Malang – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Tito Karnavian mengatakan tidak terlalu mengambil pusing beberapa kepala daerah di Indonesia seringkali menggegerkan publik akibat tingkah nyeleneh saat kondisi pandemi Covid-19 atau virus corona. Baik itu dilakukan ketika dalam menjalankan pekerjaan dinasnya, maupun di luar hal tersebut.
Untuk itu, Tito mengaku menyerahkan semuanya kepada masyarakat untuk sanksinya. Sanksinya tersebut, kata dia, bisa berupa sanksi sosial atau jangan dipilih kembali. Jika seandainya kepala daerah itu ikut kembali dalam kontestasi politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Kalau (kepala daerah) itu berkali-kali tidak memberikan contoh baik. Nantinya akan kami tegur juga.
”Masyarakat saja yang memberikan sanksi sosial kepada yang bersangkutan. Kalau kami, nanti akan memberikan guideline (pedoman) kepada mereka,” kata dia dalam keterangannya Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Meski begitu, dia menyampaikan jika seumpamanya tingkah tersebut berkali-kali tetap dilakukan. Bahkan hingga berujung pada hal-hal yang melanggar institusi pemerintahan, Tito menegaskan akan menegurnya langsung.
Baca juga:
- Soal Pasha Ungu, Ujang: Tampilkan Prestasi Bagus!
- Usai Ditegur Mendagri, Pasha Gundul Rambutnya
- Melunak, Bupati Malang dan Wali Kota Batu Siap PSBB
”Kalau (kepala daerah) itu berkali-kali tidak memberikan contoh baik. Nantinya akan kami tegur juga,” tutur mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia periode 2016-2019 ini.
Sedangkan terkait jika ada kepala daerah yang tidak tegas dan serius dalam menangani pandemi virus corona ini. Dia menyampaikan juga tidak terlalu membingungkan dan menyerahkan sanksinya kepada masyarakat.
Disebutkannya jika kepala dearah tersebut tidak tegas dan serius saat menjabat saat ini. Kemudian ternyata yang bersangkutan ikut kembali dalam kontestasi politik pada Pilkada 2020. Dia meminta masyarakat agar tidak memilihnya kembali.
Sebelumnya, dia menyampaikan bahwa kurang lebih ada 224 petahana atau kepala daerah Incumbent dari 270 daerah yang dimungkinkan akan mencalonkan diri kembali pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Sebanyak 270 daerah di Indonesia ini meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
”Kalau (kepala daerah) ikut pemilu dan tidak serius (menangani pandemi virus corona). Ya enggak usah dipilih. Gitu saja,” tutur mantan Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror periode 2009-2010 ini.
Sebagaimana diketahui, beberapa hari belakangan ini publik dihebohkan dengan tingkah-tingkah aneh para kepala daerah. Salah satunya seperti Wakil Wali Kota Palu, Sulawesi Tengah Sigit Purnomo Said atau Pasha Ungu ini yang mengecat pirang rambutnya.
Terbaru, tingkah Bupati Kabupaten Malang Sanusi di sebuah kegiatan sedang asyik bernyanyi dengan dua biduan cantik menggegerkan publik Malang Raya. Videonya beredar di media sosial ini viral sejak Kamis, 6 Agustus 2020 lalu.
Hal tersebut lantaran apa dilakukan Sanusi itu dalam kondisi pandemi Covid-19 atau virus corona. Di mana, kegiatan-kegiatan dengan keramaian serta tidak mematuhi protokol kesehatan masih dilarang oleh kepolisian seusai di dalam Peraturan Daerah (Perda) yang ada.
Berkaitan dengan hal tersebut, Sanusi ketika dikonfirmasi mengatakan hal tersebut bukanlah kegiatan senang-senang seperti anggapan masyarakat menggelar dangdutan. Melainkan, apa yang dilakukannya usai kegiatan tersebut hanya sebatas hiburan berupa musik elektone.
”Tidak ada dangdutan itu. Cuma yang terakhir itu saja (musik elektone),” tutur politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam keterangannya kepada wartawan.
Sampai saat ini, Sanusi menegaskan masih tetap melarang kegiatan-kegiatan keramaian selama pandemi virus corona. Akan tetapi, berkaitan apa yang dilakukannya tersebut yaitu musik elektone diperbolehkan selama tidak mengundang massa banyak.
”Kalau elektone kan begini. Kalau tidak ada pengunjungnya enggak papa. Tidak mengundang massa banyak. Itu saja,” ujarnya.
Terkait elektabilitasnya dalam kontestasi Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Sanusi mengaku menyerahkan semuanya kepada masyarakat untuk menilainya. Karena merekalah yang dikatakannya memiliki hak suara untuk memilih pemimpin daerah.
”Serahkan ke masyarakatnya saja. Siapapun dipertimbangkan. Tergantung mereka yang menilai. Siapa yang baik. Mereka yang memiliki hak suara,” tuturnya. [](PEN)