Tujuh Hal Ini Perlu Diketahui Orang-orang yang Merencanakan Golput

Ini tujuh hal yang perlu diketahui orang-orang yang merencanakan golput dalam Pemilu 2019.
Pengendara melintas di depan mural (gambar dinding) tentang Pemilu 2019, di Jalan Samudera, Padang, Sumatera Barat, Selasa (12/2/2019). Mural tersebut mengajak warga untuk mensukseskan Pemilu pada 17 April 2019 dengan berpartisipasi dan tidak "golput". (Foto: Antara/Iggoy el Fitra)

Jakarta, (Tagar 24/2/2019) - Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati mengatakan seseorang memilih golput bisa jadi satu di antaranya merupakan bentuk kekecewaan terhadap perilaku politisi.

Golput (golongan putih) artinya pasif, tidak menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum, baik pemilihan presiden maupun pemilihan legislatif.

Wasisto mengatakan tentu negara ini mengharapkan warga Indonesia tidak golput dalam Pemilu 2019. Apalagi Pemilu ini diadakan serentak antara Pilpres dan Pileg. 

"Satu suara lebih baik untuk membuat perubahan daripada golput yang bisa menghambat perubahan," kata Wasisto saat dihubungi Tagar News, Kamis (21/2). 

Apabila seseorang memilih golput, kata Wasisto, berarti harus siap menerima apa pun keadaan Indonesia ke depan, baik dan buruknya. 

Berikut ini tujuh hal perlu diketahui oleh mereka yang memilih golput:

Pertama, menjadi golput itu belum tentu mengubah keadaan. Bisa jadi malah tambah buruk dan harus siap menerima konsekuensinya. 

Kedua, golput berarti tidak memiliki kontribusi terhadap demokrasi dan kepemimpinan bangsa.

Ketiga, golput meski ekspresi kritis, namun juga apolitis dan egois. 

Keempat, menggunakan hak pilih adalah bagian dari kontribusi dan kewajiban pada negeri.

Kelima, menjadi golput berarti tidak memiliki pandangan dan ideologi politik yang jelas. 

Keenam, golput itu tidak keren karena tidak mau mengekspresikan suara dan aspirasi. 

Ketujuh, menjadi golput hanya berdampak makin bengkaknya biaya tinggi demokrasi.

Infografis GolputInfografis: Tagar/Gita

Asal Coblos Juga Bahaya

Dihubungi terpisah, Anggota DPR RI Fraksi Golkar Firman Subagyo mengatakan masyarakat diharapkan tidak golput dalam Pemilu 2019, walaupun ia tahu golput adalah hak. 

"Memang golput itu hak warga untuk menentukan sikap memilih atau tidak memilih. Tetapi yang saya harapkan adalah golputers ini harus betul-betul menyadari bahwa dia punya hak untuk memberikan suaranya kepada pertama capres dan cawapres, caleg, dan seterusnya," kata Firman Subagyo kepada Tagar News, Kamis (21/2).

Firman menambahkan, seseorang tidak menggunakan haknya karena suatu alasan. 

"Alasannya biasanya adalah mereka itu merasa tidak tepat untuk memilih salah satu calon capres atau cawapres atau calegnya. Dia merasa tidak terwakili oleh calonnya sebagai wakil rakyat. Oleh karena itu dia mengambil sikap itu, seperti itu analoginya," ujarnya.

Untuk itu agar tidak ada golputers, kata Firman, perlu ada sosialisasi dari calon peserta pemilu untuk menyampaikan visi dan misi dengan jelas di hadapan masyarakat. Ini dilakukan supaya masyarakat mengetahui dengan jelas visi- misi capres-cawapres dan caleg untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik.

"Mengubah sikap golputers ini supaya menggunakan haknya yaitu dengan sosialisasi dan pendekatan-pendekatan tentang penyampaian visi misi itu harus menjadi jelas. Golputers ini kan mereka merasa tidak menemukan haknya. Karena tidak tahu apa yang mereka (caleg) lakukan setelah jadi wakil rakyat dan gak tahu setelah terpilih apa bisa menyerap aspirasi atau menunjukkan persatuan bangsa ini atau tidak. Ini yang jadi persoalan," ungkapnya.

"Jadi ini yang menjadi perhatian kita bersama yang namanya sosialisasi itu menjadi maha penting. Gak ada artinya kita menjalankan pemilu yang biayanya besar, tapi nanti terjadi golputers tadi. Akhirnya mubazir," lanjutnya.

Dari sosialisasi, lanjutnya, masyarakat jadi lebih mengetahui siapa capres-cawapres dan calegnya di Pemilu 2019. Ini bertujuan agar masyarakat tidak salah dalam memilih pemimpin yang akan membawa masa depan bangsa ini.

"Bagaimana kalau masyarakat gak paham politik, mereka bergantung pada siapa yang paling banyak dicoblos di daerah itu, pasti mereka asal nyoblos aja. Ini yang bahaya. Akhirnya kita mendapatkan wakil-wakil yang salah dan mendapatkan pemimpin yang salah. Yang seperti ini sosialisasi maha penting menurut pandangan saya," jelasnya.

Ia mengimbau masyarakat menggunakan hak pilihnya secara maksimal dan benar sebagai hak demokrasi bangsa. Itu karena masa depan bangsa juga bergantung di tangan masyarakat Indonesia sendiri. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Patung Dewa Hindu Asal Kamboja Dipamerkan di Amerika
Hampir 1.500 tahun lalu, sebuah patung monumental Dewa Krishna dalam agama Hindu diukirkan pada gunung suci Phnom Da di Kamboja selatan