Seragam Keraton Agung Sejagat Meniru Sultan Brunei

Permaisuri Keraton Agung Sejagat datang ke rumah Wahyu Agung Santoso, membawa foto Raja Brunei, meminta dibuatkan baju serupa dalam jumlah banyak.
Pemilik Putro Moelyono Drum Band, Wahyu Agung Santosa (kaos putih), bersama rekannya, Kamis, 30 Januari 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Bantul - Keraton Agung Sejagat mengucurkan dana hingga Rp 267 juta untuk membuat seragam kerajaan, meski akhirnya seragam itu hanya digunakan selama beberapa hari saja sebelum pimpinannya ditetapkan sebagai tersangka. Seragam untuk pasukan kerajaan itu dibuat oleh tangan-tangan terampil di Sonosewu, Dusun 6, Sanggrahan, Desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Beragam pakaian tergantung rapi dalam etalase kaca setinggi kurang lebih dua meter. Model dan warna serta ukurannya berbeda satu sama lain. Mulai dari kemeja ukuran dewasa berwarna merah dengan rumbai-rumbai, hingga kemeja anak dengan warna yang sama.

Di dalam etalase itu, juga tergeletak beberapa drum serta peralatan drum band, serta semacam umbul-umbul bertuliskan Akpol, dan beberapa aksesoris yang biasa digunakan untuk pelengkap kostum drum band. Tidak jauh dari etalase itu, satu manekin berbentuk manusia, berdiri mengenakan setelan kostum drum band, lengkap dengan topi hitam berpadu merah.

Di luar rumah, matahari belum juga berada tepat di atas kepala, tapi panas sinarnya cukup mampu menyengat kulit. Beberapa pria duduk santai di halaman rumah yang cukup teduh, berteman beberapa cangkir kopi. Sebagian dari para pria itu adalah karyawan pembuat peralatan drum band Putro Moelyono. Tapi hari ini, Kamis, 30 Januari 2020, mereka sedang libur berproduksi.

Di teras rumah, Wahyu Agung Santoso, pemilik usaha pembuatan alat drum band Putro Moelyono, sedang bersantai bersama ibu, istri dan beberapa kerabatnya. Sekilas terdengar percakapan tentang Keraton Agung Sejagat, yang memesan seragamnya di tempat itu.

Koko, sapaan akrab Wahyu Agung Santoso, membenarkan bahwa pakaian yang dikenakan Toto Santoso (Raja Keraton Sejagat) beserta Ratunya, Dyah Gitarja alias Fanni Aminadia dan pengikutnya saat melakukan kirab pertengahan Januari 2020, merupakan buatannya.

Kirab itu diikuti ratusan pengikut Keraton Agung Sejagat, diawali tiga pria berpakaian hitam-hitam berjalan membawa pataka dan bendera Keraton Agung Sejagat. Langkahnya diiringi suara tiupan suling dan tabuhan drum yang ritmenya pelan.

Di belakang ketiga pria berpakaian hitam-hitam tersebut, berbaris rapi bregada atau pasukan drum band dengan seragam yang sama. Masing-masing mereka memegang satu alat musik.

Langkah mereka yang pelan dan teratur diikuti bregada lain di belakangnya, yakni pasukan tombak. Para anggota pasukan tombak mengenakan pakaian kuning dengan bawahan merah. Kirab yang terekam dalam video dan menjadi viral itu, diakhiri pasukan berkuda yang dipimpin langsung oleh Toto dan Fanni. Keduanya mengenakan pakaian berwarna merah.

Mereka bawa foto Raja Brunei. Pakaiannya enggak sama persis dengan Raja Brunei, ada yang diubah, cuma aksesorisnya ada yang sama.

