Sertifikasi Halal Dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI

Minuman dan makanan halal sangat penting bagi umat Islam sehingga pemerintah mengeluarkan UU sertifikasi halal ditangani Kementerian Agama RI
Label Halal MUI. (Foto: halalcornenr)

Oleh: Syaiful W. Harahap

Selain makanan sehat banyak orang yang mencari makanan halal, tapi ini pun tidak jaminan bagi yang alergi karena makanan halal bisa ‘haram’ jika menimbulkan penyakit. Salah satu langkah yang ditempuh untuk menyiapkan makanan sehat dan halal adalah dengan label halal.

Undang-undang tentang sertifikasi halal yaitu UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tanggal 17 Oktober 2014. Antara lain mengatur lembaga yang menerbitkan label halal yaitu Kementerian Agama RI melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Lemak Babi

Kewajiban untuk mencantumkan label halal pada minuman dan makanan diatur di Pasal 67 ayat 1: "Kewajiban bersertifikat halal bagi Produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mulai berlaku 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan."

Di banyak negara yang penduduknya tidak mayoritas Muslim juga menyediakan makanan dengan label halal. Maka, amatlah wajar kalau kemudian label halal jadi penting artinya karena menghargai hak pemeluk Islam untuk menikmati sajian yang halal. Berdasarkan UU tsb. maka tanggal 16 Oktober 2019 semua produk minuman dan makanan wajib mencantumkan label halal yang dikeluarkan Kemenag RI. Tapi, masih ada pengecualian seperti yang diatur di Pasal 67 ayat 2: "Sebelum kewajiban bersertifikat halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku, jenis Produk yang bersertifikat halal diatur secara bertahap."

Salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk menjamin hak warga Muslim mendapatkan produk minuman dan makanan yang halal adalah dengan pemberian label sertifikat halal bagi produk minuman dan makanan. Halal tidak hanya semata-mata minuman dan makanan terhindar dari zat-zat yang secara eksplisit diharamkan dalam Alquran, tapi juga minuman dan makanan yang diolah dan mempunyai kandungan zat-zat yang tergolong haram seperti bagian-bagian tubuh manusia, babi dan najis.

Label halal di Indonesia bermula ketika ada isu 'lemak babi' tahun 1998 dan penyedap rasa (MSG) yang disebut tercemar enzim babi pada tahun 2000.

Isu minuman dan makanan yang tidak halal mengguncang perekonomian nasional karena berdampak terhadap pemasaran dan harga saham perusahaan yang memproduksi minuman dan makanan tsb. di bursa efek. Bertolak dari kasus ini pemerintah pun meminta agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut meredakan gejolak isu lemak babi dan enzim babi pada bahan minuman dan makanan.

Alm. Gus Dur, mantan Presiden RI Ke-4 Abdurraham Wahid, memberikan gambaran soal isu enzim atau lemak babi pada produk minuman dan makanan. Gus Dur memberikan contoh tentang buah-buahan yang akarnya dikencingi atau dikotori anjing dan babi. Apakah buahnya haram? Tentu saja tidak.

Mengandung Babi

Seperti halnya produk minuman dan makanan lemak dan enzim babi dipakai di hulu untuk proses produksi, sedangkan pada hasil yaitu minuman, makanan dan obat-obatan tidak terdeteksi enzim dan lemak babi.

Tapi, karena urusan babi ini jadi soal besar maka MUI mendirikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM) pada tanggal 6 Januari 1989. Badan ini akan menjalankan fungsi untuk memeriksa kehalalan minuman dan makanan yang beredar di Indonesia dengan memberikan sertifikat halal untuk minuman dan makanan yang lolos uji kehalalan.

Pendirian LPPOM MUI itu sebenarnya bukan yang pertama terkait dengan kehalalan minuman dan makanan karena pada tahun 1996 Menteri Kesehatan RI, waktu itu Prof Dr GA Siwabessy, menerbitkan SK Menteri Kesehatan No. 280/Men.Kes/Per/XI/1976 tanggal 10 November 1976 tentang Ketentuan Peredaran dan Penandaan pada Makanan yang Mengandung Bahan Berasal dari Babi. Cuma, SK ini tidak mengharuskan label halal, tapi pada semua makanan dan minuman yang mengandung unsur babi harus ditempelkan label bertuliskan "mengandung babi" dan ada gambar seekor babi utuh berwarna merah di atas dasar putih.

