Jakarta - Investor harus hati-hati memperhatikan prinsip risiko tinggi dan pengembalian tinggi. Selama Anda bisa mengelolanya, laba atas investasi akan sesuai dengan hasil yang dicapai di masa depan.
Meski berpotensi untung, sebagai investor Anda juga harus berhati-hati. Karena setiap investasi pasti ada resikonya. Dalam investasi jangka panjang, itu disebut prinsip risiko tinggi dan pengembalian tinggi (high risk high return).
Untuk investasi jangka panjang, semakin tinggi risikonya, semakin tinggi pula potensi keuntungannya. Untuk investasi jangka panjang, setidaknya Anda harus memahami enam resikonya. Berikut penjelasannya.
Risiko bunga
Risiko tingkat bunga adalah risiko yang disebabkan oleh nilai relatif bunga. Hal ini disebabkan oleh perubahan suku bunga di pasar. Sehingga secara otomatis akan mempengaruhi nilai investasi.
Umumnya, ketika suku bunga naik, harga obligasi turun, dan sebaliknya. Risiko suku bunga semacam ini dapat diukur dengan menggunakan obligasi jatuh tempo.
Misalnya, suku bunga obligasi adalah 8%-10%, maka sukuk sukuk ritel yang diterbitkan pemerintah adalah 13%. Oleh karena itu, investor pasti akan lebih tertarik dengan obligasi syariah ritel pemerintah.
Risiko likuiditas
Risiko likuiditas ini terjadi akibat sulitnya menyediakan uang tunai dalam jangka waktu tertentu Sesuatu dianggap likuid apabila tidak ada pasar yang bersedia membeli.
Biasanya, risiko likuiditas ini terjadi di pasar dengan volume perdagangan yang kecil atau relatif baru. Oleh karena itu, investor perlu ekstra hati-hati saat berinvestasi di pasar yang relatif baru.
Risiko Negara
Risiko negara atau country risk adalah risiko yang berkaitan dengan urusan politik suatu negara. Ketika suatu negara dilanda masalah politik, investasi bisa gagal; misalnya gejolak, kerja sama antar negara tidak stabil, dan lebih parah lagi ketika pemerintahan yang sah digulingkan atau kudeta.
Oleh karena itu, investor perlu mempertimbangkan dan membaca dengan cermat situasi politik saat ini sebelum memutuskan untuk berinvestasi di negara tertentu.
Risiko nilai tukar mata uang
Risiko nilai tukar terkait dengan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing. Ini juga disebut risiko nilai tukar atau risiko mata uang. Dinamika perubahan nilai tukar yang terjadi di pasar menimbulkan risiko nilai tukar atau nilai tukar.
Misalnya, jika investor ingin berinvestasi, mereka harus menggunakan mata uang pound Inggris. Pada saat yang sama, nilai tukar rupiah Indonesia terhadap pound sterling terus merosot, sehingga tak terhindarkan bagi investor untuk membelanjakan rupiah dalam jumlah besar.
Oleh karena itu, sebelum mengambil keputusan investasi jangka panjang, sebaiknya investor membaca peluang yang dihadirkan oleh hubungan antara kedua mata uang tersebut.
Risiko inflasi
Risiko inflasi terjadi akibat banyaknya uang yang beredar akan menyebabkan harga konsumen terus naik, sementara daya beli masyarakat menurun. Situasi ini disebut juga dengan risiko daya beli.
Adanya inflasi ini berarti nilai uang tunai juga menurun. Misalnya, investor memiliki portofolio tunai Rp 10 juta. Lalu ada inflasi 5%, yang berarti investor kehilangan 2 juta rupiah dalam nilai portofolio mereka setiap tahun karena inflasi.
Risiko Pasar
Risiko yang disebabkan oleh sentimen keuangan sering disebut sebagai risiko sistemik. Hal inilah yang sering dialami investor dan tidak bisa dihindari. Bahkan dalam kasus ekstrim, investor mungkin mengalami skenario terburuk, yaitu kehilangan modal.
Faktor-faktor seperti isu negatif, perubahan iklim politik, kerusuhan sipil, dan resesi ekonomi memiliki dampak besar pada grafik pasar. Misalnya, dampak wabah virus Covid-19 tidak hanya melanda Indonesia, tetapi seluruh dunia.[]
(Erlangga)
Baca Juga:
- 7 Tips Aman Investasi Emas Jangka Panjang
- 5 Jenis Investasi Jangka Panjang yang Menguntungkan Anda
- Cocokkah Kriprto Dijadikan Investasi Jangka Panjang?
- Dear Milenial, Ini Lho 5 kelebihan Investasi Jangka Panjang