Siswa SD Sulap Botol Bekas Menjadi Face Shield

Jari jemari Jessica Adelia Putri begitu terampil mengubah limbah plastik, khususnya botol minuman. Jessica juga ingin menebar cinta lingkungan.
Siswa SDN Banyu Urip 3, Surabaya, Jessica Adelia Putri menunjukkan Face Shield yang dibuat dari bahan botol bekas. (Foto: Tagar/Haris D Susanto)

Surabaya - Tumpukan botol bekas, kain flanel, hingga lem menghiasi rumah di Jalan Putat Jaya Punden 1 Nomor 6 Surabaya. Tumpukan botol tersebut ternyata akan diubah menjadi Face Shield oleh siswa Sekolah Dasar (SD), Jessica Adelia Putri. 

Meski baru berusia 11 tahun, kreativitas Jessica mendaur ulang limbah botol menjadi Face Shield patut diacungi jempol.  

Aku kan ikut lomba di tunas hijau, gimana kalau buat face shield dari botol bekas, bisa ta mama?

Siswa kelas 5 ini pertama kali membuat face shield dari bahan daur ulang botol bekas setelah melihat video viral di sosial media. Di mana ada ibu-ibu di pasar yang terbalik menggunakan face shield.

Dari situ, Jessica berfikiran untuk membuat face shield. Namun, ia juga ingin memanfaatkan botol bekas yang banyak ditemui di rumahnya.

Alasan Jessica membuat face shield, karena adanya pandemi Covid-19. Menurutnya, anak-anak dikampungnya banyak yang menggunakan pelindung diri, tapi dengan berbahan mika dan harganya pun cukup mahal.

Setelah ide ini muncul, Jessica langsung meminta bantuan pada ibunya. Kebetulan, orang tuanya mengiyakan dan membantu membuat face shield dari bahan botol bekas.

"Aku kan ikut lomba di tunas hijau, gimana kalau buat face shield dari botol bekas, bisa ta mama?" Kata Jessica kepada ibunya waktu itu.

Setelah mendapat bimbingan dari ibunya, Jessica langsung mengerjakan semua face shield sendiri. Bahannya cukup sederhana, yakni botol bekas 1,5 liter, kardus, mika, lem, hingga kain flanel.

Dengan bahan itu, bocah yang bersekolah di SDN Banyu Urip 3, Surabaya langsung mencoba mengolahnya. Hanya butuh waktu 1 jam saja, Jessica bisa menyelesaikan sebuah face shield.

“Ya, awalnya tidak bisa. Tapi setelah diajari sama mama saya, akhirnya saya mencoba sendiri. Karena ide membuat face shield dari bahan daur ulang ini kan dari saya, sehingga saya sendiri juga harus bisa bikikn dong,” kata dia.

Selain itu, Jessica pun menjelaskan, bahwa dirinya merasa senang karena bisa membuat suatu karya epik di masa Pandemi Covid-19. Sehingga ia mengaku memiliki sebuah kebanggaan tersendiri, karena saat libur beberapa bulan terahir teman-temannya tak ada yang membuat suatu karya.

“Seneng banget, karena saya bisa membantu. Terus mengurangi sampah plastik juga. Apalagi setelah jadi, guru saya di sekolah juga langsung beli face shield buatan saya,” ujar dia.

Face Shield Limbah BotolFace Shield karya Jessica Adelia Putri dari bahan botol plastik bekas. (Foto: Tagar/Haris D Susanto)

Face Shield Dijual Rp 2.000

Tak hanya itu, sambil memamerkan face shield buatannya, Jessica bercerita bahwa ia membuat penutup wajah ini untuk membantu anak-anak disekitarnya. Bahkan bocah berambut panjang itu tak mematok harga mahal untuk satu buah face shield.

“Tujuan saya memang untuk membantu anak-anak sekitar, jadi satu face shield saya patok dengan harga Rp 2.000 saja. Tujuannya ya biar bisa dibeli oleh anak-anak,” tutur dia.

Harga Rp 2.000, menurut Jessica mendapatkan face shield berbahan botol bekas dengan sederhana. Pemesan juga bisa me-request dengan mencantumkan nama, meski harganya berbeda.

“Kalau tambah ada nama dan hiasan seperti bunga-bunga, harganya menjadi Rp 3.000 saja. Itu menurut saya juga tak mahal, dan masih bisa dijangkau oleh anak-anak,” jelas dia.

Bukan hanya itu, ia juga menjelaskan mengapa memilih menjual face shield dengan harga murah. Penjelasan Jessica, karena face shield yang dihasilkan terbuat dari bahan bekas, tentu tak layak apabila dipasarkan dengan harga mahal.

“Kan dari daur ulang bekas, kan tidak boleh dijual mahal, apalagi kan bahannya juga gampang. Lagian tujuannya dijual seperti itu kan agar bisa dibeli anak-anak,” ucap dia.

Meski menggunakan face shield dari bahan daur ulang atau botol bekas, Jessica mengaku sama sekali tak malu untuk memakainya. Bahkan ia kalau diajak ibunya keluar rumah, ia pun pasti memakai face shield bikinannya sendiri.

“Ngapain harus malu, setiap keluar saya juga selalu pakai face shield buatan saya. Terus tujuan saya memakainya juga untuk edukasi ke masyarakat, bahwa barang bekas juga bisa digunakan dan dijadikan karya epic,” tutur Jessica.

