Balige - Pengusaha pariwisata di kawasan Danau Toba Sebastian Hutabarat mengaku tidak pernah mencantumkan logo halal di restorannya, Pizza Andaliman. Namun, restoran yang berada di Kota Balige, Kabupaten Tobasa, ini tetap ramai wisatawan.
Balige, ibukota pemerintahan Kabupaten Toba Samosir, merupakan salah satu destinasi wisata Danau Toba. Penduduknya mayoritas agama Kristen, namun berdampingan mesra dengan penduduk beragama Muslim. Bahkan, sebuah mesjid besar berdiri di tengah kota.
Kearifan adalah tentang plurarisme dan toleransi umat beragama yang tetap dijunjung tinggi dalam budaya Batak
Kehidupan harmonis beragama tergambar di kota ini. Begitu juga bisnis pariwisata, kadangkala tak selalu kaku harus berwacana ria soal haram dan halal.
“Restoran kami Pizza Andaliman di Balige tidak ada buat logo halal dan lain-lain, tapi banyak sekali tamu tamu Muslim yang mampir. Pak Mentri Budi Karya dan beberapa pejabat juga sudah pernah mampir dan ikut mencicipi menu kita,” kata Sebastian menanggapi isu wacana wisata halal di Danau Toba yang sedang hangat diperbincangkan di media sosial, Kamis, 29 Agustus 2019.
Menurut Sebastian, ada hal yang lebih mendesak dari soal halal atau haram itu Menurutnya untuk membuat pariwisata Danau Toba semakin berkelas, pelayanan yang baik dan kebersihan dulu yang perlu ditingkatkan.
Selain itu, infrastruktur yang bagus. Lingkungan yang bagus juga akan mendatangkan wisatawan dari penjuru dunia seperti ke Bali, Bangkok, Thailand, Chiang Mai, Jepang dan negara lain.
“Gak ada bahas halal haram, tapi jutaan orang diberkati dengan pelayanan mereka yang sangat baik,” kata Sebastian.
Pizza Andaliman adalah menu perpaduan menu Italia dengan Batak. Ada campuran bumbu andaliman di dalamnya, sehingga membuat lidah terasa “bergetar”.
Menjadi Kontroversi
Wacana wisata halal di Danau Toba yang dilontarkan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi baru-baru ini menuai kontroversi. Ada yang mendukung, banyak juga yang menolak, terutama dari kalangan orang Batak.
Menurut pemerhati budaya dan penulis novel berbahasa Batak, M Tansiswo Siagian, Gubsu mungkin tidak begitu memahami budaya dan adat Batak Toba mengenai kearifan lokal yang telah turun temurun menyatu dengan kehidupan masyarakat sekitar Danau Toba.
“Kearifan yang saya maksud adalah tentang plurarisme dan toleransi umat beragama yang tetap dijunjung tinggi dalam budaya Batak terutama sekitar Danau Toba. Agama apapun dan kepercayaan apapun telah saling berdampingan dengan sangat alami dan damai di Bona Pasogit jauh sebelum negara ini ada,” katanya kepada Tagar, Kamis, 29 Agustus 2019 siang..
Menurut dia, lebih penting tentang wisata bukan soal halal atau tidak halal, sebab ketersediaan makanan halal, tempat sholat itu otomatis akan tersedia seiring kedatangan wisatawan yang beraneka ragam.
Sekum Yayasan Pelestari Kebudayaan Batak (YPKB) itu mengatakan, masyarakat di kawasan Danau Toba (KDT) bukan masyarakat yang berpikiran sempit tanpa toleransi. Budaya serta adatnya telah mengatur atas perbedaan kepercayaan dan yang lainnya.
“Mestinya beliau lebih fokuslah mendorong masyarakat sekitar KDT dengan kearifan budaya dan adatnya agar mengedepankan kearifan lokal yang ada sebagai nilai penting menjadi daya tarik wisatawan,” ujarnya. []