Semarang - Sebanyak 3.403 gugatan cerai masuk di Pengadilan Agama Semarang Kelas 1 A sepanjang tahun 2019. Dari jumlah tersebut, 2.574 gugatan di antaranya dilakukan istri terhadap suaminya. Sementara cerai talak yang dilakukan suami terhadap istri hanya 829 kasus.
"Sampai 26 Desember masih banyak perundingan yang akan terjadi, sampai dilakukan putusan," kata Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kelas IA Kota Semarang Tazkiyaturrobihah, saat dihubungi Tagar, Sabtu 27 Desember 2019.
Ia melanjutkan, sampai saat ini pihaknya masih mengupayakan jalan terbaik bagi pasangan yang ingin kandas. Sebab jika masih bisa dipertahankan tidak akan dilakukan penceraian karena dinilai sangat merugikan.
Pertengkaran karena faktor ekonomi yang menentang hingga 40 persen.
"Kami sudah melakukan perantaraan seperti edukasi, mediasi yang berkelanjutan untuk mendukung para pendaftar perceraian ini, memperbaiki rumah tangga mereka," ungkapnya.
Menurutnya, kasus perceraian dipicu masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), murtad atau pindah agama, pembohong poligami, judi, madat, dan perzinahan.
"Pertengkaran karena faktor ekonomi yang menentang hingga 40 persen, jumlah 2.244 kasus," katanya.
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Margaretha Sih Setija Utami mengatakan, tren perceraian semakin tinggi karena keinginan hidup nyaman. Lebih suka orang keluar dari zona tak nyaman, bahkan dengan cara cerai sekalipun.
"Menurut saya, tren perceraian semakin tinggi karena setiap orang ingin hidup nyaman. Jika ada tantangan atau ketidaknyamanan, ingin ditinggal menggantikan yang lain. Sementara yang baru belum tentu lebih baik dari pada yang lama," katanya Margaretha.[]
Baca juga:
- Iis Dahlia Dicurigai Netizen Ceraikan Suami
- Tahun 2019 Angka Perceraian di Gowa Meningkat
- Pilkada Langsung Jadi Penyebab 826 Pasutri Bercerai