Face Shield Limbah BotolSiswa SDN Banyu Urip 3, Surabaya, Jessica Adelia Putri menunjukkan Face Shield yang dibuat dari bahan botol bekas. (Foto: Tagar/Haris D Susanto)

Buat Gaun, Masker hingga Tempat Pensil

Tak hanya kreatif membuat face shield, Jessica juga menunjukkan beberapa olahan tangan mungilnya dari bahan daur ulang botol bekas. Seperti gaun dan tempat pensil. Ia juga membuat masker saat pandemik Covid-19, namun bahan yang digunakan dari kain perca.

Gaun yang dibuat oleh Jessica ini dibuat untuk mengikuti lomba di Tunas Hijau. Serta ia juga mengaku baru sekali menggunakan gaun tersebut.

“Itu sebelum pandemi, bikin dari daur ulang botol, tapi selesai bikin pas pandemi,” 

Jessica menceritakan proses pembuatan gaun dari botol bekas juga membutuhkan waktu 1 bulan. Untuk membuatnya, dibutuhkan 100 botol bekas dengan ukuran 600 liter. Setelah itu juga ada bahan lain seperti plastik hingga lem untuk merekatkan semua bahan.

“Prosesnya satu bulan, dan dipakai waktu kampanye di kebun binatang, ini kan kampanye untuk nunjukin bahwa ini sampah, kadang kan orang lihat sampah kayak botol gini kan pasti dibuang. Dan saya ingin menunjukkan ini lho sampah yang bisa buat karya,” tambah dia.

Ke depan, Jessica juga berkeinginan membuat sofa dengan bahan utama botol bekas. Kemudian ditopang dengan sampah plastik dari bekas minuman sasetan.

Ide membuat karya sofa dari botol bekas ini, ia dapat karena untuk mengurangi sampah plastik setiap hari semakin banyak. Jessica berharap, sofa ini nantinya bisa menjadi awal untuk menjadi karya menjadi nilai jual, dan bisa dicontoh oleh masyarakat lain.

“Ke depan ingin bikin kursi meja dari bahan botol dan plastik, kursi eco break, jadi bahan botol bekas, terus nanti anakku minta bungkus kopi ke warkop dan diguntingi dimasukkan dalam botol dan nanti dibentuk saja kayak sofa. Dan atasnya kasih triplek,” tutur dia.

Tak ketinggalan, Jessica bermimpi bisa mengajak teman seumurannya untuk membuat karya yang bermanfaat untuk semua orang. Sekaligus bisa mengurangi sampah plasti di lingkungan tempat tinggalnya terlebih dahulu.

Namun, ia juga sudah merasa, tujuannya ini akan mendapatkan tantangan yang cukup berat. Sebab, anak seumuran dirinya pasti lebih mengedepankaan main, ketimbang mencintai lingkungannya. Meski demikian, Jessica mengaku tak akan mengendurkan mimpinya.

“Kedepannya mau mengajak anak-anak sini untuk bareng-bareng bikin karya semacam ini. Tapi saya yakin, pasti usaha yang saya lakukan ini juga akan berbuah,” kata Jessica.

Face Shield Limbah BotolSiswa SDN Banyu Urip 3, Surabaya Jessica Adelia Putri menunjukkan karyannya dari botol plastik bekas. (Foto: Tagar/Haris D Susanto)

Pernah Dibilang Pemulung

Jessica juga menceritakan memiliki pengalaman kurang mengenakkan saat pertama mengumpulkan sampah botol bekas dari rumah-rumah warga. Saat itu, ia dibilang kecil-kecil pemulung, tapi hal itu sama sekali tak ia hiraukan.

Bahkan, Jessica mampu meyakinkan warga sekitar rumahnya, dengan menunjukkan beberapa foto di Instagram-nya, yakni karya-karya botol bekas yang pernah ia sulap menjadi sebuah karya epic yang bermanfaat.

“Tapi kadang ada orang yang ngatain waktu mau ambil botol bekas, dikiranya mulung masih kecil. Tapi saya ya enggak peduli, saya tunjukin saja dengan hasil karya saya. Hal semacam itu juga sebagai tantangan saya,” ucap Jessica.

Hingga saat ini, Jessica sangat aktif untuk mengetuk pintu rumah-rumah warga di kampungnya. Usahanya untuk mengumpulkan sampah botol juga kini sudah tak sesuah dulu, karena sudah banyak yang tau bahwa dirinya bisa menyulap botol-botol bekas itu menjadi sebuah karya seperti Face Shield hingga gaun.

“Saat ini kadang ada warga yang menawarkan sendiri untuk meminta botol bekas dirumahnya diambil. Karena mereka sudah tau tujuan dan kegiatan saya dengan botol-botol bekas ini. Sehingga para warga yang dulu mengatakan say aitu sudah men-support dengan memberikan botol bekas tak terpakai di rumahnya,” ucap Jessica. []

Baca juga:

Berita terkait
Pandemi dan Ketulusan Hati Nur'ani di Yogyakarta
Seorang perempuan pemilik toko pakaian pengantin di Yogyakarta tidak menutup tokonya demi karyawan yang sudah bertahun-tahun membantunya.
Peluh Keringat Buruh Gendong Usia Senja di Yogyakarta
Perempuan-perempuan berusia senja itu begitu perkasa, menjadi buruh gendong bahkan buruh panggul di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Ini kisah mereka.
Warga Bukittinggi Ditemukan Tewas di Dapur
Seorang pria di Bukittinggi ditemukan tewas di dapur rumahnya dalam posisi duduk tertelungkup.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.