Yogyakarta - Seorang purnawirawan Tentara Negara Indonesia (TNI) Sukimin melapor ke polisi telah menjadi korban pemalsuan tanda tangan terkait jual beli tanah dan bangunan. Tanah seluas sekitar 86 meter persegi yang berada di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul itu adalah tanah kas desa yang tidak bisa dijualbelikan.
Didampingi kuasa hukumnya, Mayor CKH Jh Silaen Dan Lettu CKH Endro Yuniant, Sukimin mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ia melaporkan peristiwa yang dialaminya itu.
Kepada wartawan, Mayor CKH Jh Silaen mengatakan pihaknya melaporkan seseorang berinisial S warga Solo yang tinggal di Kasihan, Bantul. Dia menyebut S sudah memalsukan tanda tangan Sukimin. Bahkan S disebut telah membuat akta jual beli tanah di bawah tangan alias diduga fiktif pada 2006 silam. Akta itu telah diproses ke notaris.
Menurut dia kliennya tidak pernah melakukan tanda tangan perihal jual beli tanah dan bangunan tersebut. "Klien kami tidak pernah tanda tangan dan terima duit Rp 50 juta tahun 2006 saat perjanjian itu dibuat," katanya di Mapolda DIY, Jumat 17 Januari 2020.
Ia menjelaskan, tanah itu statusnya adalah tanah kas desa yang tidak bisa diperjualbelikan. Kliennya pun kaget setelah mendengar informasi adanya akta jual beli yang dibuat oleh S tersebut.
Sukimin mengetahui saat dirinya memasuki masa pensiun dari dinasnya di Salatiga. Ia berniat kembali ke rumah yang dijualbelikan di bawah tangan itu pada Januari 2019. Saat itu dia mendapatkan informasi soal proses jual-beli yang dilakukan sepihak oleh S.
Klien kami tidak pernah tanda tangan dan terima duit Rp 50 juta tahun 2006 saat perjanjian itu dibuat.
Saat Sukimin berdinas di Salatiga, rumah tersebut dihuni oleh ibunya, Rajinem dan suaminya. Proses kemudian bergulir dengan mediasi dengan pihak terkait dan pemerintah desa setempat. Namun hasilnya buntu.
Menurut dia, Sukimin tidak mempermasalahkan tanah, karena dari awal tanah dan bangunan itu kas desa. Namun yang dipermasalahkan adalah tanda tangan pemalsuan ini. "Kami melaporkan pemalsuan tanda tangan yang dilakukan S, biar nanti Polda DIY yang membuktikan, apakah tanda tangan itu asli atau tidak," ujarnya.
Sementara Sukimin selaku pelapot mengaku awalnya S mengontrak di rumah orang tuanya dan tidak dipungut bayaran selama-lamanya. Tapi hanya satu kamar saja karena perjanjian seperti itu.
Tetapi setalah orang tuanya meninggal pada 2010, pada Juli 2019 mendapat surat akte di bawah tanda tangan palsu yang diduga mengklaim seluruh tanah dan bangunan adalah milik terlapor S. Itu diketahui saat akan menempati rumah milik ibu angkatnya itu. "Setelah saya mau menempati rumah, baru saya disodorkan surat ini dan timbulah masalah," katanya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda DIY Komisaris Besar Polisi Yuliyanto saat dikonfirmasi mengatakan jika barang bukti memenuhi syarat laporan akan segera diproses. "Kalau memang melapor, penyidik akan menganalisis terlebih dahulu kalau cocok dan kuat, nanti laporan itu akan segera diproses," ucapnya. []
Baca Juga:
- Karyawati Jogja Palsukan Dokumen, Sikat Rp 120 Juta
- Cara Menangani Dokumen yang Rusak Akibat Banjir
- JR Saragih Tersangka Pemalsuan Ijazah SMA, Tiga Jaksa Menangani Perkaranya