45 Tahun ke Bawah Bisa Bekerja, PKS: Membingungkan

Politisi PKS Sukamta menganggap langkah pemerintah dalam menangani persoalan Covid-19 amat membingungkan, karena acap kali berubah-ubah.
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta usai diskusi publik bersama Kemenkominfo di Yogyakarta, Selasa, 12 November 2019. (Foto : Tagar/Agung Raharjo)

Pematangsiantar - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta menilai rencana pemerintah memberikan kelonggaran aktivitas bagi warga yang berusia 45 tahun ke bawah di masa pandemi Covid-19 ini merupakan tindakan yang sangat gegabah.

Sukamta menegaskan, pernyataan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Doni Monardo merupakan rencana yang berisiko tinggi dan membahayakan keselamatan rakyat.

"Saya tidak habis pikir, apa yang ada dibenak Pak Presiden dan jajarannya. Mengapa selalu keluar statemen yang membuat bingung masyarakat," kata Sukamta kepada Tagar, Selasa, 12 Mei 2020.

Dia mengatakan, beberapa waktu lalu pemerintah memilih untuk memberlakukan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB untuk membatasi kegiatan masyarakat dan juga membatasi transportasi. 

Jangan sampai karena hanya mengejar keuntungan ekonomi sesaat membuat plin-plan dalam kebijakan.

Baca juga: PKS Minta Ungkap Mafia Perbudakan TKI, Khususnya ABK

Namun, dia menyayangkan lantaran tidak lama kemudian Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berencana melonggarkan PSBB.

"Kemudian disusul statemen menteri perhubungan membuka kembali operasional moda transportasi. Masih belum selesai kebingungan masyarakat, Ketua Gugus Tugas sampaikan rencana longgarkan aktivitas bagi warga usia di bawah 45 tahun," ujarnya.

Kemudian, kata Sukamta, berlanjut dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini yang menyebut agar memberlakukan pelonggaran PSBB secara hati-hati dan tidak tergesa-gesa.

"Betapa hal ini semakin membingungkan, tidak jelas siapa yang jadi komando tertinggi dalam situasi krisis seperti ini. Ini semakin memperkuat dugaan pemerintah hingga hari ini tidak punya konsep untuk tangani Covid-19, tidak punya kriteria terhadap situasi yang dihadapi, tidak punya tolok ukur mengevaluasi kebijakan yang sudah dilakukan," ucapnya.

Menurutnya, berdasarkan data yang pernah disampaikan Jubir Gugus Tugas pada 1 Mei 2020, kasus meninggal positif Covid-19 paling banyak pada kelompok usia 30-59 tahun, hal ini dia soroti berarti di Indonesia usia di bawah 45 tahun termasuk rawan. 

"Tapi bisa saja pemerintah punya data-data yang menunjukkan usia 45 tahun ke bawah aman untuk beraktivitas lagi, hanya data-data tersebut masih disimpan dan tidak dipublikasikan, ini statemen yang keluar jadi meragukan banyak pihak," ucapnya.

Baca juga: Dana Otsus Aceh Dipotong, Rafli PKS Surati Jokowi

Dia menekankan, sebelum pemerintah membuat berbagai pernyataan yang mengarah kepada pelonggaran kebijakan PSBB, harus dilihat dulu seberapa jauh kebijakan yang selama ini diberlakukan mampu menekan Covid-19.

"Setiap hari angka positif Covid-19 masih fluktuatif, bahkan pada Sabtu (9 Mei 2020) ada penambahan 533 kasus yang merupakan rekor sejauh ini. Sementara beberapa kali disampaikan oleh jubir ada kendala di sejumlah laboratorium karena kehabisan reagen untuk melakukan tes swab. Jangan-jangan update angka Covid-19 yang naik turun selama ini karena persoalan keterbatasan jumlah tes yang bisa dilakukan. Jika ini yang terjadi, berarti angka-angka yang diumumkan tiap hari tidak bisa jadi ukuran keberhasilan kebijakan PSBB yang diberlakukan di sejumlah daerah. Jadi kalau mau longgarkan kebijakan ini apa dasarnya," kata Sukamta.