Keraton Agung SejagatPemilik Putro Moelyono Drum Band, Wahyu Agung Santosa, membetulkan letak topi manekin di rumahnya, Sonosewu, Kamis, 30 Januari 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan eka Mulyana)

Kostum Seharga Ratusan Juta Rupiah

Pakaian produksi Putro Moelyono yang dikenakan Toto dan Fanni serta pengikutnya tersebut, dipesan oleh Toto, dengan harga mencapai Rp 267 juta. "Pesannya di sini, pesan 297 setel plus lima setel untuk raja dan ratu. Mereka cuma pesan pakaian saja. Harga per setel Rp 900 ribu, jadi kali 297," kata Koko.

Awalnya Fani menghubungi Koko melalui pesan aplikasi WhatsApp, mengirimkan gambar contoh kostum, menanyakan kesanggupan Koko membuat kostum itu. Dalam kesempatan berikutnya Fani datang langsung ke rumah Koko yang sekaligus menjadi tempat produksi.Waktu itu Fani membawa foto Raja Brunei Darussalam, Sultan Hasanal Bolkiah.

"Awalnya Bu Fani itu WA saya, tanya apakah bisa bikin seragam kayak gini. Terus dia langsung ke sini bawa contoh. Habis itu, saya kerjakan. Mereka bawa foto Raja Brunei. Pakaiannya enggak sama persis dengan Raja Brunei, ada yang diubah, cuma aksesorisnya ada yang sama," tuturnya.

Saat memesan, awalnya Fani hanya meminta dibuatkan 200 setel kostum. Tapi kemudian ia kembali menghubungi Koko, memesan kostum tambahan sebanyak 97 setel. Meski memesan kostum dengan jumlah cukup banyak dan harga hingga ratusan juta rupiah, Fani sama sekali tidak pernah menjelaskan tujuan pemesanan. Pihak produsen pun tidak pernah menanyakan rencana penggunaan kostum tersebut.

"Kita enggak tahu itu buat 'kerajaan', biasanya kan buat drum band atau kesenian lain. Mereka juga enggak bilang dan saya enggak tanya-tanya buat apa. Yang penting pesan, terus saya kerjakan," kata Koko.

Kostum pesanan Fani tersebut digarap dalam waktu kurang lebih 1,5 bulan, yakni mulai pertengahan November 2019 hingga 6 Januari 2020. Pihak Koko juga melibatkan beberapa penjahit tambahan untuk menyelesaikan pesanan itu. Setelah seluruh pesanan selesai, Fani meminta seluruh kostum tersebut dikirimkan ke warung angkringan milik Toto di Godean. Pengirimannya dilakukan melalui jasa angkutan daring atau online.

"Itu pesanan di-gosend ke Godean, yang angkringan. Mulai pesan itu November pertengahan sampai selesainya 6 Januari. Pembayarannya alhamdulillah lancar, enggak ada kekurangan. Produksi satu setel berapa lama kita enggak hitung tapi untuk pembuatan keseluruhan 1,5 bulan. Itu enggak kami semua yang bikin tapi disub ke konveksi lain," ujarnya.

Keraton Agung SejagatWahyu Agung Santosa, pemilik Putro Moelyono Drum Band, bersama istrinya, Rini, Kamis, 30 Januari 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Berdiri Sejak 1968

Perusahaan keluarga yang memroduksi peralatan drum band ini, rupanya sudah cukup lama berdiri, yakni sejak tahun 1968. Kata Koko, almarhum ayahnya yang merintis usaha tersebut. Sejak ayahnya meninggal pada tahun 2007, Koko yang melanjutkan usaha itu.

Selain pesanan dari Keraton Agung Sejagat, pesanan lain yang berkesan untuk Koko adalah saat memroduksi pesanan dari Akademi Kepolisian (Akpol). Saat itu Akpol memesan untuk digunakan dalam penutupan Asian Games 2018. "Yang paling berkesan selain pesanan dari Keraton Agung Sejagat adalah pesanan dari Akpol untuk penutupan Asian Games tahun 2018. Itu aksesorisnya dari kami," kenangnya.

