Stasiun Tanah Abang dan Lima Stasiun Populer

Stasiun Tanah Abang adalah stasiun paling populer di Jakarta. Setiap hari stasiun ini nyaris padat penumpang pada jam sibuk.
Stasiun Jakarta Kota. (Foto: Wikipedia)

Jakarta -  Stasiun Tanah Abang adalah stasiun paling populer di Jakarta. Setiap hari stasiun ini nyaris padat penumpang pada jam sibuk pergi dan pulang kerja. Mereka memilih transportasi kereta api (KA) karena harga tiket yang murah, aman dan cepat sampai tujuan. Maka tak heran bagi kaum komuter memilih KA sebagai sarana transportasi sehari-hari menuju tempat kerjanya.

Mungkin bagi penyuka transportasi KA belum banyak yang tahu bagaimana perkembangan sejarah stasiun KA dari masa ke masa. Kehadiran KA sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Sejumlah stasiun KA memiliki beragam arsitektur unik dan punya ciri khas. 

Berikut sejarah enam stasiun KA terpopuler di Jakarta

1. Stasiun Tanah Abang

Stasiun Tanah AbangStasiun Tanah Abang di Jalan Jatibaru, Jakarta Pusat. (Foto: Wikipedia)

Stasiun Tanahabang adalah stasiun kereta api kelas besar tipe A yang terletak di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Stasiun ini termasuk dalam Daerah Operasi 1 (Daop 1) Jakarta.

Peresmian stasiun ini dilakukan pada 1889 oleh perusahaan kereta api Hindia Belanda yang bernama Staatsspoorwegen Westerlijnen (SS-WL). Stasiun ini berada di sebelah timur Kanal Banjir Barat dan di selatan Jembatan Layang Kalibaru. 

Bangunan asli stasiun ini telah dibongkar dan digantikan dengan bentuk bangunan berlantai dua seperti sekarang ini serta dilengkapi jembatan penyeberangan penumpang dan eskalator.

Stasiun ini memiliki enam jalur dengan jalur 2, 3, 5, dan 6 sebagai sepur lurus. Stasiun ini juga dilengkapi dipo lokomotif yang terdapat di sebelah timur laut stasiun dan terhubung langsung dengan jalur 1.

Letak stasiun yang berada di timur Kanal Banjir Barat membuat stasiun ini merupakan salah satu stasiun kereta api di Jakarta yang sering langganan banjir ketika musim hujan.

2. Stasiun Jakarta Kota

Stasiun Jakarta KotaStasiun Jakarta Kota. (Foto: Wikipedia)

Stasiun Jakarta Kota  adalah stasiun kereta api kelas besar tipe A yang terletak di Kelurahan Pinangsia, kawasan Kota Tua, Jakarta. Stasiun ini merupakan stasiun terbesar yang berada dalam pengelolaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop 1) Jakarta dan merupakan satu dari sedikit stasiun di Indonesia yang bertipe terminus dalam perjalanan awaldan akhir kereta yang tidak memiliki jalur lanjutan lagi.

Awalnya, stasiun ini memiliki dua belas jalur kereta api dengan jalur 4 dan 5 sebagai sepur lurus jalur ganda dari dan ke arah Kampung Bandan Bawah-Pasar Senen-Jatinegara, jalur 8 dan 9 sebagai sepur lurus jalur ganda dari dan ke arah Kampung Bandan Atas-Tanjung Priok, serta jalur 11 dan 12 sebagai sepur lurus jalur ganda layang dari dan ke arah Gambir-Manggarai. 

Jalur 1 untuk peron untuk digunakan sebagai ruang tunggu penumpang KRL Bandara Soekarno-Hatta. Di sebelah timur laut stasiun ini terdapat dipo kereta yang terhubung langsung dengan jalur 10.

Stasiun ini dikenal pula dengan sebutan Stasiun Beos. Walaupun stasiun ini bernama Stasiun Jakarta Kota semenjak berdiri, stasiun ini lebih dikenal dengan sebutan Stasiun Kota. Nama Stasiun Kota juga dapat merujuk kepada Stasiun Surabaya Kota.

Keberadaan Stasiun Jakarta Kota ditetapkan sebagai cagar budaya. Selain bangunannya kuno, stasiun ini merupakan stasiun tujuan terakhir perjalanan KA.

