Jakarta - Kamis, 17 Oktober 2019 mendatang, Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi mulai berlaku, bila Presiden tak mengeluarkan Perppu. Dengan UU baru itu, KPK pesimis tidak akan bisa lagi melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Dalam dua hari terakhir ini, KPK melakukan OTT secara berturut-turut. Juru Bicara KPK Febri Diansyah pesimistis setelah UU diberlakukan, KPK masih bisa melakukan OTT. "Kami belum mengetahui apakah dengan segala catatan yang telah kami temukan di UU yang baru tersebut, KPK masih bisa melakukan OTT atau penindakan lain," kata katanya kepada wartawan, Selasa, 15 Oktober 2019.
Menurutnya dalam UU KPK yang baru, kinerja KPK tidak lagi leluasa seperti saat masih menggunakan UU 30 tahun 2002 tentang KPK. Aturan yang mengekang gerak KPK itu antara lain misalnya soal pembatasan penyadapan. "Ada beberapa perubahan kewenangan penindakan yang berisiko melemahkan KPK. Penyadapan sudah dibatasi di tahapan penyelidikan dan penyidikan saja, tidak bisa lagi di tahap penuntutan, nanti begitu Dewan Pengawas ada maka dibutuhkan izin penyadapan dan dengan waktu yang terbatas," ujar Febri.
Febri menambahkan, nantinya KPK juga tidak memiliki kewenangan lagi dalam melarang seorang bepergian keluar negeri di tahap penyelidikan. Sejumlah kewenangan lain untuk meminimalisir para pelaku korupsi atau pihak terkait kabur ke luar negeri juga berubah. "KPK tidak bisa lagi melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap seseorang di tahap penyelidikan dan aturan-aturan lain yang multitafsir," ujarnya.
Sebelumnya, KPK telah menangkap Bupati Indramayu Supendi dalam operasi tangkap tangan pada Senin, 14 Oktober 2019 di Indramayu. Kemudian, KPK juga menangkap Kepala Balai Pelaksanaan Jalan (BPJN) Wilayah XII, Refly Ruddy Tangkere, salah satu dari depalan orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa, 15 Oktober 2019, malam.
- Baca Juga: 10 Konsekuensi Jokowi Jika Tak Terbitkan Perppu UU KPK
- Moeldoko Sebut Perppu UU KPK Bagai Buah Simalakama