Jakarta - Umar bin Khattab merupakan seorang sahabat yang sangat dicintai Rasulullah SAW. Sebelum memeluk Islam, namanya cukup diperhitungkan di kalangan pembesar Quraisy. Rasulullah SAW pernah berdoa agar Allah SWT memberikan hidayah kepadanya untuk masuk Islam. Diriwayatkan, Umar mengucapkan dua kalimat syahadat pada usia 27 tahun.
Setelah bertobat, Umar segera pergi untuk memberi tahu kepala Quraisy, Amr ibn Hisham (Abu Jahal), tentang penerimaannya terhadap Islam. Sebelum masuk Islam, ia adalah sosok yang sangat membenci dan memusuhi Islam. Setelah mendapatkan hidayah, ia menjadi garda terdepan dalam membela agama Allah SWT.
Karena kearifan dan keteladanannya, Rasulullah SAW memberi pujian:
“Umar bersamaku, dan akupun bersamanya. Kebenaran yang datang setelahku juga ada pada Umar, di manapun dia berada” (HR. At-tabrani)
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah meletakkan kebenaran pada lisan dan hati Umar.” (HR.Ahmad & Tirmidzi)
Setelah menerima Islam, Umar secara terbuka berdoa di Kakbah disaksikan para pemimpin Quraisy, Amr ibn Hisham, dan Abu Sufyan ibn Harb. Menyaksikan kondisi itu, keduanya menjadi marah.
Semoga Allah menerangi Umar di kuburnya, sebagaimana ia menerangi kita di masjid ini.
Dengan masuknya Umar ke barisan kaum muslimin, menjadikan kekuatan kepada umat Islam di Mekah. Setelah itu, umat Islam melaksanakan salat secara terbuka di Masjid al Haram untuk pertama kalinya.
Ibn Jarir at-Thabary dalam tarikhnya menyebutkan bahwa Abdullah bin Masud berkata, “Umar memeluk Islam adalah kemenangan kami, migrasi ke Madinah adalah kesuksesan kami dan pemerintahannya berkah dari Allah, kami tidak menawarkan doa di Masjid Al-Haram sampai Umar menerima Islam, ketika ia menerima Islam Quraisy terpaksa membiarkan kami berdoa di masjid.” Semua hal ini menjadikan Umar diberi gelar al-Faruq, yang berarti orang yang mampu melihat atau menimbang perbedaan.
Diangkat Menjadi Khalifah Ketiga
Umar menjadi khalifah bergelar Amirul Mukminin (pemimpin orang-orang beriman) setelah Abu Bakar wafat. Di bawah kepemimpinannya, wilayah kekuasaan kaum muslim semakin luas dan kuat.
Dikisahkan pada suatu masa terjadi musim panas yang melanda wilayah Arab yang membuat pohon-pohon mati, hewan dan manusia kehausan. Masyarakat Arab saat itu menyebutnya sebagai Aam Ramadhah (tahun kerusakan). Umar Radiallahu Anhu yang saat itu menjabat sebagai khalifah tak tinggal diam. Ia mengajak seluruh kaum muslimin untuk menjalankan salat istisqa dan memohon kepada Allah agar segera menurunkan hujan. Dalam khotbahnya, ia mengatakan:
“Sesungguhnya Rasulullah SAW menganggap pamannya, Abbas RA, sebagai hubungan ayah dan anak. Maka ikutilah beliau dalam diri pamannya ini, dan jadikanlah ia sebagai wasilah kepada Allah SWT.”
Dalam riwayat lain ia mengatakan:
“Kami datang kepada-Mu bersama paman nabi Kami. Maka turunkanlah hujan kepada kami.”
Seketika itu hujan langsung turun begitu deras mengguyur Kota Madinah. Dari cerita tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada kalimat yang diucapkan Umar RA tersebut.
Prestasi Umar bin Khattab
Prestasi Umar bin Khattab saat menjadi khalifah dan dampaknya terhadap Islam patut mendapat apresiasi. Sejarah mencatat Umar punya sumbangan besar untuk kejayaan Islam.
Pertama, Penemu Penanggalan Hijriah
Pada era pemerintahan Umar penanggalan hijriah mulai digunakan. Ini tanda bahwa Khalifah Umar bin Al-Khatthab adalah kepala negara yang kreatif, karena inovasinya menjadikan peristiwa hijrahnya Rasulullah ke Yatsrib (Madinah) sebagai momen awal kalender dalam Islam, bukan peristiwa lahirnya Rasulullah seperti yang digunakan dalam kalender Masehi yang dihitung sejak lahirnya Nabi Isa Al Masih.
Ide ini muncul ketika Umar didatangi Maimun bin Mahran yang menyodorkan sebuah dokumen berisi kesepakatan dua orang yang berlaku pada bulan Sya’ban. Umar lalu bertanya, “Sya’ban kapan? Tahun kemarin, tahun yang akan datang, atau tahun ini?”
Ketidakjelasan tahun tersebut membuat Umar kemudian mengumpulkan sahabat-sahabatnya untuk meminta pendapat mereka mengenai penanggalan yang bisa dijadikan standar untuk bermuamalah.
Ada yang mengusulkan untuk mengikuti penanggalan Persia dan Romawi, ada juga yang mengusulkan mengikuti penanggalan berdasarkan kelahiran Rasulullah, ada yang berdasarkan diutusnya beliau sebagai nabi, ada juga yang mengusulkan berdasarkan wafat beliau.