Sejak 9 Februari 2017, Stasiun Jakarta Kota hanya melayani perjalanan KRL dari dan menuju daerah-daerah Jakarta dan sekitarnya. Antara lain Tanjung Priok via Kampung Bandan Atas, Jatinegara via Kampung Bandan Bawah, Manggarai, Tanah Abang, Depok, Bogor, dan Bekasi-Cikarang via Manggarai atau Pasar Senen.

Stasiun Jakarta KotaStasiun KA Jakarta Kota atau Beos (1972). (Foto: Istimewa)

Stasiun Jakarta Kota kesohor dengan sebutan Stasiun Beos. Hanya saja mungkin hanya sedikit warga Jakarta yang tahu apa arti Beos yang ternyata memiliki banyak versi.

Pertama, nama Beos mengacu pada nama stasiun Batavia BOS Bataviasche Oosterspoorweg Maatschapij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur), yang berada pada lokasi yang sama sebelum dibongkar. 

Perusahaan ini adalah sebuah perusahaan kereta api swasta yang menghubungkan Batavia dengan Kedunggedeh. Versi lain, Beos berasal dari kata Batavia En Omstreken, yang artinya Batavia dan sekitarnya, yang berasal dari fungsi stasiun sebagai pusat transportasi kereta api yang menghubungkan Kota Batavia dengan kota lain seperti Bekassie (Bekasi), Buitenzorg (Bogor), Parijs van Java (Bandung), Karavam (Karawang), dan lain-lain.

Sebenarnya, masih ada nama lain untuk Stasiun Jakarta Kota ini, yakni Batavia Zuid yang berarti Stasiun Batavia Selatan. Nama ini muncul karena pada akhir abad ke-19, Batavia sudah memiliki lebih dari dua stasiun kereta api. Salah satunya adalah Stasiun Batavia Noord (Batavia Utara) yang terletak di sebelah selatan Museum Sejarah Jakarta sekarang. 

Batavia Noord pada awalnya merupakan milik perusahaan kereta api Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij, dan merupakan terminus untuk jalur Batavia-Buitenzorg. Pada tahun 1913 jalur Batavia-Buitenzorg ini dijual kepada pemerintah Hindia Belanda dan dikelola oleh Staatsspoorwegen. Pada waktu itu kawasan Jatinegara dan Tanjung Priok belum termasuk gemeente Batavia.

Awalnya, Batavia Zuid dibangun sekitar tahun 1887, kemudian ditutup pada tahun 1926 untuk direnovasi menjadi bangunan yang kini ada. Selama stasiun ini dibangun, kereta-kereta api menggunakan stasiun Batavia Noord. Sekitar 200 meter dari stasiun yang ditutup ini dibangunlah Stasiun Jakarta Kota yang sekarang. 

Pembangunannya selesai pada 19 Agustus 1929 dan secara resmi digunakan pada 8 Oktober 1929. Acara peresmiannya dilakukan secara besar-besaran dengan penanaman kepala kerbau oleh Gubernur Jendral jhr. A.C.D. de Graeff yang berkuasa pada Hindia Belanda pada 1926-1931.

Stasiun Beos merupakan karya besar Ghijsels yang dikenal dengan ungkapan Het Indische Bouwen yakni perpaduan antara struktur dan teknik modern barat dipadu dengan bentuk-bentuk tradisional setempat. Dengan balutan art deco yang kental, rancangan Ghijsels ini terkesan sederhana meski bercita rasa tinggi. Sesuai dengan filosofi Yunani Kuno, kesederhanaan adalah jalan terpendek menuju kecantikan.

3. Stasiun Gambir

Stasiun GambirStasiun Gambir tahun 1939 setelah direnovasi dengan arsitektur art deco. (Foto: Wikipedia)

Salah satu stasiun yang terbesar di Jakarta adalah Stasiun Gambir. Stasiun kelas besar tipe A ini terletak di Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, tepatnya di sebelah timur Monumen Nasional (Monas) serta terhubung akses jalan menuju Monas. 

Stasiun ini direnovasi pada dasawarsa 1930-an dengan nama Stasiun Koningsplein dan direnovasi secara besar-besaran menjadi stasiun jalur layang pada 1990-an. Stasiun yang terletak pada ketinggian 16 meter ini termasuk ke dalam Daerah Operasi 1 (Daop 1) Jakarta. Stasiun ini memiliki empat jalur kereta api dengan jalur 2 dan 3 sebagai sepur lurus.

