Tiga Kementerian Kabinet Jokowi Dikritik Fraksi PKS

Pasca diperiksa BPK dan diganjar predikat WTP, Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Ahmad Syaikhu kritisi tiga kementerian yang kinerja belum baik
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Ahmad Syaikhu (tengah) yang juga menjabat sebagai Ketua DPW PKS Jawa Barat bersama Deddy Mizwar (kiri), di Bandung, belum lama ini. (Foto: Tagar/Fitri Rachmawati).

Bandung - Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Ahmad Syaikhu, mengkritik kinerja tiga kementrian di Kabinet Jokowi, karena banyak temuan berpotensi merugikan negara berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tiga kementerian yang dimaksud yaitu, Kementerian Perhubungan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dan Kementerian PUPR.

“Saya mengapresiasi raihan WTP dari BPK. Pada kementerian perhubungan dan Kementerian Desa PDTT opininya sudah ajeg dalam beberapa tahun. Mudah-mudahan kementerian PUPR ke depan bisa terus mempertahankan opini WTP. Terimakasih atas perjuangannya,” tuturnya dalam pesan singkatnya, Bandung, 17 Juli 2020.

Menurut Syaikhu, yang juga menjabat sebagai Ketua DPW PKS Jawa Barat, ada beberapa temuan BPK yang perlu disoroti, karena menyangkut kinerja lembaga. Pertama, Kementerian Perhubungan, ia mempertanyakan temuan strategis BPK terkait dengan Penerimaan Negera Bukan Pajak (PNBP) atas kewajiban penerbitan SRUT pada APM 23 merek tahun 2017 sebanyak 5.987.772 unit kendaraan bermotor. Nilainya sebesar Rp 683.751.900.000. Per Juni 2020 jumlah rekapitulasi piutang yang telah terbayar baru Rp 149.187.950.000 atau sebesar 21,82 %. “Piutang yang terbayar sangat rendah. Padahal di saat pemerintah butuh dana, pemasukan PNBP ini harus digenjot seoptimal mungkin,”kata dia.

Kedua, Kementerian PUPR, ia menyoroti revaluasi aset di atas Rp5 miliar, sehingga terjadi kenaikan aset di Kementerian PUPR dari Rp 915 triliun menjadi Rp 1.896 triliun, dengan kenaikan tersebut ada pajak yang harus dibayarkan oleh kementerian PUPR sebesar Rp 98,1 triliun. “Kenaikan aset setelah revaluasi ini sangat signifikan. Harusnya ada pajak yang dibayarkan Kementerian PUPR," jelas Syaikhu.

Ketiga, Kemendes dan PDTT, ia berharap lembaga tersebut memperkuat sistem pengendalian intern untuk dapat menjamin keandalan proses administrasi. Dia juga mempertanyakan kendala-kendala yang dihadapi oleh kementerian dalam menyelesaikan temuan. Sebab, temuan yang dapat dituntaskan baru 42,22 %. Demikian pula dengan temuan tahun 2015 yang masih outstanding. "Ini rendah sekali. Masih dibawah 50% tindak lanjut temuan BPK. Apa masalah dan kendalanya. Coba terbuka kepada kami,” terangdia.

Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Semester (Hapsem) I dan II Tahun 2019 BPK RI. Selain itu, ia pun mengkritisi trend kenaikan jumlah temuan maupun nilainya dari semester I ke Semester II. Jumlah rekomendasi ada 1026, naik menjadi 1.049. Nilai rekomendasi juga naik dari Rp 2,31 Triliun menjadi Rp 2,99 Triliun. Artinya, ada akumulasi temuan yang belum ditindaklanjuti. “Jika kondisi seperti ini terus menerus maka bisa dipastikan akumulasi temuan akan semakin besar. Ini tidak boleh dibiarkan," tegas Syaikhu.

Secara umum, hasil pemeriksaan BPK menunjukkan adanya lima penyebab terjadinya temuan, yaitu ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, ketidakhematan, ketidakefisienan, ketidakefektifan, dan kelemahan sistem pengendalian intern. “Temuan-temuan ini berpotensi untuk terjadinya kerugian negara. Harus secepatnya ditindaklnjuti,” pungkas Syaikhu.[]

Berita terkait
Kritik Fraksi PKS terhadap Sengkarut Bansos Provinsi
Wakil Ketua Komisi V dari Fraksi PKS DPRD Jabar, Abdul Hadi Wijaya, kritik beberapa hal terkait sengkarut bansos Pemprov Jabar
0
Ini Dia 10 Parpol Pendatang Baru yang Terdaftar di Sipol KPU
Sebanyak 22 partai politik (parpol) telah mengajukan permohonan pembukaan akun atau akses Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).