Soal Papua, TNI dan Polri Diapresiasi Analis Politik

Penanganan tindakan anarkis dalam unjuk rasa Papua yang dilakukan oleh TNI dan Polri mendapat apresiasi analis politik Pangi Syarwi Chaniago.
Pangi Syarwi Chaniago (Foto: Tagar/Nuranisa Hamdan Ningsih)

Jakarta - Penanganan tindakan anarkis dalam unjuk rasa Papua yang dilakukan oleh TNI dan Polri mendapat apresiasi analis politik dari Voxpol Center Reseach & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago. 

Dia memuji langkah Polri dan TNI yang bertindak sigap mengatasi demo dan tindakan anarkis di sejumlah daerah di Papua sehingga kondisi Papua saat ini sudah semakin kondusif.

"Saya melihat demo dan kericuhan pada pekan lalu, kalau tidak cepat diatasi, maka kericuhan akan semakin melebar dan situasinya akan semakin mencekam," kata Pangi Syarwi Chaniago di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis, 5 September 2019.

Saya melihat demo dan kericuhan pada pekan lalu, kalau tidak cepat diatasi, maka kericuhan akan semakin melebar

Pangi mengatakan hal itu menanggapi pernyataan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang menyebut adanya beberapa kelompok di balik aksi demo dan tindakan anarkis di Papua antara lain, Benny Wenda, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Komite Nasional Papua Barat ( KNPB).

Menurut Pangi, situasi di Papua kalau tidak cepat diatasi maka akan berubah menjadi huru-hara dan bahkan bisa terjadi pelanggaran HAM berat.

"Kalau hal ini sampai terjadi maka akan menjadi pintu masuk bagi kelompok-kelompok tertentu untuk mendesak agar PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) yang akan bersidang pada September ini, untuk mengagendakan situasi di Papua tidak kondusif. Tindakan rasisme yang dilakukan oknum tertentu hanya alat pemilu untuk mendorong situasi di Papua menjadi tidak kondusif," katanya.

Pangi menuturkan Papua adalah wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdaulat yang keberadaannya diakui oleh dunia internasional. 

"Karena itu, NKRI harus terus di jaga dan Papua selamanya dalam NKRI," ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Pangi juga mengimbau agar tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan para intelektual untuk memberikan pendidikan politik dan membangkitkan kembali nasionalisme di tanah Papua.

"Saya melihat pada aksi demo dan kerusuhan pada pekan lalu, ada upaya untuk memanfaatkan isu rasisme di Papua untuk diarahkan pada referendum. Namun, hal ini dapat segera diatasi oleh Polri dan TNI yang dukung lembaga intelijen," katanya.

Menurut Pangi, saat ini adalah waktu yang tepat bagi Pemerintah untuk melakukan evaluasi apa aja yang sudah dilakukan Pemerintah selama ini di Papua.

"Kalau masyarakat Papua ada yang mengatakan, bahwa mereka tidak butuh infrastruktur jalan raya, hal itu dapat dipahami," ucap Pangi.

Pangi menambahkan, mendekati masyarakat Papua, tidak selamanya dengan pendekatan atau cara pandang Jakarta, tapi harus juga dilakukan pendekatan dengan cara pandang kedaerahan.

"Masyarakat Papua terutama yang berada di perkampungan, lebih membutuhkan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perkembangan ekonomi rakyat," katanya.

Menurut dia, pemerintah pusat mendekati masyarakat Papua hendaknya dengan pendekatan musyawarah mufakat Pangi juga melihat, masyarakat di Papua tersebar dalam suku-suku yang berada di bawah komandu kepala suku. 

"Karena itu, perlu dicari solusi untuk figur yang dapat menjadi teladan dari kepada suku, sehingga dapat lebih mudah membangun kebersamaan di Papua," katanya. []

Berita terkait
Wiranto Sebut Masih Ada Provokator Kerusuhan di Papua
Menkopolhukam Wiranto mengakui masih ada provokasi untuk melakukan aksi anarkis di Papua dan Papua Barat.
Veronica Koman Bukan Akar Masalah Rasisme di Papua
Amnesty International Indonesia menyatakan masalah rasisme di Papua bukan karena Veronica Koman melainkan beberapa anggota TNI dan polisi.
Polisi Internasional Kejar Veronica Koman Soal Papua
Tersangka provokasi pengepungan Asrama Mahasiswa Papua berujung kericuhan di Papua Veronica Koman dikejar polisi kriminal internasional.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)