Stasiun ini melayani transportasi kereta api kelas eksekutif dan campuran dari dan menuju kota-kota penting dan utama di pulau Jawa. KRL Commuter Line tidak berhenti melayani naik turun penumpang di stasiun ini sejak pertengahan tahun 2012. Sedangkan untuk kereta api kelas ekonomi, bisnis, serta sebagian perjalanan KRL ditambah KA Gumarang dan KA Senja Utama Solo dilayani di Stasiun Pasar Senen. Di Stasiun Gambir tersedia pula bus DAMRI yang salah satu rutenya menuju Bandara Soekarno-Hatta.

4. Stasiun Manggarai

Stasiun ManggaraiStasiun Manggarai. (Foto: Wikipedia)

Stasiun Manggarai  juga masuk kategori stasiun kereta api kelas besar tipe A. Stasiun ini terletak di Manggarai, Tebet Jakarta Selatan. Stasiun ini termasuk dalam Daerah Operasi 1 (Daop 1) Jakarta dan merupakan stasiun kereta api terbesar di DKI Jakarta.

Stasiun ini hanya melayani KRL Commuter Line tujuan Bogor, Depok, Jatinegara, Jakarta Kota, dan Bekasi. Letak stasiun berada di persimpangan tujuh: ke Jatinegara, Jakarta Kota, Tanah Abang, Bogor, dipo KRL Bukit Duri, Pengawas Urusan Kereta, serta Balai Yasa Manggarai.

Stasiun Manggarai mempunyai 10 jalur kereta api. Tujuh jalur digunakan untuk pemberhentian KRL Commuter Line. Sedangkan tiga sisanya digunakan untuk langsiran menuju Pengawas Urusan Kereta, Dipo Bukit Duri, maupun ke Balai Yasa Manggarai. 

Jalur 1 dan 2 digunakan untuk pemberhentian KA Commuter Line Jakarta Kota–Bekasi dan KA Commuter Loopline. 

Jalur 3 dan 4 digunakan sebagai sepur lurus untuk kereta api jarak jauh serta untuk pemberhentian KA Commuter Line Jakarta Kota–Bekasi. Jalur 5, 6, dan 7 digunakan untuk pemberhentian KA Commuter Line Jakarta Kota–Bogor dan KA Commuter Loopline.

Saat ini stasiun tersebut sudah menmiliki underpass seperti di Stasiun Pasar Senen, supaya memudahkan untuk mencapai peron dan tak ketinggalan kereta api. Tidak ada kereta api jarak jauh berhenti di stasiun ini, kecuali jika terjadi persilangan atau persusulan antarkereta api.

Wilayah Manggarai sudah dikenal sejak abad ke-17. Dulu, merupakan tempat tinggal dan pasar budak asal Manggarai, Flores, kemudian berkembang menjadi Gementee Meester Cornelis.

Stasiun ManggaraiStasiun Manggarai tempo dulu. (Foto: Istimewa)

Meskipun jalur Batavia-Buitenzorg dibangun oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) pada tahun 1873, di daerah ini baru dibangun stasiun Manggarai pada tahun 1914 dan selesai 1 Mei 1918.

Tidak ada perubahan yang berarti pada gedung stasiun ini sejak dibangun. Pada saat diresmikan, bangunan ini sebenarnya belum selesai secara keseluruhan. Atap besi tidak dapat didatangkan karena meletusnya Perang Dunia I. 

Sejak 1913, Staatsspoor en Tramwegen (SS, dulu Staatsspoorwegen) menguasai seluruh jalur KA di Batavia dan Meester Cornelis. SS kemudian menata ulang jalur KA di kedua kotapraja tersebut, antara lain membongkar stasiun Bukitduri (dipo KRL saat ini) eks-NIS dan membangun stasiun baru di Manggarai. 

Pembangunan dipimpin oleh arsitek Belanda bernama Ir. J. van Gendt. Ia juga mengarsiteki sekolah pendidikan perkeretaapian dan rumah-rumah dinas pegawai di sekitar kompleks stasiun.

