Ritual Tapa Pepe di Titik Nol, Cara Buruh Tolak UMP DIY 2021

Buruh Yogyakarta menggelar ritual tapa pepe sebagai respons penolakan kenaikan UMP DIY 2021 yang sudah ditetapkan Gubernur DIY Sri Sultan HB X.
Sejumlah buruh berpakaian Jawa duduk bersila melakukan aksi topo pepe di kawasan Titik Nol Kilometer Kota Yogyakarta, Senin, 2 November 2020. Aksi ini sebagai bentuk penolakan UMP DIY 2021. (Foto: Tagar/Gading Persada)

Yogyakarta - Tidak selamanya aksi unjuk rasa menolak sesuatu kebijakan diwujudkan dalam pengerahan massa dalam jumlah yang banyak. Dengan jumlah pengunjuk rasa yang bisa dihitung dengan jari maka sebuah aksi demonstrasi dapat dilakukan secara unik. Seperti yang dilakukan sejumlah buruh di Kota Yogyakarta yang melakukan aksi tapa pepe, Senin, 2 November 2020.

Aksi ini sebagai ekspresi menolak besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Aksi yang digelar di Titik Nol Kilometer tersebut, sekitar lebih dari empat orang buruh mengenakan beskap dan blangkon duduk tepat di tengah persimpangan padat arus lalu lintas.

Baca Juga:

Mereka duduk bersila di depannya terhampar sebuah kain putih besar bertuliskan Gelar Budaya Topo Pepe Tolak Upah Murah 2021. Tak ketinggalan di bagian lain dipasang sebuah tungku berisi bakaran kemenyan. Sebaran bunga-bunga setaman melengkapi aksi para buruh tersebut.

Dalam sejarahnya, tapa Pepe sebuah bentuk protes atau penyampaian aspirasi warga kepada Keraton Yogyakarta. Tapa Pepe biasanya dilakukan di Alun-alun Utara dengan cara bertapa di tengah terik matahari hingga ada panggilan dari Sultan yang bertahta untuk masuk ke area Keraton dan menyampaikan uneg-unegnya.

Aksi Tapa PepeAksi tapa pepe yang dilakukan sejumlah buruh di kawasan Titik Nol Kilometer Kota Yogyakarta, Senin, 2 November 2020. Aksi ini sebagai bentuk penolakan UMP DIY 2021. (Foto: Tagar/Gading Persada)

Jubir Majelis Pekerja Buruh Indonesia DIY Irsad Ade Irawan menerangkan aksi tapa pepe sengaja dilakukan oleh para buruh karena ingin mengadu kepada Raja Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X tentang upah buruh. Keinginan agar Sultan Hamengku Buwono Z selaku Raja Yogyakarta sekaligus Gubernur DIY mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL).

Sekretaris Jenderal DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY ini mengungkapkan, jika berdasarkan KHL, upah layak untuk wilayah DIY berada di angka Rp 3 juta. Angka ini berada di atas UMP DIY tahun 2021 yang telah disepakati yaitu Rp 1.765.000. "Upah kabupaten kota belum ditetapkan. Kemudian kami meminta supaya upah minimum kabupaten kota sesuai dengan KHL rata-rata di atas Rp 3 juta," pintanya.

Deenta Julliant Sukma dari DPC KSPSI Kota Yogyakarta-ATUC menambahkan bahwa seluruh pekerja/buruh di seluruh Kota Yogyakarta yang tergabung lembaganya kecewa berat dan patah hati terhadap keputusan Gubernur DIY yang hanya menaikan UMP 3,54 persen. 

Kemudian kami meminta supaya upah minimum kabupaten kota sesuai dengan KHL rata-rata di atas Rp 3 juta.

Keputusan Gubernur DIY tentang Upah Minimum untuk tahun 2021 pun dinilai tidak lebih baik dari usulan Dewan Pengupahan Provinsi DIY yang merekomendasikan kenaikan upah minimum sebesar minimum 4 persen.

"Gubernur DIY seperti hendak memupuskan harapannya sendiri untuk mengurangi penduduk miskin dan ketimpangan sebagaimana disampaikannya sendiri dalam pidato Visi Misi Gubernur DIY 2017-2022," kata Deenta.

Minta UMK Kota Yogyakarta Rp 3,3 Juta

Dia menjelaskan, upah murah yang ditetapkan tahun ke tahun berpotensi melestarikan kemiskinan dan ketimpangan di DIY, khususnya Kota Yogyakarta. Dan terlebih akan menjadi sangat sulit bagi pekerja/buruh untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan.

Selain itu upah minimum yang tidak pernah naik secara signifikan dari tahun ke tahun berpotensi menyebabkan pekerja/buruh di DIY tidak mampu membeli tanah dan rumah, dimana harga tanah terus melambung tinggi namun pekerja/buruh harus hidup dengan upah murah meski memiliki produktivitas yang baik nan tinggi.

Tapa Pepe YogyakartaSejumlah buruh berpakaian Jawa duduk bersila melakukan aksi topo pepe di kawasan Titik Nol Kilometer Kota Yogyakarta, Senin, 2 November 2020. Aksi ini sebagai bentuk penolakan UMP DIY 2021. (Foto: Tagar/Gading Persada)

Bahkan, di tengah ancaman resesi, kebijakan upah murah di tahun 2021 justru berpotensi memangkas daya beli masyarakat. Padahal meningkatkan daya beli sangat penting untuk meningkatkan perekonomian di masa resesi yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19.

"Para pekerja/buruh di Kota Yogyakarta juga siap mengadakan perlawanan terhadap kebijakan Jakarta, yaitu UU Ciptaker dan SE Menaker tentang Pengupahan yang berdampak pada memburuknya kondisi warga Yogyakarta yang berprofesi sebagai pekerja/buruh," kata Deenta.

Baca Juga:

Berdasarkan hal tersebut, DPC KSPSI Kota Yogyakarta - ATUC menuntut kepada Gubernur DIY merevisi Keputusan Gubernur DIY tentang Penetapan UMP 2021. Lalu menuntut Wali Kota Yogyakarta untuk menetapkan UMK 2021 untuk mencapai Kebutuhan Hidup Layak sebesar Rp 3.356.521.

Tak hanya itu, tuntutan kepada pemerintah untuk mencabut UU Ciptaker, mencabut SE Menaker tentang Penetapan Upah Minimum 2021. "Membangun perumahan pekerja/buruh dan rumah susun pekerja/buruh yang melibatkan serikat pekerja/buruh secara aktif serta merikan BLT kepada pekerja/buruh tanpa diskriminasi dan sebesar upah minimum," ujar Deenta. []

Berita terkait
UMK 2020 Kota Yogyakarta Rp 2.004.000, Tahun Depan Berapa?
UMK Kota Yogyakarta tertinggi di DIY, UMK 2020 saja Rp 2.004.000, lebih tinggi UMP 2021 yang baru ditetapkan. Kira-kira UMK 2021 berapa?
Respons Buruh Yogyakarta soal UMP DIY 2021 Naik Rp 68.000
Gubernur DIY Sri Sultan HB X resmi menaikkan UMP 2021. Naik Rp 60.000 menjadi Rp 1.772.608. Begini respons buruh Yogyakarta.
Tuntut Kenaikan Upah, Buruh Agendakan Aksi 9 November
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, para buruh akan menggelar aksi di kawasan Gedung DPR pada 9 November 2020, tuntut kenaikan upah minimum 2021.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.