Caleg ke Paranormal, Begini Proses Ritualnya

Beragam perangkat mistis juga digunakan si dukun.
Ilustrasi caleg ke dukun atau paranormal. (Foto: Tagar/Rully Yaqin)

Semarang, (Tagar 14/2/2019) - Pigura besar berisi gambar Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul terpampang di samping kiri pintu masuk. Aroma wangi bakaran hio menyambut Tagar News saat menyambangi rumah Mbah Bejo (56) di kawasan Pedurungan, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng).

Masuk ke dalam rumah, nuansa magis makin kental terasa. Di salah satu sudut ruangan, lima keris pusaka berdiri di wadahnya di atas meja. Di sekitar keris ada beragam persembahan berwujud aneka rupa kembang, kopi dan dupa terbakar.

Memendarkan pandangan ke arah dinding, puluhan foto Mbah Bedjo tertempel di sana. Mayoritas merekam berbagai kegiatan Mbah Bedjo bersama orang-orang penting dan publik figur Tanah Air. Di dinding warna hijau itu, di antara pigura foto, terpaku beragam jenis pusaka seakan menjadi penjaga.

Mbah Bedjo, praktisi supranatural yang sudah tidak asing lagi di dunia metafisika tanah Jawa, khususnya Jateng. Wajah pria bernama asli Nuryanto ini kerap wara-wiri di program misteri salah satu stasiun televisi swasta. Namanya melambung dan linuwih-nya makin dikenal banyak orang seantero negeri.

Jaringan klien yang minta jasa supranaturalnya pun meluas. Tak terkecuali di masa Pemilihan Gubernur Jateng 2018 hingga momen Pemilihan Umum 2019 saat ini. Banyak calon legislatif (caleg) yang datang atau menghubungi dirinya untuk digarap secara gaib. "Ya, banyak caleg yang datang minta dijog (diisi) spiritualnya," tuturnya membuka percakapan.

Setidaknya hampir 50 caleg yang sudah minta bantuan Mbah Bedjo. Mereka berasal dari lintas partai politik dan berbagai tingkatan Dewan, mulai DPRD kabupaten/kota, provinsi hingga DPR RI. Sebagian besar sudah datang jauh hari sebelum penetapan daftar caleg tetap (DCT).

"Ada satu caleg yang dari kalangan selebritis, ia pemain sinetron," sebut dia.

Para caleg tidak hanya dari wilayah Jateng. Banyak juga dari mereka yang berasal dari luar provinsi. Bahkan dari luar pulau seperti dari Palembang dan Makassar. "Kalau yang jauh-jauh, saya yang ke sana," kata Mbah Bedjo.

Mbak BedjoMinyak wangi Mbak Bedjo, sarana pamungkas menggarap caleg jelang pemilihan kepada daerah. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Bagi Mbah Bedjo, falsafah pengisian spritualnya beda dengan pemahaman orang awam. Ia lebih fokus menggarap potensi diri caleg agar bisa lebih berkembang.

"Spiritual itu bukan pakai dukun, bukan seperti itu. Kalau saya bukan itu. Kalau saya semacam kasih semangat, spirit yen wani ojo wedi-wedi (kalau berani jangan takut-takut)," ungkap pria yang mengaku pernah meninggal namun hidup lagi ini.

Karenanya di awal proses penggemblengan spiritual, Mbah Bedjo lebih dulu melakukan terawangan seputar hidup dan nasib caleg. Lebih khusus soal prediksi perolehan suara dan lolos tidaknya menjadi wakil rakyat.

Beragam media untuk melihat masa depan ia sediakan, tergantung permintaan dan kesepakatan dengan caleg. "Bisa lewat pusaka, jaelangkung atau membakar dupa," jelas dia.

Semisal lewat media keris pusaka. Caleg diyakini bakal jadi anggota dewan ketika keris memperlihatkan tanda tertentu, dapat berdiri sendiri di atas gambar atau foto caleg.

"Kalau kerisnya jatuh, tanpa bermaksud mendahului kersane Gusti (keputusan Tuhan) sudah bisa dipastikan dia tidak jadi. Itu sudah garis hidupnya. Jadi saya tidak bisa menjadikan caleg yang memang tidak bakal jadi," beber Mbah Bedjo.

Beda cerita ketika keris berdiri sesaat namun kemudian jatuh. Diulang hingga tiga kali hasilnya sama. Maka Mbah Bedjo bisa menyiasati dengan membuka aura gaib yang terkunci dari caleg tersebut. "Tinggal dia berani bertaruh atau tidak untuk melakoni ritual selanjutnya," kata dia.

