Uang Makan Napi Rp 20 Ribu, Rupan: Tidak Manusiawi

Besaran anggaran negara untuk narapidana di lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan sebesar Rp 20 ribu per tiap hari tidak manusiawi.
Lapas Kelas I Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah. Anggaran negara untuk uang makan napi dinilai minim dan perpotensi menimbulkan permainan uang di dalam lapas dan rutan. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang - Pendiri Rumah Pancasila (Rupan) dan Klinik Hukum di Semarang, Yosep Parera mengkritisi besaran anggaran negara untuk narapidana (napi) di lembaga pemasyarakatan (lapas) maupun rumah tahanan (rutan).

Dana makan kisaran Rp 20 ribu per napi tiap hari dianggapnya tidak manusiawi.

"Kami sudah survei di sejumlah lapas di Jawa Tengah, semuanya sama, sekitar Rp 20 ribu per hari untuk satu napi. Sehari makan tiga kali cuma Rp 20 ribu itu dapat apa? Ini tidak memanusiakan manusia," kata Yosep, di Semarang, Senin 19 Agustus 2019.

Yosep menyebut, jatah makan Rp 20 ribu tersebut hanya berlaku untuk napi yang mendekam di lapas dan rutan. Tahanan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diberikan jatah makan Rp 45 ribu per hari. Dan tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat jatah lebih besar, yakni Rp 75 ribu per hari per orang.

"Kenapa dibedakan? Apa yang membuat beda? Seharusnya, semua sama di mata hukum," tegasnya.

Bagi pria yang berprofesi sebagai advokad ini, minimnya uang makan bisa berdampak pada keterpenuhan gizi dan daya tahan tubuh napi. Mereka rentan terkena penyakit.

Imbas lain adalah munculnya potensi lapas menjadi ajang permainan uang. Mereka yang mendapat menu enak akan rela mengeluarkan uang lebih banyak di dalam lapas dan rutan. Tidak heran banyak napi yang berusaha mendapat uang lebih banyak lewat melanggar hukum lagi, seperti jualan narkoba.

"Bagaimana mereka bisa jadi lebih baik kalau gizi dari makan saja tidak tercukupi. Ini juga jadi pemicu lapas jadi tempat berbelanja dan permainan uang," paparnya.

Kebijakan anggaran tersebut dinilai Yosep tidak sesuai dengan semangat yang terkandung di UU No 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan. Dalam regulasi itu sudah jelas dikatakan, warga binaan adalah insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi.

Yosep mengakui jika anggaran makan napi di lapas dan rutan ditingkatkan bakal mengakibatkan beban negara makin berat. Terlebih saat ini di Jateng ada lebih dari 13 ribu napi. Karena itu, Yosep memberikan sejumlah opsi yang bisa dipertimbangkan sebagai solusi.

Dan tak kalah penting napi harus disiapkan dan dilatih menjadi manusia produktif

"Perlu ada perbaikan sistem pemidanaan dan pembinaan. Misalnya, pemakai narkotika, tidak perlu dipenjara. Cukup direhabilitasi dengan biaya mereka sendiri. Begitu juga mereka yang melakukan pelanggaran ringan. Jadi tidak perlu disel," jelas dia.

Selain itu, warga binaan juga bisa diperdayakan untuk kerja sosial. Seperti menjadi pembersih jalan. Dari aktivitas itu mereka akan mendapat upah yang bisa digunakan untuk menambah uang makan selama di penjara.

"Termasuk untuk memberi nafkah keluarga mereka. Keluarga mereka kan juga perlu uang untuk mencukupi kebutuhannya," kata dia.

Ditambahkan, meski status mereka adalah napi, tentu perlakuan manusiawi tetap diperhatikan. "Seperti perintah Pancasila, terutama sila ke dua, yakni dalam rangka merawat kemanusiaan," imbuh Yosep.

Terpisah, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengakui sudah ada ketentuan yang mengatur nominal uang makan untuk napi. Persoalannya adalah bukan pada nilai dari uang makan itu tapi lebih ke realisasinya.

"Bisakah memenuhi kebutuhan kalori dan gizi. Itu saya kira ukuran yang sangat penting. Jadi tidak sekadar besarnya anggaran dan meningkat menjadi berapa," tuturnya.

Juga dari sisi ketaatan aturan. "Dari anggaran yang dimiliki pemerintah dipakai sesuai ketentuan dan sesuai kualitas minimum," ujar gubernur berambut putih itu.

Ganjar yakin seandainya memungkinkan peningkatan, maka pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pasti akan menyiapkan soal itu.

"Dan tak kalah penting napi harus disiapkan dan dilatih menjadi manusia produktif. Di Lapas Kedungpane buktinya, mereka bisa jadi produktif, mereka bekerja, lapasnya kreatif kerja sama dengan perusahaan dan hasilnya malah bisa diekspor. Itu bisa memenuhi kebutuhan dan ada pendapatan," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 6.556 napi di 44 lapas dan rutan di Jateng mendapat remisi HUT ke-47 RI. Pemberian remisi tersebut diklaim menghemat uang negara untuk makan napi sebesar Rp 9,9 miliar. []

Berita terkait
Dua Narapidana Dapat Remisi Bebas di Pangkep
dua dari 361 narapidana yang dapat remisi di Kabupaten Pangkep mendapatkan remisi langsung bebas dalam rangka Dirgahayu Republik Indonesia.
412 Narapidana di Maros Dapat Remisi
Sebanyak 412 narapidana Lapas Klas IIA Kandeapia, Kabupaten Maros mendapatkan remisi dalam rangka Hari Kemerdekaan RI ke-74.
Laoly: Banyak Petugas Lapas Bantu Narapidana
Menteri Hukum dan HAM RI Yasona H Laoly mengingatkan integritas dan komitmen seluruh ASN.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)