Tidak ada laporan tentang pelaksanaan pencantuman tulisan "mengandung babi" pada produk minuman dan makanan. Tahun 1985 ada Surat Keputusan Bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Agama No. 427/Men.Kes/SKB/VIII/1985 dan No. 68 tahun 1985 tentang Pencantuman Tulisan "Halal" pada Label Makanan tanggal 12 Agustus 1985.

Pencantuman label halal berdasarkan laporan produsen tentang komposisi bahan dan proses pengolahan ke Depkes. Diawasi oleh Tim Penilaian Pendaftaran Makanan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Depkes dan unsur dari Departemen Agama. MUI sendiri disebutkan terlibat dalam labelisasi halal setelah LPPOM terbentuk.

Tidak jelas juga hasilnya karena tahun 2000 masyarakat kembali geger ketika ada isu yang beredar tentang enzim babi pada salah satu merek penyedap rasa. Pemerintah pun kemudian mendorong MUI menangani label halal untuk menangkal isu lemak dan enzim babi melalui sertifikasi halal.

Auditor Halal

Dengan jumlah penduduk mayoritas Islam adalah hal yang masuk akal kalau kemudian label halal jadi tuntutan dan kebutuhan karena syariat Islam sangat ketat dalam mengatur kehalalan minuman dan makanan. Selama ini label atau sertifikasi halal dikeluarkan oleh MUI.

Karena menyangkut jaminan kehalalan berdasarkan syariat Islam bagi penduduk, khususnya yang beragama Islam, tentulah sertifikasi halal paling pas dikeluarkan oleh lembaga yang ada dalam jajaran pemerintahan dengan pengawasan dan dukungan badan-badan lain di luar pemerintahan.

Maka, dengan terbitnya UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, maka yang menerbitkan label halal adalah Kementerian Agama RI melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Organisasi BPJPH langsung di bawah Menteri Agama yang diatur melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2014 tanggal 17 Oktober 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama. Memang, seyogiyanya label halal diterbitkan oleh instansi pemerintah bukan oleh institusi di luar pemerintah karena menyangkut tanggung jawab moral dan hukum.

Kemenag pun menyosialisasikan UU No 42/2014 BPJPH melalui berbagai kegiatan. Melalui UU ini MUI berperan sebagai pihak yang memberikan rekomendasi ke BPJPH berupa lolos uji minuman dan makanan yang diuji yang diserahkan oleh BPJPH. Sidang fatwa MUI yang melibatkan pakar dan instansi terkait akan menentukan apakah produk yang diserahkan oleh BPJPH ke MUI memenuhi syarat halal berdasarkan uji laboratorium oleh auditor halal yang telah disertifikasi.

Jika memenuhi syarat, maka BPJPH akan menerbitkan sertifikat halal, sebaliknya kalau hasil sidang fatwa MUI menyebutkan tidak memenuhi syarat maka BPJPH akan menolak pemberian sertifikat halal.

Prosedur dan proses sertifikasi halal yang dijalankan oleh BPJPH terukur dan transparan. Bahkan, pendaftaran dan pembayaran biaya akan dilakukan secara online. Waktu yang diperlukan di tingkat auditor halal 5 hari kerja, sidang fatwa MUI 30 hari kerja dan proses pemberikan sertifikat di BPJPH 7 hari kerja.

Label halal jadi tuntutan umat Muslim dan kewajiban bagi produsen mencantumkan label halal yang dikeluarkan oleh BPJPH, Kementerian Agama RI. []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Tujuh Bahan Makanan Pokok di Dunia
Selain nasi, terdapat beberapa komoditas pangan yang digunakan sebagai makanan pokok, seprti biji-bijian, kacang, hingga umbi-umbian.
Lima Makanan Khas di Indonesia yang Terancam Punah
Sejumlah aragam kuliner atau makanan lokal khas Indonesia, kini justru terancam punah.
Enam Makanan Sedap Disantap Saat Musim Hujan
Cuaca yang cenderung dingin, membuat tubuh lebih mudah lapar, sehingga makanan yang hangat menjadi pilihan.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.