Beragam kegiatan spiritual lanjutan tersebut di antaranya bersedekah, puasa, ziarah ke makam leluhur hingga ritual tertentu di tempat keramat. "Ritual di tempat tertentu bisa sampai tujuh tempat beda," sambung dia.

Kata Mbah Bedjo, ritual di tempat sakral menjadi bagian dari proses caleg memuluskan niatnya. Sebab tempat-tempat tersebut diyakini memiliki tuah atau wahyu dari raja-raja Jawa zaman lampau, maupun pemimpin terdahulu negeri ini.

Ia pun menyebut sejumlah tempat di tanah Jawa yang disambangi bersama caleg untuk menggelar ritual. Di antaranya makam Ki Ageng Tarub atau terkenal dengan sebutan Joko Tarub, di Desa Tarub, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan, Jateng.

Kemudian Sendang Nawangwulan atau Sendang Bidadari, berlokasi di dekat makam Ki Ageng Tarub. Juga di Mojokerto, Jawa Timur, diyakini masih ada peninggalan kerajaan Majapahit berupa gapura atau gerbang masuk.

Hingga tempat sakral lain yang lazim diketahui publik seperti makam Bung Karno. "Saya pun ikut puasa saat lakukan ritual-ritual di tempat-tempat itu," ujar dia.

Mbah BedjoMbah Bedjo dengan keris pusakanya. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Selama mendampingi caleg, Mbah Bedjo juga mengaku tidak pernah memberikan pegangan atau jimat tertentu, baik berupa benda pusaka atau rajah. Termasuk tidak memaksakan mengucap doa agama tertentu saat menjalankan ritual. Doa maupun mantera disesuaikan dengan keyakinan caleg.

"Baca qunut, aku manut (ikuti) keyakinan caleg. Di kabupaten Semarang seperti di wilayah Bawen, Tuntang, Banyubiru banyak caleg yang nasrani, mosok saya tuntun tidak sesuai keyakinannya," ucap dia.

Ditambahkan, di masa kampanye saat ini Mbah Bedjo lebih banyak memantau perkembangan gaib si caleg. Kecuali memang dibutuhkan ritual tertentu yang sifatnya lebih khusus seperti ada serangan gaib dari rival caleg.

"Kalau untuk caleg tidak ada serangan semacam santet. Tapi untuk Pilkades (Pemilihan Kepala Desa) sering, apalagi jika di wilayah pantura, itu sudah pasti ada. Bahkan saya sekitar dua bulan lalu diserang," ungkap dia.

Beragam teknis dan strategi kampanye juga diberikan jika memang dibutuhkan caleg. "Saya kan juga punya basis massa kuat di Jawa Tengah. Seperti di Rembang dan Pati. Jika diminta, saya tinggal mengarahkan saja dukungan ke caleg tersebut," paparnya.

Di akhir masa kampanye, ritual spiritual caleg belum selesai. Ingin lebih memantapkan ihtiar, jelang coblosan, 5-3 hari sebelum hari H, Mbah Bedjo akan memperkuat kekuatan gaib klien calegnya dengan sarana minyak wangi. Bukan sembarang minyak wangi lantaran cairan harum ini telah diisi dengan kekuatan gaib tertentu.

"Botol dipecah dan minyak wangi disebar di dapil (daerah pemilihan)-nya, di tempat yang biasa dilalui banyak orang," kata dia.

Ritual tersebut dimaksudkan agar masyarakat di dapil tersebut terdorong untuk mencoblos gambar kliennya. Karena itu poto dan nomor urut caleg menjadi syarat penting di proses ritual ini. "Sering orang jadi lupa ketika mau coblos pilihannya. Anggota keluarga saja bisa lupa. Itu kan kalahnya hanya kurang dari 5 menit, saat di dalam bilik suara," tutur dia.

Pengalaman menunjukkan tuntas menjalankan beragam ritual, ia mengklaim 90 % klien Mbah Bedjo jadi pejabat. "Bukan mengecilkan Tuhan tapi rata-rata jadi semua. Yang tidak jadi karena memang tidak kedunungan (kemasukan) wahyu, artinya tidak garisnya menjadi pemimpin," ucap dia.

Lantas berapa biaya yang harus dirogoh caleg selama melakoni syarat dan ritual yang ditentukan tersebut ? Mbah Bedjo menyatakan tidak pernah mematok tarif. Hanya saja, seluruh persyaratan selama menjalani ritual ia minta ditanggung oleh caleg. Semacam dupa, aneka kembang tujuh rupa, candu hingga minyak wangi.

"Seperti minyak wangi, harga terendah berkisar Rp 17–21 juta. Pernah untuk calon gubernur sampai Rp 200 juta, itu harga terendah," pungkas dia. (AJM)

Berita terkait