Satgas Covid-19: Pasien OTG Penular Paling Berbahaya

Kepala Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo, mengatakan bahwa pasien positif virus corona dengan diagnosa OTG adalah penular paling berbahaya.
Proses pemakaman pasien Covid-19 oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Kabupaten Simalungun, Sumut. (Foto: Tagar/Istimewa).

Jakarta - Kepala Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo, mengatakan bahwa pasien terinfeksi virus corona dengan diagnosa Orang Tanpa Gejala (OTG), sangat berbahaya karena tak terlihat saat menularkan virus kepada orang lain. Ia mengimbau agar seluruh masyarakat selalu menerapkan protokol kesehatan.

"Saya wanti-wanti di sini 70-90 persen kan ada daerah yang melaporkan kepada kami adalah OTG, Orang Tanpa Gejala. Ini yang berbahaya, mereka yang tanpa gejala kalau mereka pulang ke rumah, mereka bisa menjadi silent killer atau pembunuh potensial," kata Doni dalam konferensi pers secara virtual, Minggu 13 September 2020.

Doni menilai, OTG bisa sangat berbahaya karena dengan bebas menularkan kepada orang di sekitar lingkungannya tanpa terprediksi. Ia mengatakan, ada banyak contoh kasus penularan dari pasien OTG yang membahayakan anggota keluarganya yang rentan.

"Saya berani mengatakan ini karena data dan fakta sudah sangat banyak. Kenapa bisa terjadi seperti itu? Karena menulari keluarga yang rentan, siapa yang rentan disini? Yaitu lansia dan penderita hipertensi, diabetes, ada jantung, kanker dan penyakit paru," ucap Doni.

Lebih lanjut, Doni meminta agar kaum muda yang gemar melakukan perkumpulan untuk tetap melakukan protokol kesehatan terutama saat kembali ke rumah dan berinteraksi bersama keluarga.

"Oleh karenanya, anak-anak muda yang sering keluar rumah, Anda harus membatasi diri untuk ketemu anggota keluarga yang lain di rumah. Jadi selama di rumah, kalau ada sering yang keluar rumah, tetap jaga jarak, dan pakai masker," tuturnya.

Doni MonardoKetua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo. (Foto: BNPB)

Melihat lonjakan yang terus meningkat, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan di wilayah ibu kota sudah dilakukan kegiatan testing Covid-19 secara masif selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI ingin mendeteksi kasus-kasus positif virus corona sedini mungkin.

"Dengan demikian, maka mereka yang terpapar bisa melakukan isolasi agar tidak menularkan pada yang lain. Di sisi lain, bila yang terpapar memiliki komorbit atau lanjut usia penyakit bawaan yang berisiko, maka kita bisa melakukan isolasi di fasilitas-fasilitas kesehatan kita," kata Gubernur Anies saat konferensi pers di Balaikota Jakarta, Minggu, 13 September 2020.

Anies memastikan, untuk di seluruh Indonesia sudah dilakukan tes PCR sebanyak 1,49 juta dan Jakarta telah melakukan 732.000 lebih tes. Menurut dia, massifnya tes yang dilakukan ini tak lain untuk menyelamatkan nyawa warga Jakarta.

Sebab, kata dia, dalam beberapa hari terakhir ini ia mencatat angka kematian akibat Covid-19 di Jakarta meningkat. Menurut Anies hal itu lah yang kemudian membuat Pemprov DKI perlu melakukan testing secara masif saat pemberlakuan PSBB total.

"Menurut tingkat kematian berarti angka statistiknya presentase jumlah orang meninggal dibagi jumlah kasus memang menurun tingkat kematian, tapi nominalnya, jumlah orang yang meninggalnya mengalami peningkatan yang cukup tinggi," kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu.

Berita terkait
Wafat, Yopie Latul Diduga Tertular Covid-19 di Bogor
Yopie Latul meninggal dunia setelah dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 dan diduga terpapar virus corona di sebuah hotel di Bogor.
PSBB Tanpa Koordinasi, Anies Susahkan Banyak Orang
Pengamat menilai kebijakan Anies Baswedan soal pemberlakuan kembali PSBB di DKI Jakarta hanya akan menyusahkan banyak orang jika tanpa koordinasi.
Soal PSBB Sepihak, Anies Baswedan Bisa Kena Sanksi?
Pengamat bahas peluang adanya sanksi terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dari pemerintah pusat terkait pemberlakuan PSBB sepihak.