Sri Mulyani: UU Cipta Kerja Loloskan RI dari Middle Income Trap

Menkeu Sri Mulyuani mengutarakan adanya UU Cipta Kerja mampu meloloskan Indonesia dari middle income trap.
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto: Tagar/Instagram/smindrawati)

Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa adanya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja mampu membuat Indonesia lolos dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap. Ini lantaran undang-undang tersebut memberikan regulasi yang sederhana dan efisien.

"Menjadi negara yang efisien, memiliki regulasi yang simple, dan memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat untuk bisa berusaha secara mudah," kata Sri Mulyani dalam Ekspo Profesi Keuangan secara virtual di Jakarta, Senin, 12 Oktober 2020.

Indonesia memiliki target untuk lolos middle income trap dengan bonus demografi yang ada. 

Menurut Sri Mulyani, Omnibus Law Cipta Kerja yang memasukkan perpajakan sebagai salah satu klaster, akan memberikan insentif guna Indonesia bisa meningkatkan produktivitas, kreativitas, dan inovasi. "Karena kalau berbicara middle income trap, di situlah letaknya, efisiensi birokrasi, regulasi yang seharusnya disederhanakan," ucapnya.

Pembebasan pajak penghasilan (PPh) atas dividen yang didapatkan dari dalam dan luar negeri menjadi salah satu insentif perpajakan yang tercatat di UU Cipta Kerja.

Dalam konferensi pers pada Rabu, 7 Oktober 2020, Sri Mulyani memaparkan bahwa dividen yang berasal dari luar negeri oleh pemilik Indonesia akan dibebaskan dari pajak jika ditanamkan dalam bentuk investasi ke dalam negeri. Selain itu, dalam UU Cipta Kerja terdapat ketentuan yakni dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit sebesar 30 persen dari laba setelah pajak.

Kemudian, dividen dari badan usaha luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek harus diinvestasikan sesuai proporsi kepemilikan saham yang diinvestasikan di Indonesia kurang dari 30 persen dari jumlah laba setelah pajak di Indonesia.

Menkeu Sri Mulyani juga menepis jika klaster perpajakan dalam UU Cipta Kerja dikatakan muncul begitu saja. Menurut dia, ini sudah melalui pembahasan pemerintah dan DPR yakni komisi dan badan legislasi.

Kata dia, ada pun beberapa aturan dalam Omnibus Law Perpajakan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 terkait penanganan sistem keuangan dampak Covid-19. Pajak penghasilan (PPh) badan yang diturunkan menjadi 22 persen dari 25 persen mulai 2020-2021 menjadi salah satu yang tercatat dalam aturan tersebut.

Selain itu, juga pajak pertambahan nilai (PPN) dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) terutama penunjukan subjek pajak luar negeri (SPLN). Sejumlah aturan yang tak masuk dalam UU Nomor 2 tahun 2020, dimasukkan dalam UU Cipta Kerja lantaran aturan ini juga memberikan kemudahan dalam investasi.

Sebelumnya, senada dengan Menkeu Sri Mulyani, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan UU Cipta Kerja ini bertujuan untuk menyederhanakan, sinkronisasi, dan memangkas regulasi yang begitu banyak atau obesitas. Menurutnya, ini bisa menghambat penciptaan lapangan pekerjaan.

"Kemudian, kita ketahui bahwa Indonesia memiliki target untuk lolos middle income trap dengan bonus demografi yang ada, yang kita miliki saat ini sehingga golden moment ini kita tidak kesampingkan, karena ini adalah momentum bagi Indonesia, apalagi saat sekarang kita sudah masuk dalam upper middle income country," kata Airlangga dalam konferensi pers virtual di Gedung Kemenko Perkonomian, Jakarta Pusat, Rabu, 7 Oktober 2020. []

Berita terkait
Sri Mulyani: Belanda Wariskan Perekonomian Rusak dan Utang
Sri Mulyani mengatakan, Belanda tidak hanya mewariskan perekonomian yang rusak, melainkan juga beban utang kepada Indonesia.
Sri Mulyani: Perlu Semangat Tinggi Pulihkan Perekonomian RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, perlu semangat tinggi untuk memulihkan perekonomian Indonesia dari dampak Covid-19.
Perbandingan Pesangon UU Cipta Kerja dengan Negara Lain
Hak besaran pesangon untuk pekerja atau buruh yang terkena pemutusan hubngan kerja (PHK) dalam UU Cipta Kerja menuai kritikan tajam.