Sederet Kontroversi Yasonna Selain Tanjung Priok

Menkumham Yasonna akhirnya minta maaf kepada masyarakat Tanjung Priok terkait dengan pernyataannya tentang korelasi kriminalitas dengan kawasan
Mantan Menkumham Yasonna Laoly tiba di Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2019. (Foto: Antara/Puspa Perwitasari)

Jakarta - Kontroversi pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, atas korelasi kriminalitas dengan sebuah wilayah tertentu yang mendeskreditkan kawasan Tanjung Priok akhirnya mereda.

Dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada Rabu, 22 Januari 2020, petang, Yasona akhirnya menuturkan permintaan maaf secara resmi kepada publik atas perbedaan penafsiran yang terjadi di masyarakat.

Menteri yang berasal dari partai PDI Perjuangan itu ternyata bukan kali ini saja mengeluarkan sikap yang menimbulkan pro dan kontra. Setidaknya terdapat beberapa kebijakan Yasonna yang dinilai bertolak belakang dengan ekspektasi rakyat kebanyakan. Berikut Tagar rangkumkan sejumlah keputusan Yasonna yang dianggap bersebrangan dengan publik di Tanah Air.

1. Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Revisi UU KPK)

Yasonna Laoly dikenal sebagai salah satu pihak yang mendorong pembaharuan regulasi atas cara kerja KPK dalam memberantas korupsi. Salah satu draft yang memicu perdebatan panjang adalah ketika dia mengajukan perubahan aturan soal penyadapan. Dalam aturan baru disebutkan bahwa penyidik lembaga anti rasuah tersebut diwajibkan melapor kepada Dewan Pengawas sebelum melakukan penyadapan terhadap terduga pelaku korupsi.

Hal tersebut tentu saja bisa menjadi celah bagi para koruptor untuk menghilangkan jejak. Belakangan, Presiden Joko Widodo cukup geram atas amandemen Undang-Undang KPK soal poin penyadapan ini. Dalam intruksinya, Presiden mengarahkan agar penyidik KPK melaporkan hasil kerja mereka kepada Dewan Pengawas sesudah melakukan penyidikan, bukan sebelum penyadapan.

Rencana Revisi UU KPK ini akhirnya sampai ke telinga publik. Gelombang penolakan kemudian terjadi secara besar-besaran yang berbuntut demonstrasi di sejumlah titik di Jakarta. Komplek parlemen di Senayan pun tak luput dari sasaran kekecewaan masyarakat yang dinilai ikut memuluskan pengesahan Revisi Undang-Undang tersebut menjadi Undang-Undang. Terakhir, mosi ketidakpercayaan kepada pemerintah berkurang berkat langkah Presiden yang memutuskan menolak beberapa poin ketetapan Undang-Undang tersebut.

2. Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP)

Masih ingat dengan rencana penindakan pidana kepada pemilik ternak yang hewannya memasuki pekarangan orang lain? Atau, bentuk kriminalisasi perzinaan dan kohabitasi yang dianggap mengancam privasi? Beberapa rancangan aturan tersebut sedikit banyak merupakan andil dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Dengan mewakili pemerintah, Yasonna diaggap menjadi salah satu aktor pemicu timbulnya sejumlah aksi unjuk rasa mahasiswa yang menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kontroversi ini bertambah pelik saat Pemerintah dan DPR secara diam-diam mengebut pembahasan RKUHP pada 14-15 September 2019 di Hotel Fairmont, Jakarta.

Pada proses pengukuhannya, perlemen dan pemerintah sepakat mengesahkan RKUHP tingkat I dalam rapat pleno pada Rabu 18 September 2019 silam. Tercatat, sepuluh fraksi DPR bersama Menteri Hukum dan HAM kompak membawa pengesahan RKUHP pada tingkat II yaitu sidang paripurna.

3. RUU Pemasyarakatan

Revisi UU Pemasyarakatan menjadi sorotan berdasarkan beberapa pasal yang berpotensi meringankan hukuman terhadap narapidana yang tengah menjalani masa tahanan. Hal ini merujuk pada pada pasal 9 dan 10 revisi UU PAS yang menyebutkan bahwa terdapat hak rekreasi hingga cuti bersyarat kepada narapidana.

Ide ini kemudian dibahas oleh Yasonna dengan DPR. Sejatinya, usulan pemberian hak kepada narapida ini muncul dari anggota Panitia Kerja (Panja) asal Fraksi PAN Muslim Ayub. Dalam rancangannya napi dapat menggunakan hak cuti untuk keluar dari penjara atau lembaga pemasyarakatan (lapas). Nantinya, hak tersebut bisa digunakan para napi untuk pulang atau sekedar jalan-jalan dengan persyaratan harus didampingi oleh petugas terkait.

Tidak berhenti disitu, UU ini juga dikritik karena dinilai memberi kemudahan bebas bersyarat kepada terpidana korupsi. Apabila telah disahkan, RUU bakal menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. []

Berita terkait
Yasonna Laoly Sampaikan Maaf Soal Tanjung Priok
Menkumham Yasonna Laoly menyampaikan klarifikasi dan permohanan maaf terkait dengan pernyataannya tentang Tanjung Priok