Jakarta - Sebanyak 37 satwa paling dilindungi di Indonesia, orangutan, terkena imbas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalimantan Tengah, Indonesia. Saat ini satwa endemik itu telah dibawa ke Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng karena terkena infeksi saluran napas atas (ISPA).
Meneruskan catatan Antara, dalam sepekan terakhir ini Pulau Kalimantan terpapar kabut asap yang tidak kunjung henti menyelimuti wilayah Kota Palangkaraya dan sekitarnya.
“Syukur masih infeksi ringan. Tim medis sudah memberikan multivitamin dan antibiotik, obat juga diberikan dengan menggunakan nebulizer, terutama bagi orangutan yang terlihat menderita lebih parah,” kata Chief Executive Officer (CEO) Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Dr Jamartin Sihite, Selasa, 17 September 2019.
Sihite menjelaskan, nebulizer merupakan alat bantuan hidup yang menghasilkan uap dari obat-obatan cair, sehingga bisa dihirup dengan mudah dan nyaman.
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh, orangutan kami berikan susu dan multivitamin.
Menurut dia, alat ini mampu membantu mengantarkan obat cair dalam bentuk butiran air yang relatif kecil agar langsung masuk ke dalam paru-paru orangutan.
Pada manusia, lanjutnya, mesin uap ini digunakan untuk pasien dalam kondisi darurat, ataupun pasien dalam rawat jalan, untuk mengatasi berbagai macam penyakit pernapasan seperti asma dan bronkitis.
“Jadi obatnya bisa diserap dengan mudah dan cepat, dan segera efektif khasiatnya,” kata Sihite.
Dia mengatakan, BOSF kini telah merawat 355 orangutan di Nyaru Menteng di dekat Palangkaraya. Di tempat tersebut hewan bernama latin pongo pygmaeus ini dipelihara di kandang-kandang dan di tempat terbuka bersemak, hingga berhutan, yang dibatasi parit besar yang disebut pulau.
Ironisnya, pada saat yang bersamaan, kabut asap tipis juga merasuki kawasan Samboja Lestari, atau fasilitas rehabilitasi orangutan yang dikelola BOSF yang terletak 50 kilometer arah utara Balikpapan.
Sihite menerangkan, kabut asap di sini menyebabkan para teknisi, sekurangnya 3 kali sehari harus menyirami kandang-kandang dengan cara menyemprotkan air ke udara di atas, juga di dalam kandang untuk sekadar membersihkan udara dan menjaga suhu di sini tetap terjaga.
“Untuk sementara kegiatan luar ruang untuk para orangutan muda siswa Sekolah Hutan juga kami batasi,” kata Humas BOSF Paulina Laurensia.
Dia melanjutkan, Sekolah Hutan adalah program BOSF untuk mengajari anak-anak dan orangutan dewasa mengasah kemampuan bertahan hidup di hutan.
Hewan yang mampu hidup dengan manusia ini sudah mulai bisa memilih makanan hingga membuat sarang bikinan. Hal ini dia nilai disebabkan orangutan yang dulunya dipelihara manusia kehilangan naluri bertahan hidup.
Sementara orangutan bayi yang kehilangan induknya, belum sempat belajar hal tersebut.
“Kemudian untuk meningkatkan daya tahan tubuh, orangutan kami berikan susu dan multivitamin. Semuanya tanpa kecuali,” tutur Paulina.
Setelah sejumlah upaya pelepasliaran setidaknya dalam 8 tahun terakhir, masih ada 130 individu orangutan berbagai usia di Samboja Lestari saat ini.
Menurut Paulina, asap membawa partikel debu dan karbon sisa pembakaran yang bila memasuki saluran pernapasan bisa menyebabkan reaksi alergi, yang seterusnya bisa memicu infeksi seperti bronchitis dan pneumonia. Apalagi, bila sistem kekebalan tubuh menurun.
ISPA terjadi di saluran napas bagian atas seperti di hidung, tenggorokan, dan bronkia. Orangutan karena kemiripan gennya dengan manusia juga terancam penyakit yang sama dengan manusia.
Oleh Sebab itu, bila akan berdekatan dengan orangutan, pengunjung yang prihatin akan hal ini diminta mengenakan masker. []