Stasiun ini menjadi saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia yakni pada tanggal 3 Januari 1946. Kereta luar biasa (KLB) mengangkut rombongan Presiden Soekarno ke Kota Yogyakarta. Di sini, berbagai persiapan sangat rahasia dilakukan. Deretan gerbong barang ditaruh pada jalur 1. Sekitar pukul tujuh malam, KLB melintas sangat perlahan dari arah Pegangsaan melalui jalur 4.

5. Stasiun Jatinegara

Stasiun Jatinegara BelandaStasiun Jatinegara pada masa Hindia Belanda. (Foto: Wikipedia)

Stasiun Jatinegara  adalah stasiun kereta api kelas besar tipe A yang terletak di perbatasan antara Jatinegara dan Matraman, persisnya di Kelurahan Pisangan Baru, Matraman, Jakarta Timur. 

Stasiun ini termasuk dalam Daerah Operasi 1  (Daop 1) Jakarta. Stasiun ini merupakan stasiun bertemunya tiga jalur, yaitu jalur ke Pasar Senen, jalur ke Manggarai, dan jalur ke Bekasi yang setiap harinya dilewati seratusan kereta api. 

Stasiun ini memiliki lima jalur kereta api dengan jalur 1 dan 2 sebagai sepur lurus ditambah satu jalur yang terhubung dengan dipo lokomotif yang terletak di sebelah barat laut stasiun.

Sebagai stasiun penghubung ke luar Jakarta, Stasiun Jatinegara dilintasi semua KA ke berbagai kota di Pulau Jawa. Kecuali tentu saja ke arah Banten dan Bogor yang dilayani KRL. 

Saat ini hampir semua KA jarak jauh dan menengah yang datang menuju Jakarta berhenti untuk menurunkan penumpang di stasiun ini. Kecuali KA dengan rangkaian panjang KA Gumarang, KA Kertajaya, dan KA Tawang Jaya karena rangkaiannya tidak tercukupi peron stasiun ini.

Ditambah KA Pangandaran rute Banjar-Bandung-Gambir PP, dan KA Lokal Cilamaya atau Walahar dan Lokal Jatiluhur. Sementara itu, untuk arah sebaliknya tidak ada KA jarak jauh dan menengah yang berhenti untuk menaikkan penumpang, kecuali jika akses jalan penumpang menuju Stasiun Gambir.

Stasiun JatinegaraStasiun Jatinegara tahun 2007. (Foto: Wikipedia)

Pada awalnya Jatinegara bernama Meester Cornelis. Nama itu diangkat dari panggilan murid-murid kepada seorang guru yang mengajar, mendirikan sekolah, dan berkhotbah di kawasan tersebut, yakni Cornelis Senen. 

Nama itu kemudian diubah menjadi Jatinegara pada masa pendudukan Jepang karena Jepang tidak mau ada istilah Belanda. Nama Jatinegara berarti "Negara Sejati". Sebutan itu dari Pangeran Jayakarta yang terlebih dahulu mendirikan perkampungan Jatinegara Kaum. Kampung ini didirikan setelah Belanda menghancurkan Keraton Sunda Kelapa dan berada di antara Rawamangun dan Pasar Klender.

Stasiun Jatinegara berdiri 1910 dan diperkirakan dirancang oleh arsitek Ir. S. Snuyf, kepala sementara Biro Perancang Departemen Pekerjaan Umum. Kota Meester Comelis, terletak di kedua sisi Sungai Ciliwung, merupakan kotapraja yang mandiri sejak tahun 1935. 

Pada mulanya stasiun ini dinamakan Rawa Bangke sebutan untuk rawa-rawa yang terletak di dekatnya, yang tampaknya juga memisahkan stasiun NIS Meester Cornelis dan seberang sungai. Stasiun lama BOS berbentuk lebih kecil dari stasiun lama NIS Weltevreden, terletak lebih ke arah barat dan masih sempat berfungsi sebagai kantor dinas selama beberapa waktu.

Pada awalnya S. Snuyff (SS) bermaksud untuk membangun stasiun yang besar untuk persinggahan kereta api menuju Bandung. 

Harapannya adalah bahwa penumpang dari Weltevreden akan memilih stasiun ini daripada Stasiun Kemayoran, yang ketika itu adalah stasiun SS yang paling utama, tapi tidak bersifat permanen. Pengambilalihan jalur NIS ke Bogor, yang sedianya dibatalkan tetapi masih memungkinkan perbaikan struktural dan tetap dipertahankan sehingga rencana tersebut tidak dipertimbangkan lebih lanjut. 