Koko menuturkan, pihaknya memroduksi semua hal berkaitan drum band, mulai dari alat musiknya, seperti snaar, bass drum, hingga aksesoris dan kostum. Untuk peralatan drum band yang paling sederhana, Koko mematok harga Rp 15,5 juta per set. Peralatan itu biasanya digunakan siswa SMP. "Peralatan drum band satu set untuk anak SMP harga paling murah Rp 15.500.000. Itu untuk 44 personel, ada snaar, bass, tenor, simbal, dan lain-lain."

Sementara yang termahal adalah peralatan marching band. Satu setnya dibanderol seharga Rp 80 jutaan. Itu untuk marching band dengan jumlah personel sebanyak 40 orang. Pihaknya juga menerima pesanan kostum drum band untuk siswa SD hingga instansi pemerintahan, termasuk untuk Satpol PP.

Dalam memroduksi alat-alat itu, Koko tidak hanya mempekerjakan warga sekitar, tetapi juga memberdayakan beberapa warga dari Kabupaten Gunungkidul. "Kami ambil karyawan dari sini dan Wonosari, untuk memberdayakan masyarakat."

Keraton Agung SejagatSuwarti (kanan), ibu kandung Wahyu Agung Santosa pemilik Putro Moelyono Drum Band, yang menjahit seragam Keraton Agung Sejagat, Kamis, 30 Januari 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Pesanan Hingga Raja Ampat

Selain melayani pesanan peralatan drum band dari wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, Putro Moelyono Drum Band juga menerima beberapa pesanan dari luar Pulau Jawa, seperti disampaikan Rini, istri Koko. Perempuan berhijab tersebut menjelaskan, pemesan terjauh berasal dari Pulau Papua, tepatnya di Kabupaten Raja Ampat.

"Pesanan dari luar Jawa juga banyak. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, paling jauh dari Raja Ampat. Mereka ada yang beli alat saja, ada juga yang kostum dan pernak-perniknya," ucap Rini

Rini mengaku tidak tahu pasti dari mana para pemesan itu mengetahui usahanya. Tapi dia menduga para pembeli itu mengetahuinya dari blog milik Putro Moelyono Drum Band. "Kita juga ada di Facebook dan bukalapak."

Banyaknya pesanan dari beberapa pulau tersebut, diakuinya merupakan wujud kepercayaan pelanggan terhadap kualitas produksi mereka. Untuk pemesanan dari luar Yogyakarta, pihaknya hanya akan mengirimkan barang pesanan setelah pembayaran dilunasi.

Sementara, Suwarti, ibu kandung Koko, yang selama ini biasa membantu menjahit pesanan kostum, menambahkan, bahwa dalam menggarap pesanan pihaknya selalu mengikuti keinginan pelanggan, mulai dari model, aksesoris hingga bahan.

Hal itu juga berlaku untuk pesanan kostum Keraton Agung Sejagat. Fani yang saat itu memesan kostum, kata Suwarti, tidak rewel dan ribet terkait model serta aksesoris. Hanya saja, mereka memesan kostum dari bahan yang bagus dan harganya mahal. "Pesanan Keraton Agung Sejagat lebih sederhana. Cuma kainnya lebih mahal, kain yang biasa digunakan untuk bahan jas." []

Baca juga:

Berita terkait
4 Ciri Keraton dan Kerajaan Warisan Nusantara
Munculnya Keraton Agung Sejagat di Purworjo membuat heboh masyarakat. Publik perlu mengenali ciri keraton yang benar-benar warisan Nusantara
4 Istana Keraton Nusantara yang Masih Eksis
Indonesia memiliki sejarah kerajaan yang pangjang. Namun, tidak semua situs peninggalannya seperti keraton, dapat bertahan hingga kini.
Tiga Fakta Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat
Raja dan Raju Keraton Sejagat, Toto Santoso dan Fanni Aminadia setelah membuat geger tanah air, kini mereka menjalani hari-hari di dalam penjara.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.