Jakarta - Pernyataan Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang juga Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Komisi III Arteria Dahlan menuai polemik di publik.
Pasalnya Arteria Dahlan mendorong agar Polisi, Hakim dan Jaksa sebagai simbol negara dalam penegakkan hukum di Indonesia tidak boleh di-OTT oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal ini pun menuai respons dari Pengamat Sosial-Politik dari Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa mengatakan hal ini untuk memotivasi KPK.
Keliru juga bila pemberantasan korupsi yang dilakukan melalui proses OTT dikecualikan pada penegak hukum sepertinya hukum Indonesia memberikan privilage kepada kelompok dan memicu pergeseran makna negara Indonesia adalah negara Hukum.
"Maksudnya Arteria Dahlan itu sebenarnya untuk lebih memotivasi KPK dalam mengembangkan metode konstruksi hukum terhadap pemberantasan korupsi, ini poinnya," ucap Herry Mendrofa melalui keterangannya, Jumat, 19 November 2021.
Menurut Direktur Eksekutif CISA tersebut, selama ini KPK lebih mengandalkan OTT dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
- Baca Juga: Cegah Tindak Pidana Korupsi melalui Sertifikasi Aset Pemda
- Baca Juga: Abraham Samad: Peraturan Baru KPK Bisa Jadi Peluang Korupsi
"Sejauh mana OTT ini efektif dalam pemberantasan korupsi perlu pendalaman dengan tuntas, jangan sampai OTT ini hanya menjadi instrumen yang pada akhirnya justru melemahkan fungsi KPK yang notabene lebih luas," kata Herry.
Sehingga Herry Mendrofa meminta agar KPK dalam memberantas korupsi mengembangkan inovasi pada setiap tahapan termasuk langkah persuasif.
"Korupsi ini kan lebih optimal jika mampu diminimalisasi dari tahap persuasif, KPK harus ambil momentum ini. KPK menguatkan inovasi pencegahan korupsi untuk menekan kecenderungan praktik koruptif di Indonesia. Hal ini lebih bermartabat dan antisipatif," ujarnya.
- Baca Juga: Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin Jadi Tersangka Korupsi
- Baca Juga: KPK: 214 dari 3.496 Napi Korupsi Dapat Remisi Umum
Namun, Herry juga menyanyangkan bahwa ada pejabat publik yang meminta penegak hukum tidak di OTT oleh KPK.
"Keliru juga bila pemberantasan korupsi yang dilakukan melalui proses OTT dikecualikan pada penegak hukum. Sepertinya hukum Indonesia memberikan privilage kepada kelompok dan memicu pergeseran makna negara Indonesia adalah negara Hukum. Tentunya ini tidak dibenarkan," ujar Herry. []