Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan Indonesia (Astindo) Elly Hutabarat membenarkan anjloknya jumlah penumpang moda transportasi udara akibat dari harga tiket pesawat yang tergolong tinggi. Menurut dia, kondisi tersebut berekses pada pengalihan jenis layanan transportasi yang dipilih oleh masyarakat.
"Misalnya kalau mau ke Surabaya mereka jadi memilih naik kereta api dari pada naik pesawat. Kemudian juga banyak yang mengurungkan niat bepergian dengan pesawat jika tidak penting-penting sekali," kata Elly kepada Tagar, Kamis, 6 Februari 2020.
Dalam catatan dia, penurunan jumlah pemesanan tiket pesawat dapat mencapai angka 25 persen hingga 30 persen. Kondisi ini mulai dirasakan sejak November 2018 lalu dan turut memukul sebagian besar pelaku jasa penjualan tiket di sejumlah wilayah.
"Untuk yang di kota besar mungkin tidak banyak berpengaruh karena demand-nya juga besar. Tetapi untuk anggota yang di daerah ini yang kasihan, penjualan mereka turun drastis karena banyak yang batal terbang," tuturnya.

Elly menambahkan, salah satu maskapai yang paling banyak menderita penurunan penjualan tiket adalah Garuda Indonesia. Selain tekanan pada pelaku jasa penjualan, tingginya harga tiket pesawat dinilainya turut pula memukul industri pariwisata.
Asumsi tersebut didasarkannya pada pembatalan sejumlah pemesanan tiket penerbangan ke berbagai destinasi wisata di Tanah Air. Akibatnya, industri perhotelan dan sektor yang terkait dengan pelesiran turut terpukul. "Kasihan itu hotel-hotel pada sepi okupansinya rendah. Gimana mau pergi-pergi, tiketnya saja mahal," ucap Elly.
Ilustrasi - Garuda Indonesia. (Foto: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)
Berdasarkan penuturan Elly, tingginya biaya penerbangan di dalam negeri justru membawa berkah tersendiri terhadap pemesanan tiket untuk tujuan mancanegara. Dia mencontohkan, biaya keberangkatan ke Manado kini lebih murah dibandingkan dengan ongkos tiket ke Jepang.
Walaupun tidak terjadi lonjakan yang signifikan, peningkatan tiket ke luar negeri turut membantu pengusaha jasa ticketing untuk dapat bertahan, khususnya yang berada di kota besar.
Sebagai informasi, pada awal pekan ini Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa pada sepanjang 2019 jumlah penumpang pesawat untuk tujuan domestik hanya menyentuh angka 76,6 juta orang. Capaian tersebut anjlok 18,5 persen dari pembukuan 2018 yang sebesar 94,1 juta orang. Artinya, terdapat 17,5 juta orang yang tidak bisa terbang pada tahun lalu.
Anomali terjadi pada jumlah pengguna pesawat dengan tujuan mancanegara yang tumbuh 4,9 persen menjadi 18,9 juta orang. Adapun, total penumpang yang melakukan perjalanan ke luar negeri dengan moda transportasi udara pada 2018 berjumlah 17,9 juta orang.[]