Bantul – Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bantul telah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Dalam rapat tersebut diputuskan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) akan dilaksanakan pada bulan Desember mendatang. Sedangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan memulai tahapan pada 15 Juni mendatang.
Meski begitu, Bawaslu Bantul mengaku belum mengaktifkan Pengawas Pemilu Ad hoc. Ketua Bawaslu Bantul Harlina menyebut pihaknya masih menunggu keputusan dari Bawaslu RI untuk mengaktifkan Pengawas Ad hoc.
Menurut dia, selama masa pandemi Corona ada tiga jenis pelanggaran yang rentan terjadi. Pelanggaran tersebut sangat mungkin terjadi karena tidak adanya regulasi khusus dalam pengawasan di tengah pandemi.
Dari tiga jenis pelanggaran yang rentan terjadi, salah satunya ialah pelanggaran politik uang (money politics). Ia menilai selama pandemi tindak politik uang justru meningkat. Pemberian politik uang dapat dilakukan dengan modus pemberian bantuan.
"Yang satu itu politik uang. Politik uang ini di masa pandemi saya yakin justru meningkat. Karena musim-musim seperti ini sangat banyak bantuan kepada warga, dan itu menjadi peluang bagi calon yang akan ikut serta dalam Pilkada," kata Harlina
Ia juga menyampaikan bahwa pelaksanaan pilkada selama pandemi merupakan sebuah hal baru dan berbeda yang belum pernah terjadi. Untuk itu Bawaslu Bantul mengharapkan adanya regulasi khusus dalam pelaksanaannya.
Politik uang ini di masa pandemi saya yakin justru meningkat.
Menurutnya, jika regulasi yang ada tidak disesuaikan dengan kondisi saat ini, akan menimbulkan adanya celah hukum dan memengaruhi kualitas serta integritas pelaksanaan pilkada.
"Kalau kita bicara politik uang, kalau hanya mengacu kepada undang-undang pilkadanya, tentunya masih ada celah-celah hokum dan para calon bisa bermain dengan celah itu," imbuhnya.
Lalu jenis pelanggaran kedua yang mungkin terjadi bersangkutan dengan netralitas birokrasi. Harlina mengungkapkan, saat ini netralitas birokrasi sedang rentan ternodai. Sedangkan, pelanggaran ketiga bersinggungan dengan pasal 71 UU Pilkada.
Dalam hal ini, Bupati dan Wakil Bupati menjadi subjek yang disoroti. Pihak Bawaslu mengkhawatirkan terjadinya penyalahgunaan kewenangan yang berimbas pada pemberian keuntungan maupun menyebabkan kerugian kepada pihak lain.
Meskipun tahapan pemilu ditunda namun tugas pengawasan dan pencegahan pelanggaran tetap dilaksanakan. Sejauh ini, fungsi pengawasan hingga tingkat terendah dilaksanakan langsung oleh Bawaslu tingkat kabupaten. []
Baca Juga:
- Poros Tengah usai Artis Soimah Tolak Pilkada Bantul
- Pilkada Bantul Digoyang Mahar Politik Rp 500 Juta
- PAN Bentuk Poros Tengah di Pilkada Bantul