Gowa - Belasan ribu hektare lahan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Jenneberang, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dalam kategori kritis dan sangat kritis. Dimana pada belasan ribu hektare lahan itu nihil tumbuhan, khususnya tanaman keras yang bisa mencegah terjadinya erosi tanah longsor maupun banjir.
Hal ini diungkapkan oleh Deputy Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan. Ia mengatakan data tersebut diperoleh dari data Kementerian Lingkuhan Hidup (KLH) tahun 2019 lalu.
Menurut Lilik kondisi krisis di area DAS menjadi salah satu ancaman yang sifatnya permanen terhadap terjadinya bencana. Olehnya kata dia, harus ada upaya permanen untuk bisa menangani persoalan itu. Menurutnya upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gowa untuk menanam pohon vetiver merupakan salah satu solusi terbaik.
Kami juga berharap agar perguruan tinggi seperti Unhas memberi input dan kajian komprehensif.
"Daerah hulu kita masih ada kritis. Saya sangat apresiasi tindakan Pemkab Gowa yang menanam vetiver maupun tanaman keras untuk solusi jangka panjang," kata Lilik, Kamis 22 Januari 2020.
Meski begitu, ia pesimis permasalahan krisis lahan di DAS Jenneberang bisa selesai jika hanya dilakukan oleh Pemkab Gowa. Lilik menjelaskan DAS Jenneberang melintasi beberapa kabupaten dan kota. Olehnya, pihaknya meminta agar Pemprov Sul-Sel ikut andil berperan dengan melibatkan TNI dan Polri.
"Kami juga berharap agar perguruan tinggi seperti Unhas memberi input dan kajian komprehensif, agar bisa dijadikan dasar solusi jangka panjang tanpa menyampingkan solusi jangka pendek," ungkapnya.
Selain itu, diperlukan pula solusi jangka pendek, khususnya kemampuan warga di daerah rawan banjir agar mampu mendeteksi informasi secara cepat perihal deteksi dini bencana.
"Itulah gunanya dilakukan deteksi dini untuk bisa mencegah jatuhnya korban jiwa. Informasi harus sampai ke masyarakat terutama yang rawan bencana di sepanjang Sungai Jeneberang," tandas Lilik. []