Walau begitu, kebutuhan akan sesuatu stasiun yang luas masih dirasakan karena Meester akan menjadi stasiun penghubung yang penting sebagai rangkaian yang baru ke stasiun Weltevreden dan jalur yang ada ke Tanjung Priok melalui Pasar Senen. 

Perluasan kota Batavia tetap mengarah terus ke Meester Comelis. Stasiun baru ini dalam perencanaan diusahakan memiliki ciri pedesaan Belanda, tapi juga disesuaikan untuk daerah tropis. Tampaknya usaha itu berhasil.

6. Stasiun Pasar Senen

Stasiun Pasar SenenStasiun Pasar Senen. (Foto: Wikipedia)

Stasiun Senen adalah stasiun kereta api kelas besar tipe A. Terletak di Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, dekat Gelanggang Remaja Planet Senen dan pusat perbelanjaan Pasar Senen.

Stasiun ini masuk Daerah Operasi I (Daop 1) Jakarta. Stasiun ini dibangun pada tahun 1916 dan diresmikan pada tanggal 19 Maret 1925. Stasiun ini memiliki enam jalur kereta api dengan jalur 3 dan 4 sebagai sepur lurus.

Stasiun ini melayani kereta api penumpang kelas bisnis dan ekonomi dari dan tujuan kota-kota penting dan utama di Pulau Jawa ditambah beberapa kereta kelas campuran dan juga sebagian perjalanan KRL dan CommuterLine. Sedangkan kedatangan dan keberangkatan kereta api penumpang kelas eksekutif dan sebagian besar kelas campuran.

Nama stasiun kereta api ini berasal dari sebuah pasar yang berada dekat dengan stasiun ini, yaitu Pasar Senen. Dinamakan Pasar Senen karena pasar ini hanya buka pada hari Senin. Didirikan oleh Pemerintah Kolonial pada tahun 1733 untuk menghidupkan perekonomian masyarakat Weltevreden yang kelak menjadi Gambir, Jakarta Pusat.

Stasiun Pasar SenenStasiun Pasar Senen pada tahun 1924. (Foto: Wikipedia)

Pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Van der Parra, Pasar Senen semakin ramai sehingga buka setiap hari. Banyak pedagang Tionghoa yang membuka usahanya di pasar ini. Semenjak kemerdekaan hingga 1975, Pasar Senen terus dikembangkan sebagai pusat perdagangan Senen dan telah menjadi tulang punggung perekonomian Jakarta pada masa itu.

Mulanya stasiun ini berstatus sebagai perhentian kecil yang dioperasikan oleh Bataviasche Oosterspoorweg Maatschappij pada sekitar tahun 1894. Pada tahun 1916, Staatsspoorwegen yang telah mengambil alih jalurnya membangun Stasiun Pasar Senen yang besar dan selesai dibangun pada tanggal 19 Maret 1925. 

Bangunan stasiun ini diarsiteki oleh J. van Gendt, dengan gaya arsitektur Neo-Indische. Karakter vernakularnya sangat menonjol, dapat dilihat dari atap limasan yang mendominasi dengan ditambahkan atap teritisan di atas pintu masuk hall untuk melindungi bangunan dari rembesan air hujan, dan jika dilihat dari luar terlihat seperti bangunan dengan dua lantai. Pintu-pintunya bergaya Romantik dengan balutan konsol atap yang diekspos.

Stasiun ini menjadi populer karena selalu didatangi oleh kaum pemudik yang hendak menggunakan jasa angkutan kereta api ke berbagai jurusan di Pulau Jawa. Agar pengaturan penumpang lebih nyaman, pihak Daop 1 Jakarta menyediakan pintu-pintu yang terpisah menurut jenis keretanya, yakni untuk kereta api jarak jauh dan untuk KRL Commuter Line. Selain itu, disediakan pula terowongan bawah tanah yang menghubungkan peron jalur 1 dengan 3 dan jalur 4 dengan 6. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Harga Emas Antam di Pegadaian, Rabu 22 Juni 2022
Harga emas Antam hari ini di Pegadaian, Rabu, 22 Juni 2022 untuk ukuran 1 gram mencapai Rp 1.034.000. Simak rincian harganya sebagai berikut.