Medan - Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menyayangkan tidak beroperasinya pelayanan hemodialisa (cuci darah) di tiga rumah sakit di Sumatera Utara (Sumut).
Hal itu dibenarkan Ketua Umum KPCDI Tony Samosir, saat dikonfirmasi Tagar, Senin 30 September 2019. Kebijakan itu, kata Tony bersifat sepihak dan telah membuat para pasien cuci darah menderita.
"Kami menerima laporan dari Pengurus Cabang KPCDI Sumatera Utara bahwa Rumah Sakit Umum (RSU) Padangsidimpuan sudah tidak melayani tindakan hemodialisa sekitar 10 hari. RSUD Sipirok sudah tidak beroperasi sekitar 12 hari dan janjinya baru siang ini BMHP datang, sedangkan Rumah Sakit Pandan, Sibolga sudah tiga hari berhenti melayani pasien cuci darah," ungkapnya.
Lebih lanjut Ketua Umum KPCDI mengatakan, alasan tidak beroperasi unit hemodialisa karena kehabisan bahan medis habis pakai (BMHP), seperti jarum, selang cuci darah, tabung dialiser dan lainnya.
"Memang para pasien cuci darah masih bisa melakukan terapi cuci darah dengan dirujuk ke rumah sakit lain. Tapi sangat memberatkan pasien terutama biaya karena beberapa pasien harus ke Medan yang jarak tempuh dari Padangsidempuan memakan waktu delapan jam," kritiknya.
Tony menyayangkan kebijakan rumah sakit yang lalai dalam mengantisipasi stok BMHP untuk tindakan cuci darah.
"Telusuran KPCDI, pasien ada yang harus menyewa kost di Medan, harus meninggalkan keluarganya. Sampai kapan mereka kuat menanggung biaya operasional di Kota Medan?" katanya.
Kami menduga kebijakan sepihak yang menghentikan proses dialisis karena alasan BMHP kosong terjadi di berbagai tempat di pelosok Indonesia
Pihaknya, meminta agar Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan setempat memikirkan persoalan ini. Katanya juga, Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) sebagai organisasi profesi harusnya proaktif melakukan monitoring rumah sakit mana saja yang melakukan pemberhentian tindakan cuci darah sepihak dan merugikan pasien cuci darah.
"Kami menduga kebijakan sepihak yang menghentikan proses dialisis karena alasan BMHP kosong terjadi di berbagai tempat di pelosok Indonesia, hanya saja belum dilaporkan. Dan ini akan menjadi bencana kemanusiaan jika tidak ada tindak lanjut dari pemangku kebijakan," pungkasnya.
Salah satu rumah sakit, yaitu RSU Padangsidimpuan, ketika dikonfirmasi Tagar, membenarkan hal itu.
Terbelit Utang
Plt Direktur RSUD Padangsidimpuan dr Tetty R Harahap MKes mengatakan, hal itu terjadi karena adanya utang dari RSUD masa kepemimpinan lama, yaitu BMHP Rp 800 juta dan bahan habis pakai (BHP) Rp 350 juta yang diperlukan dalam cuci darah.
Sehingga pihak distributor tidak bersedia memberi bahan tersebut kalau tidak dilunasi terlebih dahulu utang tersebut.
"Insyallah kami sudah lunasi kemungkinan besok, tanggal 1 Oktober sudah bisa cuci darah lagi," katanya.
Sebelumnya, layanan cuci darah sempat terhenti selama empat hari. "Kalau nggak salah empat hari," katanya. []