Samosir Tolak Terapkan Wisata Halal, Ini Kata Pemprovsu

Kabupaten Samosir memastikan tidak pernah sepakat dengan wacana Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menerapkan wisata halal.
Manortor akan menjadi salah satu atraksi budaya pada gelaran Tao Silalahi Arts Festival 2019. (Foto: Dok.RKI)

Samosir - Kabupaten Samosir menolak secara tegas penerapan wisata halal atau wisata syariah.

Hal ini disampaikan Bupati Samosir Rapidin Simbolon ketika dimintai tanggapannya terkait keriuhan wisata halal dan wisata syariah di Kawasan Danau Toba yang dilontarkan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi.

"Membaca beberapa postingan yang kami baca melalui WAG dan melalui WA jaringan pribadi, tentang wisata halal dan wisata syariah, Samosir tidak pernah menerapkan kebijakan wisata syariah dan wisata halal ini," kata Rapidin, Sabtu 31 Agustus 2019 malam.

Menurut Rapidin, menolak menerapkan wisata halal dan wisata syariah di Kawasan Danau Toba terutama di Kabupaten Samosir merupakan sikap resmi pemerintahannya.

"Ini adalah keputusan pemerintah dan sebagian besar rakyat Samosir yang ada di Bonapasogit dan yang ada di tanah rantau," kata dia.

Dan juga tidak sesuai dengan budaya dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat Samosir

Alasan penolakan wisata model Edy Rahmayadi itu karena tidak sesuai dengan paham kebangsaan Indonesia, ideologi dan dasar negara yaitu Pancasila, UUD 1945 serta Bhineka Tunggal Ika.

"Dan juga tidak sesuai dengan budaya dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat Samosir," tegasnya.

Ditanya apakah akan ada sikap resmi secara bersama para kepala daerah se-Kawasan Danau Toba merespons wacana yang dilontarkan Gubernur Edy Rahmayadi, Rapidin menjawab belum tahu.

Pemprovsu Buka Suara

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akhirnya mengeluarkan pernyataan soal wacana wisata halal di Danau Toba yang viral dalam beberapa hari ini.

Melalui Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara, Ria Novida Telaumbanua, dijelaskan bahwa wisata halal bukanlah menghilangkan budaya yang sudah ada di daerah tempat wisata. Hal tersebut perlu dilakukan lantaran banyaknya wisatawan mancanegara yang datang ke Danau Toba.

Apalagi saat ini, wisatawan mancanegara yang paling banyak datang adalah yang berasal dari Malaysia dan sekitarnya. Penduduk negara tetangga itu mayoritas muslim. Untuk itu segala keperluan wisatawan tersebut harus disiapkan.

"Menyiapkan fasilitas adalah salah satu konsep penting dalam pariwisata," kata Ria Novida Telaumbanua, dalam konferensi pers mengenai wisata halal Danau Toba di ruang pers, Kantor Gubernur Sumatera Utara, Jalan Pangeran Diponegoro, Sabtu 31 Agustus 2019.

Ria menjelaskan, ada tiga elemen penting dalam pariwisata yang dinamakan konsep 3A, yaitu atraksi, aksesibilitas, dan amenitas.

Untuk elemen pertama yakni Atraksi, katanya, Danau Toba sudah memenuhi syarat. Danau Toba memiliki pemandangan, budaya, dan alam yang luar biasa. 

Sementara dari Amenitas, menurut Ria, Danau Toba masih perlu dibenahi. Amenitas adalah penyediaan fasilitas pendukung yang diinginkan oleh wisatawan berupa tempat ibadah, rumah makan, tempat peristirahatan dan lain sebagainya.

Untuk itu, semua keperluan pendukung untuk berbagai masyarakat yang datang harus ada. Apalagi Danau Toba sudah dijadikan destinasi utama oleh pemerintah pusat.

"Jangan sampai orang yang rencananya datang tiga hari jadi satu hari," ujar Ria.

Bagaimana mau meningkatkan wisatawan jika tidak ada fasilitas pendukung yang diinginkan wisatawan

Konsep ke-3 adalah Aksesibilitas. Konsep ini berarti Danau Toba harus mudah dicapai. Sarana dan prasarana menuju Danau Toba haruslah memudahkan wisatawan yang akan datang ke sana.

Saat ini pemeritah sedang membangun jalan tol Tebing Tinggi-Parapat. Tidak hanya itu, Bandara Silangit pun sekarang sedang diperpanjang landasannya guna menampung pesawat yang lebih besar.

"Jadi, tiga konsep tersebut sangat penting untuk mendatangkan wisatawan ke Danau Toba," ujar Ria.

Senada dengan Ria, Asisten Administrasi Umum dan Aset Sumatera Utara, M Fitriyus yang pada kesempatan itu menjadi moderator menyebut penerbangan ke Danau Toba kebanyakan dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Untuk itu fasilitas pendukung wisatawan dari negara tersebut sangat diperlukan. Tidak hanya muslim, fasilitas pendukung seluruh masyarakat harus ada.

Wisata halal bukanlah menghilangkan budaya yang sudah ada di satu tempat wisata. Di negara-negara lain sudah ada yang menyiapkan fasilitas pendukung untuk muslim, misalnya Jepang, Korea Selatan dan lain-lain. Semata dilakukan untuk meningkatkan ceruk pasar pariwisata.

Kata Fitriyus, jika ada budaya yang selama ini belum terekspos, maka tingkatkan lagi. Label halal tidak akan mengganggu budaya yang sudah ada. Halal yang dimaksud adalah menyiapkan sarana dan prasarana terkait hal itu.

"Bagaimana mau meningkatkan wisatawan jika tidak ada fasilitas pendukung yang diinginkan wisatawan?" ujarnya. []

Berita terkait
Festival Babi Danau Toba Bakal Digelar di Muara
Festival Babi Danau Toba yang dicetuskan oleh aktivis lingkungan, Togu Simorangkir benar-benar serius dikerjakan.
Gubsu Jangan Picu Isu SARA dalam Membangun Danau Toba
Sutrisno Pangaribuan menyebut pernyataan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi dengan wisata halal sangat kontroversial.
Wisata Halal di Danau Toba, Mengancam Jati Diri Batak
Kami siap dengan kemajuan. Tapi jangan paksa kami dengan identitas budaya baru, apalagi yang disebut dengan wisata halal dan bersyariah.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.