Kupang - Pemerintah masih bersikap gamang menghadapi organisasi Front Pembela Islam (FPI). Diperpanjangnya izin FPI menjadi indikasi Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi tak serius tangani persoalan ancaman intoleransi.
"Ini jelas tidak profesional dan pertanda Fachrul Razi dari lubuk hati yang paling dalam tidak serius menyelesaikan ancaman radikalisme dan intoleransi di negeri ini," kata Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia Petrus Selestinus kepada Tagar, Minggu, 1 Desember 2019.
Petrus sangat menyayangkan sikap Fachrul Razi. Sebagai Menag semestinya Fachrul Razi tahu bahwa mengubah ideologi sebuah ormas tidak mudah dan tidak mungkin hanya dengan surat pernyataan di atas materai Rp 6000.
"Ideologi tidak serta merta lenyap dalam sekejap dan dalam sekejap pula tumbuh kesetiaan kepada Pancasila. Padahal untuk mengubahnya itu pasti juga lewat forum tertinggi pengambilan keputusan, sesuai kaidah di internal FPI," jelas dia.
Ini jelas tidak profesional dan pertanda Fachrul Razi dari lubuk hati yang paling dalam tidak serius menyelesaikan ancaman radikalisme dan intoleransi di negeri ini.
Terlebih melihat sepak terjang FPI yang intoleran selama 15 tahun terakhir. Kelompok ini kerap melakukan tindakan anarkis dengan melakukan persekusi dan sweeping terhadap kelompok minoritas. Tindakan mereka melampaui tugas dan kewenangan aparat penegak hukum.
"Mestinya sikap pemerintah tidak hanya sekedar tidak memperpanjang izin, melainkan langsung bubarkan FPI sesuai dengan tuntutan publik," ujar dia lewat pesan WhatsApp.
Petrus mengatakan sejak 2017, seiring dengan bubarnya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), tuntutan FPI dibubarkan terus menggema. Realitas ini semestinya menjadi referensi bagi Fachrul Razi untuk tidak merekomendasikan perpanjangan izin FPI.
"Fachrul Razi justru tergoda dengan janji FPI mau mengubah visi dan misinya dan akan setia kepada Pancasila dan NKRI dengan sebuah surat pernyataan. Pertanyaannya siapa yang sedang dikadali? FPI, pemerintah atau publik," kata advokat Peradi tersebut.
Lebih lanjut, perlakuan terhadap FPI ini beda ketika pemerintah menangani HTI yang langsung dibubarkan. Sedangkan untuk FPI hanya sekadar janji untuk mendalami visi dan misi organisasi. Padahal sudah lima tahun visi dan misinya terdaftar di Kemendagri.
Ditambahkan, di akhir masa jabatan Presiden SBY, pemerintah dianggap telah menanam bom waktu dan memberikan karpet merah bagi ormas-ormas yang memperjuangkan khilafah. UU No 17 Tahun 2013 membuat negara tidak berdaya ketika hendak menindak ormas radikal dan intoleran yang berbasis khilafah.
Karena itu Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu No 2 Tahun 2017 yang mengubah UU No 17 Tahun 2013 tersebut. Dengan demikian sikap gamang Menag Facrul Razi terhadap FPI bertolak belakang dengan semangat Jokowi. []
Baca juga:
- Menag-Mendagri Saling 'Gocek' Terkait Izin FPI
- FPI Tantang Mendagri Diskusi NKRI Bersyariah
- Izin FPI Terganjal Karena Tak Cantumkan Pancasila