Jakarta - Para ilmuwan berhasil menciptakan toilet pintar yang bekerja melalui sebuah gawai (gadget). Toilet pintar melalui gawainya menggunakan teknologi penginderaan gerak untuk menganalisis kesehatan seseorang melalui kotoran dan urinenya, kemudian data terkirim dan tersimpan di server cloud yang aman.
Para peneliti berpendapat teknologi ini punya bermanfaat bagi individu yang secara genetik memiliki kecenderungan terhadap kondisi tertentu, seperti sindrom iritasi usus besar (IBS), kanker prostat atau gagal ginjal.
Profesor dan ketua radiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Stanford, Amerika Serikat (AS), Dr Sanjiv Gambhir, yang terlibat dalam pengembangan konsep toilet pintar ini mengatakan teknologi sudah ada sejak 15 tahun lalu.
"Ketika aku membicarakannya, orang-orang tertawa karena itu sepertinya ide yang menarik, tetapi juga agak aneh," katanya seperti dilansir laman metro.co.uk, Selasa, 7 April 2020.
Dalam pemindaiannya, gawai ini menganalisis komposisi biokimia dasar ekskreta, dengan sampel urine menjalani analisis fisik dan molekuler, sementara penilaian feses didasarkan pada karakteristik fisik.
Menurut para peneliti, data yang dikumpulkan dari sampel dapat mengungkapkan biomarker untuk 10 jenis penyakit, mulai dari infeksi dan kanker kandung kemih hingga gagal ginjal.
Teknologi ini, yang masuk dalam kategori yang dikenal sebagai pemantauan kesehatan berkelanjutan, telah diuji pada 21 peserta tetapi para peneliti mengatakan bahwa potensi manfaat kesehatan dari sistem toilet mereka perlu dinilai dalam studi klinis besar.
"Hal tentang toilet pintar adalah tidak seperti perangkat yang dapat dikenakan, Anda tidak dapat melepasnya. Semua orang menggunakan kamar mandi, benar-benar tidak boleh menghindarinya dan itu meningkatkan nilainya sebagai perangkat pendeteksi penyakit," ujar Dr Gambhir.
Teknologi ini merupakan kombinasi pemindaian sidik jari dan gambar anus untuk membedakan antara pengguna.
"Kami tahu itu tampak aneh, tetapi ternyata, anal print Anda unik. Sc Pemindaian, jari dan non jari, digunakan murni sebagai sistem pengenalan untuk mencocokkan pengguna dengan data spesifik mereka," kata Dr Gambhir.
Tetapi, dia mengatakan teknologi ini bukan pengganti dokter atau diagnosis klinis. Menurut Dr Gambhir, langkah selanjutnya dalam proyek ini adalah mengembangkan tes khusus yang disesuaikan untuk pengguna. Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Nature Biomedical Engineering.[]