Sejarah Darurat Sipil untuk Atasi Pandemi Corona

Presiden Jokowi mewacanakan keadaan darurat sipil untuk mengatasi pandemi virus corona Covid-19. Berikut sejarah darurat sipil di Indonesia.
Kendaraan taktis Polresta Sidoarjo menyemprotkan cairan disinfektan di jalan protokol kawasan Waru, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa, 31 Maret 2020, untuk mengantisipasi penyebaran virus corona Covid-19. (Foto: Antara/Umarul Faruq)

Yogyakarta - Presiden Jokowi mewacanakan keadaan darurat sipil untuk mengatasi pandemi virus corona Covid-19. Keadaan darurat sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959. Perppu tersebut tentang Pencabutan Undang-undang Nomor 74 tahun 1957 (Lembaran Negara Nomor 160 tahun 1957) dan Penetapan Keadaan Bahaya.

Sejarah Darurat Sipil

Sejarah mencatat, Presiden Megawati Soekarnoputri pernah menetapkan status darurat sipil. Saat itu Megawati menetapkan status darirat sipil di Aceh, Selasa, 18 Mei 2004, melalui Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 2004, dan berlaku mulai 19 Mei 2004 pukul 00.00.

Ada tiga kondisi yang memperbolehkan presiden atau panglima perang tertinggi menyatakan seluruh atau sebagian wilayah negara dalam keadaan darurat sipil atau darurat militer. Hal itu diatur dalam Bab I, Pasal 1 ayat (1). 

Pertama

Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.

Kedua

Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga.

Ketiga

Hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup negara.

Penghapusan keadaan darurat sipil maupun darurat militer atau keadaan bahaya dilakukan oleh presiden/panglima tertinggi angkatan perang.

Pasal 2 menyebutkan, keputusan yang menyatakan atau menghapuskan keadaan bahaya mulai berlaku pada hari diumumkan, kecuali jikalau ditetapkan waktu yang lain dalam keputusan tersebut. Pengumuman pernyataan atau penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh presiden.

Kemudian, pada Pasal 3, diatur tentang penguasa tertinggi dalam kondisi darurat sipil maupun darurat militer, adalah presiden/panglima tertinggi angkatan perang.

Dalam melakukan penguasaan keadaan darurat sipil/keadaan darurat militer/keadaan perang, presiden/panglima tertinggi angkatan perang dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari beberapa menteri, di antaranya Menteri Keamanan/Pertahanan; Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah; Menteri Luar Negeri; Kepala Staf Angkatan Darat; Kepala Staf Angkatan Laut; Kepala Staf Angkatan Udara; dan Kepala Kepolisian Negara. Presiden diperbolehkan mengangkat menteri/pejabat lain selain jika diperlukan.

"Di daerah-daerah penguasaan keadaan darurat sipil dilakukan oleh Kepala Daerah serendah-rendahnya dari Daerah tingkat II selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah yang daerah hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang," demikian tertulis dalam Pasal 4 ayat (1).

Dalam ayat (2), disebutkan bahwa penguasa darurat sipil daerah dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari seorang komandan militer tertinggi dari daerah yang bersangkutan; seorang kepala polisi dari daerah yang bersangkutan; dan seorang Pengawas/kepala kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.

Namun penunjukan mereka dilakukan oleh presiden/panglima tertinggi angkatan perang, dan penguasa darurat sipil pusat dapat menentukan susunan penguasaan dalam keadaan darurat sipil, jika diperlukan.

Kemudian, pada Pasal 7 ayat (1) tertulis, "Dalam melakukan wewenang-wewenang dan kewajiban-kewajibannya. Penguasa Darurat Sipil Daerah/Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah menuruti petunjuk-petunjuk dan perintah-perintah yang diberikan oleh Penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat dan bertanggung-jawab kepadanya".

Pada ayat (2) pasal tersebut menyatakan, jika dalam bagian wilayah yang dinyatakan dalam tingkatan keadaan darurat sipil, terdapat beberapa orang kepala daerah yang menjabat penguasa darurat sipil daerah, maka tiap-tiap penguasa darurat sipil daerah tersebut wajib menjalankan petunjuk-petunjuk dan perintah-perintah dari kepala daerah yang menjabat penguasa darurat sipil daerah yang lebih tinggi kedudukannya dalam wilayah tersebut, kecuali apabila penguasa darurat sipil pusat menentukan lain.

"Penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat dapat mencabut sebagian dari kekuasaan Yang diberikan oleh Peraturan ini kepada Penguasa Darurat Sipil Daerah/Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah," demikian tertulis pada ayat (5) pasal tersebut.

