Jakarta - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), M. Rizal Taufikurahman menilai, rencana pemerintah untuk menggabungkan (merger) Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Luar Negeri tidak akan efektif dalam melaksanakan tugas dan pokok dan fungsi (tupoksi) organisasi. "Penggabungan kementerian itu tidak senafas dan banyak irisannya sehingga tidak efektif. Alih-alih menjadi lebih baik, justru sebaliknya," katanya kepada Tagar pada Selasa, 8 Oktober 2019.
Menurut Rizal, tugas kedua kementerian yang bertolakbelakang bisa menyebabkan rencana penggabungan tersebut dapat berdampak buruk saat menjalankan tupoksi. Ia menilai wacana tersebut akan menambah proses birokrasi dan mengerdilkan fungsi salah satu kementerian.
"Selain lingkup kerjanya semakin kecil, fungsi-fungsi kementerian itu menjadi terbatas dan juga tujuannya berbeda. Bisa jadi nanti setelah digabung, yang satu lebih dominan dan yang lain semakin terbatas," tutur Rizal.
Rizal menambahkan, penggabungan kedua kementerian ini akan menyulitkan pemerintah menekan defisit neraca pembayaran. Padahal, pemerintah saat ini tengah mendorong perbaikan neraca pembayaran untuk mendongkrak kinerja ekspor.
"Kementerian Perdagangan orientasinya ekonomi, sementara Kementerian Luar Negeri berorientasi ke arah politik bilateral atau multilateral. Implikasinya, tujuan mendorong perbaikan defisit neraca pembayaran semakin sukar dicapai," kata Rizal.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyebutkan ada wacana pemerintah untuk menggabungkan Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Luar Negeri. Namun ia belum menyebutkan realisasinya, masih menunggu pelantikan presiden. "Belum pasti, tunggu saja setelah 20 Oktober 2019," kata Enggar di Sarinah pada Minggu, 6 Oktober 2019.
- Baca Juga: Krisis Global Berdampak pada Pajak Sektor Perdagangan
- Indonesia dan Palestina Menandatangani MoU Perdagangan Barang