Sedangkan Ali bin Abi Thalib dan beberapa anggota sidang mengusulkan bahwa kalender dalam Islam didasarkan pada penanggalan hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah karena semua orang mengetahui peristiwa tersebut. Dari beberapa usulan yang ada, Umar cenderung memilih usulan terakhir karena semua orang mengetahui secara pasti kapan waktu pelaksaaan hijrah. Di samping itu, hijrah merupakaan peristiwa perubahan besar dalam sejarah dakwah Islam.
Umar akhirnya segera memutuskan penggunaan penanggalan berdasarkan hijrah Rasulullah dari awal tahun ini, yaitu bulan Muharram yang merupakan permulaan tahun berdasarkan putaran bulan, agar tidak merombak urutan bulan yang sudah baku. Keputusan itu diberlakukan pada tahun 16 Hijriah, dua setengah tahun setelah pengangkatan Umar sebagai khalifah atau kira-kira tujuh tahun setelah Rasulullah wafat.
Kedua, Mengumpulkan Orang-orang untuk Salat Tarawih Berjemaah
Umar adalah orang pertama dalam Islam yang mengumpulkan orang-orang untuk salat tarawih berjemaah setelah sebelumnya dilakukan secara individual (tidak berjemaah). Umar kemudian mengirim surat kepada para gubernur wilayah agar melaksanakan salat tarawih secara berjemaah.
Awalnya, pada suatu malam di bulan Ramadan Umar keluar dari rumah menuju masjid. Di masjid, ia melihat orang-orang sedang melaksanakan salat tarawih sendiri-sendiri, dan sebagian yang lain ada yang salat berjemaah. Maka, muncullah ide Umar untuk mengumpulkan orang-orang dengan menetapkan Ubay bin Ka’ab sebagai imam.
Malam berikutnya, Umar yang ditemani oleh ’Abdurrahman bin ’Abdul Qari keluar untuk memantau orang-orang di masjid. Dan ternyata, mereka sedang salat tarawih berjemaah dengan Ubay bin Ka’ab sebagai imamnya. Ia lalu mengatakan, ”Sebaik-baiknya bidah adalah ini (salat tarawih berjemaah).”
Ketiga, Mendirikan Lembaga-lembaga Kajian Alquran
Perhatian Umar terhadap dunia pendidikan sangat besar. Sepeninggal Rasulullah, Umar meresmikan Madinah sebagai ibu kota negara Islam dan menjadi pusat pembentukan hukum-hukum Islam, terutama setelah berhasil melakukan ekspansi besar-besaran ke negara-negara koloni.
Selama 10 tahun menjadi kepala negara, agenda Umar difokuskan di antaranya adalah menjadikan Madinah sebagai pusat kajian Alquran dan Fikih. Terbilang ada 130 pakar fikih dari kalangan sahabat yang aktif memberi fatwa. Tujuh di antaranya yang paling sering adalah Umar sendiri, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, sayyidah Aisyah, Zaid bin Tsabit, ‘Abdullah bin ‘Abbas, dan ‘Abdullah bin Umar.
Sementara yang sedang-sedang adalah Abu Bakar, Ummu Salamah, Anas bin Malik, Abu Sa’id al-Khudri, Abu Hurairah, Utsman bin Affan, Abdullah bin Zubair, Abu Musa Al-Asy’ari, Sa’ad bin Abi Waqash, Jabir bin Abdillah, Mu’adz bin Jabal (imam al-fuqaha), Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Imran bin Hushain, dan Ubadah bin Shamit.
Keempat, Memberikan Penerangan Lampu untuk Masjid Al-Haram dan Masjid Nabawi
Lampu-lampu pada masa pemerintahan Umar merupakan sarana penerangan yang sifatnya berkesinambungan dengan disiapkan dana khusus dan petugas yang mengurusinya. Penerangan tersebut merata di seluruh masjid, bahkan berlanjut hingga setelah Umar.
Sebagai buktinya ketika Ali bin Abi Thalib keluar dari rumah dan melihat lampu gemerlapan di masjid, maka beliau berkata, ”Semoga Allah menerangi Umar di kuburnya, sebagaimana ia menerangi kita di masjid ini”.
Selain itu, Umar juga banyak meletakkan dasar hukum yang sebelumnya tidak dibakukan atau dilembagakan oleh negara.
- Pertama yang berkeliling di malam hari mengontrol rakyatnya di Madinah (ronda malam)
- Memberikan hukuman kepada yang bersalah dengan tongkat pemukul
- Menetapkan hukum cambuk bagi peminum khamr 80 kali
- Melakukan pembangunan kota
- Membentuk tentara resmi
- Membuat undang-undang perpajakan
- Membuat sekretariat
- Mengumpulkan orang salat jenazah empat kali takbir
- Menarik zakat kuda
- Mengangkat logistik dengan kapal dari Mesir ke Madinah
- Menetapkan wakaf tanah dan menyedekahkan hasilnya
- Mendirikan departemen kehakiman di semua wilayah. []
Baca juga:
- Perjalanan Hidup Nabi Yahya AS, Anak Nabi Zakaria AS
- Perjalanan Hidup Nabi Zakaria AS, Ayah Nabi Yahya AS