Ketentuan dan Wewenang Darurat Sipil

Bab II pada Perppu tersebut mengatur tentang ketentuan- ketentuan yang berlaku untuk wilayah atau sebagian wilayah Negara Republik Indonesia yang dinyatakan dalam keadaan darurat sipil.

Apabila keadaan darurat sipil dihapuskan dengan tidak disusul dengan pernyataan keadaan darurat militer atau keadaan perang, maka pada saat penghapusan itu, peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan dan tindakan-tindakan yang telah diambil oleh penguasa darurat sipil tidak berlaku lagi, kecuali yang tersebut dalam Pasal 8 ayat (3).

"Apabila dipandangnya perlu, Kepala Daerah yang bersangkutan dapat mempertahankan untuk daerahnya seluruh atau sebagian dari peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Darurat Daerah, dengan ketentuan bahwa peraturan- peraturan/tindakan-tindakan yang dipertahankan itu dapat berlaku terus selama-lamanya empat bulan sesudah penghapusan keadaan darurat sipil," tertulis dalam Pasal 8 ayat (3).

Selanjutnya, dalam Pasal 10 ayat (1), disampaikan bahwa penguasa darurat sipil daerah berhak mengadakan peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum atau untuk kepentingan keamanan daerahnya, yang menurut perundang-undangan pusat boleh diatur dengan peraturan yang bukan perundang-undangan pusat.

Sedangkan pada ayat (2) diatur bahwa penguasa darurat sipil pusat berhak mengadakan segala peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum dan untuk kepentingan keamanan.

Pasal 13 perppu tersebut membolehkan penguasa darurat sipil mengadakan peraturan-peraturan untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, percetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan berupa apapun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar.

"Penguasa Darurat Sipil berhak atau dapat-menyuruh atas namanya pejabat-pejabat polisi atau pejabat-pejabat pengusut lainnya atau menggeledah tiap-tiap tempat, sekalipun bertentangan dengan kehendak yang mempunyai atau yang menempatinya, dengan menunjukkan surat perintah umum atau surat perintah istimewa," demikian tertulis dalam Pasal 14 ayat (1).

Selanjutnya, pejabat yang memasuki, menyelidiki atau yang mengadakan penggeledahan tersebut dibuat laporan pemeriksaan dan menyampaikan kepada penguasa darurat sipil.

Penguasa darurat sipil berhak akan dapat menyuruh memeriksa dan menyita semua barang yang diduga atau akan dipakai untuk mengganggu keamanan serta membatasi atau melarang pemakaian barang itu. Hal ini diatur dalam Pasal 15 ayat (1).

Pejabat yang melakukan penyitaan tersebut harus membuat laporan penyitaan dan menyampaikannya kepada penguasa darurat sipil dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam. Terhadap tiap-tiap penyitaan, pembatasan atau larangan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada penguasa darurat sipil.

Penguasa darurat sipil berhak mengambil atau memakai barang-barang dinas umum. Penguasa darurat sipil juga berhak mengetahui semua berita-berita serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor telepon atau kantor radio, serta melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-peercakapan dengan perantaraan telpon atau radio.

Selain itu, juga berhak membatasi atau melarang pemakaian kode-kode, tulisan rahasia, percetakan rahasia, tulisan steno, gambar-gambar, tanda-tanda, juga pemakaian bahasa-bahasa lain dari pada bahasa Indonesia.

Juga menetapkan peraturan-peraturan yang membatasi atau melarang pemakaian alat-alat telekomunikasi sepertinya telpon, telegraf, pemancar radio dan alat-alat lainnya yang ada hubungannya dengan penyiaran radio dan yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak, serta juga menyita atau menghancurkan perlengkapan-perlengkapan tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 16 dan 17.

Pada Pasal 19 diatur bahwa penguasa darurat sipil berhak membatasi orang berada di luar rumah. Sedangkan Pasal 20 menyatakan, "Penguasa Darurat Sipil berhak memeriksa badan dan pakaian tiap-tiap orang yang dicurigai serta menyuruh memeriksanya oleh pejabat-pejabat polisi atau pejabat-pejabat pengusut lain". []

Baca juga:

Berita terkait
Komisi I DPR Jelaskan Maksud Darurat Sipil Seruan Jokowi
Komisi I DPR menjelaskan maksud Presiden Jokowi menyerukan wacana darurat sipil demi memerangi virus corona di Indonesia.
Permintaan Jokowi ke Apotek Bila Darurat Sipil Terjadi
Permintaan Presiden Jokowi kepada apotek bila kebijakan pembatasan sosial diikuti darurat sipil terjadi.
Putus Wabah Corona, Jokowi Pertimbangkan Darurat Sipil
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Darurat Sipil masuk opsi untuk menanggulangi corona.