lingkungan," ujar Bhima.
Tak hanya itu, kata Bhima, protes dari investor yang memiliki dana kelolaan USD4,1 triliun juga menjadi cerminan bahwa UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan standar lingkungan hidup internasional.
"Bukan tidak mungkin investasi yang bergerak di energi terbarukan, dan sustainable plantation bisa berkurang karena isu lingkungan dikesampingkan oleh pemerintah," tuturnya.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian memastikan izin analisis dampak lingkungan (Amdal) tidak dihapus dalam Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. Hanya saja, aturan tersebut diubah menjadi lebih sederhana agar tidak berbelit.
Baca juga: Polemik Cipta Kerja, CORE: Awasi Masalah Deindustrialisasi
"Amdal tidak dihapus, dan tetap ada, akan tetapi prosesnya dibuat menjadi lebih sederhana, sehingga waktu dan biaya yang dibutuhkan menjadi lebih efisien," kata Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat, 9 Oktober 2020.
Adanya perubahan, kata Susiwijono, hanya terkait pemberian kemudahan dalam memperoleh persetujuan lingkungan. Nantinya, izin lingkungan diintegrasikan ke dalam Perizinan Berusaha guna meringkas sistem perizinan dan memperkuat penegakan hukum. []