Tanggapan Istana ke YLBHI Soal Otoritarianisme

Donny Gahral Adian mengatakan jabatan yang dimungkinkan diperbolehkan menjabat di pemerintahan. YLBHI menilai pemerintah bersikap otoritarianisme.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian. (foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna).

Jakarta - Pihak istana menepis pernyataan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) soal kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak tahun 2015. Dalam catatan YLBHI, Jokowi dianggap mencerminkan tanda-tanda otoritarianisme.

Terdapat dua poin tanda-tanda yang dinilai otoritarianisme, yakni mengembalikan Dwi Fungsi Aparat Pertahanan dan mengembalikan Dwi Fungsi Aparat Keamanan Polri

Untuk mempermudah, itu kan kalau tanpa dibantu ini akan kesulitan. TNI punya jaringan sampai ke desa-desa ada Babinsa dan sebagainya

YLBHI menilai, dwi fungsi pertahanan keamanan berdampak pada banyak kebijakan yang membuat TNI-Polri terlibat dalam pemerintahan.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian mengatakan hanya jabatan yang dimungkinkan diperbolehkan menjabat di pemerintahan. Ia menyebut, dwi fungsi, secara Undang-undang, TNI memiliki kemungkinan untuk melakukan operasi militer selain perang (OMSP).

Baca juga: Isu Kapolri, Jokowi Tak Terkecoh oleh Agus Andrianto

"Di pemerintahan hanya memang jabatan-jabatan yang memang dimungkinkan secara undang-undang, dan itu juga ada persyaratannya, TNI aktif kan tidak boleh," kata Donny saat dihubungi wartawan, Selasa, 16 Juni 2020.

Ia menjelaskan infrastruktur dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai dapat melakukan hal tersebut, misalnya distribusi alat kesehatan, distribusi PCR dan rapid test. 

Pasalnya, TNI memiliki jaringan luas ke pelosok negeri, dan itu dinilai memungkinkan untuk mempermudah memberikan bala bantuan.

"Untuk mempermudah, itu kan kalau tanpa dibantu ini akan kesulitan. TNI punya jaringan sampai ke desa-desa ada Babinsa dan sebagainya," ujarnya.

Baca juga: Usul Adian Napitupulu saat Dipanggil Jokowi ke Istana

Ia menegaskan, dalam hal ini pelibatan TNI sangat membantu meringankan pekerjaan-pekerjaan sipil. Ia menyebut bukan karena faktor lain hal itu dilakukan.

"Jadi kenapa tidak ketika TNI bisa membantu pekerjaan-pekerjaan sipil selama memang tidak kemudian tidak mengambil alih sipil. Tetapi bahwa TNI hanya membantu untuk meringankan pekerjaan-pekerjaan sipil supaya tujuan tercapai," ucap Donny.

Sebagai informasi, terdapat 28 kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sejak 2015 yang dianggap YLBHI mencerminkan tanda-tanda otoritarianisme. 

Pihak YLBHI menyatakan kebijakan yang dinilai otoriter ini dikumpulkan sejak 2015 dan angkanya meningkat di tahun 2020.

Kebijakan itu disebut mulai dari kebijakan ekonomi negara, kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat, kebijakan dwi fungsi pertahanan keamanan, serta kebijakan politik yang memperlemah partai oposisi. []

Berita terkait
YLBHI Angkat Bicara Bintang Emon Diserang Buzzer
Asfinawati minta pemerintah serius dalam mengatasi buzzer yang menyerang para pengkritik penguasa, termasuk yang menyerbu komika Bintang Emon.
Kasus Novel Baswedan, Eks Ketua YLBHI Cemas Hakim Digarap
Eks Ketua YLBHI sekaligus Jubir FPI Munarman mengingatkan hakim kasus Novel Baswedan jangan mengikuti putusan Jaksa Penuntut Umum.
YLBHI Nilai Jokowi Serampangan Usai Divonis Bersalah
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai Presiden Joko Widodo telah berlaku serampangan dalam mengambil kebijakan internet Papua.