Jakarta - Regulasi sapu jagat atau omnibus law UU Cipta Kerja masih menjadi perdebatan dan kontroversi. Satu pihak merespon positif lahirnya UU yang hingga kini naskahnya masih menjadi persoalan, dengan menyebutkan Cipta Kerja bisa mendongkrak investasi yang menyusut akibat imbas pandemi.
Cipta Kerja menghapus pembatasan investasi yang berat, menandakan bahwa Indonesia semakin terbuka untuk bisnis.
Sementara pihak lain menilai UU Cipta Kerja hanya mengakomodasi kepentingan investasi asing dan tidak berpihak kepada buruh atau pekerja. Aksi unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja hingga kini masih memanas.
Bagaimana respon World Bank atau Bank Dunia? Bank Dunia menyebutkan, omnibus Law UU Cipta Kerja merupakan upaya reformasi besar-besaran untuk menjadikan Indonesia lebih berdaya saing dan mendukung cita-cita jangka panjang untuk mensejahterakan masyarakat. UU ini dapat mendukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan jangka panjang di Indonesia
"Cipta Kerja menghapus pembatasan investasi yang berat, menandakan bahwa Indonesia semakin terbuka untuk bisnis, sehingga menarik investor, menciptakan lapangan kerja dan membantu memerangi kemiskinan," kata keterangan Bank Dunia dalam lamannya.
Bank Dunia menilai pentingnya penerapan Undang-Undang Cipta Kerja secara konsisten. Namun UU ini membutuhkan peraturan pelaksana yang kuat untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
"Selain itu, perlu upaya bersama oleh pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya," jelas Worl Bank.
Dijelaskan bahwa Bank Dunia berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dalam reformasi UU Cipta Kerja. "Ini untuk menuju pemulihan ekonomi dan masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyat Indonesia," ungkap lembaga ini.
Sebelumnya ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet menilai, Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai bisa memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan konsumsi harus diikuti dengan penyerapan tenaga kerja.
"Dalam tataran teoritis, seharusnya penambahan investasi diikuti dengan penambahan serapan tenaga kerja dan karena serapan tenaga kerja bertambah maka ini akan diikuti dengan potensi peningkatan konsumsi," kata Yusuf saat dihubungi Tagar, Senin, 12 Oktober 2020. []
- Baca Juga: Staf Presiden Jokowi Pastikan Publik Bisa Akses UU Cipta Kerja
- Nomenklatur Upah Minimum Sektoral Dihapus dalam UU Cipta Kerja