Anggota Komisi I DPR ini menegaskan, jika yang menjadi alasan bagi pemerintah menerapkan pelonggaran karena pertimbangan ekonomi, hal ini menurutnya bisa jadi bumerang yang membuat kerugian jauh lebih besar, baik secara kesehatan, sosial, dan ekonomi.

"Kita lihat dengan perjalanan pemerintah tangani Covid-19 selama lebih dari 2 bulan ini yang belum menunjukkan kemajuan, kondisi sosial ekonomi masyarakat sudah banyak yang terpukul. Kalau kemudian pemerintah serampangan ambil kebijakan melonggarkan PSBB kemudian terjadi ledakan kasus positif Covid-19, apakah jumlah sarana dan prasarana rumah sakit sudah siap? APD saja sampai saat ini masih kesulitan," ucapnya kesal.

Dia memastikan upaya pengobatan untuk masyarakat akan semakin membludak. Hal itu dipastikan akan menguras banyak biaya.

"Dan biaya menangani ledakan orang sakit akan jauh lebih besar dibanding upaya pencegahan. Penanganan Covid-19 yang berlarut-larut imbasnya juga akan memperburuk kondisi ekonomi, sektor pariwisata dipastikan akan tetap mandek, pendidikan tidak kunjung berjalan normal. Kerugian secara sosial ekonomi akan melonjak, sangat berat konsekuensinya," ucap Sukamta.

Menurutnya, langkah yang perlu dibenahi terlebih dahulu adalah sistem komando pemerintah. Sebab, selama ini kebijakan pemerintah berubah-ubah dan membingungkan masyarakat. 

"Terlihat Gugus Tugas yang dibentuk sejak awal oleh presiden, ternyata malah dibuat bingung oleh kebijakan yang simpang siur di kementerian. Kedua, pemerintah perlu segera memperjelas grand desain penanganan Covid-19, yang didalamnya memuat kriteria, tahapan, ukuran, dan protokol yang jelas," kata dia.

Dia menegaskan, semua itu harus disusun berdasarkan data-data yang terukur secara sains yang dihasilkan oleh para ahli di bidangnya. Kemudian, pemerintah harus disiplin dengan langkah-langkah yang dibuat dan dievaluasi secara berkala berdasar kriteria dan ukuran yang telah ditetapkan.

"Jangan sampai masyarakat diminta untuk disiplin tetapi pemerintah sendiri tidak mampu disiplin. Jangan sampai karena hanya mengejar keuntungan ekonomi sesaat membuat plin-plan dalam kebijakan. Keselamatan rakyat harus jadi prioritas paling utama," ujar Sukamta. []

Berita terkait
Fraksi PKS Jabar, PSBB Jabar Harus Tekan Covid-19
Fraksi PKS Jabar berharap penerapan PSBB tingkat provinsi 6-19 Mei 2020 bisa berhasil dengan indikator penurunan persebaran Covid-19
3 ABK Dilarung, PKS: Minta Hak Mereka dari Perusahaan
Politisi PKS Sukamta mengimbau pemerintah untuk memastikan hak-hak TKI khususnya terhadap kasus meninggalnya 3 ABK WNI ini dapat terselesaikan.
Polemik Bansos, Fraksi PKS Jabar Desak Single Data
Ketua Fraksi PKS DPRD Jabar, Haru Suandharu, desak Gubernur Jabar Ridwan Kamil usulkan pakai single data sebagai acuan untuk semua jenis bansos
0
Komisi VIII DPR Optimis Sentra Kemensos Jadi Multilayanan yang Bisa Penuhi Kebutuhan Masyarakat
Anggota Komisi VIII optimis, transformasi fungsi Sentra Kemensos menjadi multilayanan akan semakin meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat.