Padangsidempuan - Sempat terhenti selama beberapa hari karena ketiadaan obat dari distributor, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Padangsidempuan, Sumatera Utara, kembali melayani pasien hemodialisa (cuci darah).
Plt Direktur RSUD Padangsidempuan, dr Tetty Rumondang Harahap mengakui, selama beberapa terakhir ini di RSUD Padangsidempuan berhenti melayani cuci darah.
"Tidak kita pungkiri memang sempat berhenti, penyebabnya kita kehabisan bahan medis. Begitu juga dengan distributor yang menangani pengadaan obat cuci darah," ujar dr Tetty, Selasa 1 Oktober 2019.
Untuk mensiasati itu, dr Tetty mengaku sudah menghubungi beberapa tempat untuk mencari obat cuci darah.
"Udah kita cari tapi bahannya tetap tidak ada, karena memang bahannya ini hanya dari distributor saja," katanya.
Kini, RSUD Padangsidempuan kembali melayani hemodialisa, karena bahan medis dari distributor sudah tiba pada Senin 30 September 2019.
"Terhitung mulai hari ini, hemodialisa di RSUD Padangsidempuan sudah kembali berjalan dan lancar," ucapnya.
Sebelumnya, rilis diterima Tagar, Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (PCDI) menyayangkan tidak beroperasinya pelayanan hemodialisa di tiga rumah sakit di Sumatera Utara.
Kami menduga kebijakan sepihak yang menghentikan proses dialisis karena alasan BMHP kosong terjadi di berbagai tempat di plosok Indonesia
Kebijakan sepihak itu telah membuat para pasien cuci darah menderita. "Kami menerima laporan dari Pengurus Cabang KPCDI Sumatera Utara bahwa Rumah Sakit Umum (RSU) Padangsidempuan sudah tidak melayani tindakan hemodialisa sekitar 10 hari. RSUD Sipirok sudah tidak beroperasi sekitar 12 hari dan janjinya baru siang ini bahan medis habis pakai (BMHP) datang, sedangkan Rumah Sakit Pandan, Sibolga sudah tiga hari berhenti melayani pasien cuci darah," ungkapnya, Senin 30 September 2019.
Dikatakan, alasannya tidak beroperasi unit hemodialisa karena kehabisan BMHP, seperti jarum, selang cuci darah, tabung dialiser dan lainnya.
"Memang para pasien cuci darah masih bisa melakukan terapi cuci darah dengan dirujuk ke rumah sakit lain. Tapi sangat memberatkan pasien terutama biaya karena beberapa pasien harus ke Medan yang jarak tempuh dari Padangsidempuan memakan waktu 8 jam," katanya.
Tony menyayangkan kebijakan rumah sakit yang lalai dalam mengantisipasi stok BMHP untuk tindakan cuci darah.
Ia meminta agar Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan setempat memikirkan persoalan ini. Perhimpunan Nefrologi Indonesia sebagai organisasi profesi harusnya proaktif melakukan monitoring rumah sakit mana saja yang melakukan pemberhentian tindakan cuci darah sepihak dan merugikan pasien cuci darah.
"Kami menduga kebijakan sepihak yang menghentikan proses dialisis karena alasan BMHP kosong terjadi di berbagai tempat di plosok Indonesia, hanya saja belum dilaporkan. Dan ini akan menjadi bencana kemanusiaan jika tidak ada tindak lanjut dari pemangku kebijakan," pungkasnya. []