Jakarta – Sewaktu mengembangkan rencana perang baru, Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) harus mempertimbangkan cara-cara menghadapi sikap China yang kian agresif di Asia Timur Laut. Hal itu dikatakan oleh mantan komandan Pasukan AS di Korea (USFK), Jenderal Robert Abrams.
Abrams, komandan USFK dari 2018 hingga 2021, mengatakan, selain ancaman dari Korea Utara, Washington dan Seoul harus mengembangkan rencana perang operasional baru (OPLAN) yang memperhitungkan agresi militer oleh Beijing, yang kehadirannya telah “meningkat signifikan” di kawasan sejak 2010.
Abrams mengemukakan pernyataan itu dalam wawancara dengan VOA Korea yang disiarkan melalui YouTube pada 25 Desember 2021 lalu. Ia membahas pedoman perencanaan strategis (SPG) baru yang telah disetujui oleh Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, dan Menteri Pertahanan Korea Selatan, Suh Wook, untuk dimutakhirkan pada pertemuan konsultatif keamanan tahunan mereka pada 2 Desember 2021 lalu.
Austin dan Suh sepakat untuk memperluas peran militer sekutu di kawasan di luar Korea Utara yang mencakup “kerja sama keamanan di Indo-Pasifik dan dunia di mana kepentingan bersama selaras” sebagaimana dicantumkan dalam komunike bersama mereka. Ini adalah pertama kalinya Washington dan Seoul memutakhirkan rencana perang mereka sejak 2010.
Dalam wawancara dengan VOA, Abrams mengatakan ada “peningkatan 300 persen pelanggaran zona identifikasi pertahanan udara Korea (KADIZ)” oleh pesawat-pesawat militer China dalam tiga tahun hingga 2021.
VOA menghubungi Kedutaan Besar China di Washington DC untuk permintaan komentar tetapi tidak menerima respons.
KADIZ adalah zona penyangga antara wilayah angkasa internasional dan wilayah angkasa Korea Selatan di mana pesawat-pesawat yang datang diminta untuk mengidentifikasi diri.
Pernyataan Abrams memicu kontroversi di Seoul, dan Kementerian Pertahanan Nasional Korsel mengkritik pernyataannya sebagai “opini pribadi” pada 27 Desember 2021.
Seorang sumber di Kementerian Pertahanan Nasional Korea Selatan yang berbicara kepada VOA Korea hari Senin dan meminta anonim karena sensitifnya isu ini mengatakan pernyataan Abrams mengenai ancaman China terkait SPG “sangat mengejutkan.”
Sumber itu mengatakan tujuan SPG yang baru disetujui adalah “untuk memutakhirkan rencana perang dari ancaman Korea Utara.”
Juru bicara Pentagon, Letkol Martin Meiners, mengatakan kepada VOA hari Senin, 3 Januari 2022, bahwa Departemen Pertahanan “secara teratur melakukan perencanaan bersama dengan” Korea Selatan “mengenai berbagai isu keamanan” yang tidak dapat dibahas secara rinci karena “masalah keamanan yang sensitif.”
Para pakar militer mengemukakan pernyataan Abrams mencerminkan perubahan situasi keamanan di kawasan yang muncul karena agresi militer China yang meningkat, suatu perubahan yang harus dimasukkan ke OPLAN baru (uh/ab)/voaindonesia.com. []
Jepang Protes Agresivitas Beijing di Laut China Timur
PM Jepang: Jaga Kestabilan di Laut China Selatan
Blinken Desak China Hentikan Tindakan Agresif di Indo-Pasifik
Sengketa Antara China dan Malaysia Soal Klaim Maritim