Raja Turpuk Marga Silalahi di Dairi Tolak Wisata Halal

Pemerintah harus bijak memilah antara adat, budaya dan agama. Toleransi dan kebhinekaan harus tetap dijaga.
Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi III, Kecamatan Silalahi, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. (Foto: Tagar/Robert Panggabean).

Dairi - Tidak dapat dipungkiri, pernyataan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi soal wisata halal di kawasan Danau Toba, menuai banyak protes. Termasuk dari raja turpuk (pimpinan) marga Silalahi.

Ada delapan turpuk marga Silalahi yaitu, Loho Raja (Sihaloho), Tungkir Raja (Situngkir), Sondi Raja (Rumasondi), Butar Raja (Sidabutar), Bariba Raja (Sidabariba), Debang Raja (Sidebang), Batu Raja (Pintu Batu) dan Tambun Raja (Tambunan).

Ke delapan turpuk itu tersebar di lima desa di Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Lima desa itu, Silalahi I, Silalahi II, Silalahi III, Paropo dan Paropo I berada di sepanjang tepian Danau Toba.

"Tegas kita nyatakan menolak wacana itu. Budaya kita (Batak) terlebih adat di Silalahi Nabolak (sebutan masyarakat lokal untuk Kecamatan Silahisabungan) erat kaitannya dengan hewan babi," tegas Jala Sidabariba, raja turpuk Sidabariba Raja, ditemui Tagar di kediamannya, Minggu 1 September 2019.

Dipaparkannya, pemerintah harus bijak memilah antara adat, budaya dan agama. Toleransi dan kebhinekaan harus tetap dijaga.

"Kita Batak adalah suku yang menghormati suku, adat, budaya, agama orang lain. Kita menerima dengan tangan terbuka siapa saja yang datang ke Silalahi Nabolak ini. Kita hormati mereka, maka mereka juga harus menghormati adat dan budaya di sini," kata pria berumur 34 tahun itu.

Ditambahkannya, pemerintah tidak perlu memaksakan wisata halal. Terbukti selama ini, pengunjung dari berbagai agama ke Silalahi bisa berwisata dengan aman dan nyaman. Tidak terganggu dengan kearifan lokal dan budaya daerah.

Selama ini tidak ada saling mengusik. Semua berjalan apa adanya. Pengunjung dari berbagai agama bisa saling menghormati

"Jangan terlampau campurlah. Wacana itu kan bisa merusak tatanan adat yang diwariskan turun temurun oleh leluhur di sini. Kita harus saling menghormati. Kami, kalau ada pesta, selalu menyediakan tempat parsubang (halal). Jadi, tidak ada masalah. Bali juga bisa berkembang pesat, dengan tidak ada sebutan wisata halal di sana," katanya.

Untuk meningkatkan sektor pariwisata khususnya di Silahisabungan, kata Jala, yang harus dilakukan pemerintah adalah memaksimalkan pemeliharaan situs-situs, melengkapi sarana dan prasarana serta meningkatkan rasa nyaman bagi pengunjung.

"Selain danau, banyak situs di sini yang menjadi objek pariwisata. Ada Aek Sipaulak Hosa, Tugu Silahisabungan, Batu Sigadap, Parnamora. Itu yang perlu dipelihara. Bukan mewacanakan wisata halal," paparnya.

Terkait rasa nyaman, Jala mengemukakan perlu perhatian lebih dari pemerintah. Masih ada sekelompok pemuda yang melakukan kutipan liar di gerbang masuk Silahisabungan. Ia meminta pemerintah agar melakukan sosialisasi dan pembinaan pada anak muda, jangan hanya sosialisasi pada orang tua.

Tidak jauh berbeda, Rianto Pintu Batu, raja Turpuk Batu Raja ditemui terpisah juga tegas menyatakan penolakan atas wacana wisata halal.

"Sudah turun temurun, adat kita erat dengan babi. Ziarah, manguras luat (acara "membersihkan" tempat tinggal), babi mangambat (acara "menghalau" perbuatan jahat), selalu identik dengan na marmiak-miak (babi). Adat harus dihormati. Wisata halal itu, bisa jadi nantinya menghilangkan adat, maka kita nyatakan tegas menolak itu," kata pria berumur 42 tahun itu.

Demikian halnya dengan Antonius Rumasondi, raja Turpuk Sondi Raja, kepada Tagar menyatakan tidak perlu adanya wisata halal di kawasan Danau Toba.

"Selama ini tidak ada saling mengusik. Semua berjalan apa adanya. Pengunjung dari berbagai agama bisa saling menghormati. Kita di sini sisada ulaon (melaksanakan bersama) antar umat beragama. Apalagi kalau pesta tugu (pesta tahunan marga Silalahi seluruh dunia), selalu ada tempat parsubang (halal). Saudara kita yang muslim, tetap melaksanakan ibadahnya sebagaimana biasa. Intinya, saling menghormati," katanya.[]

Berita terkait
Festival Babi Danau Toba Bakal Digelar di Muara
Festival Babi Danau Toba yang dicetuskan oleh aktivis lingkungan, Togu Simorangkir benar-benar serius dikerjakan.
Gubsu Jangan Picu Isu SARA dalam Membangun Danau Toba
Sutrisno Pangaribuan menyebut pernyataan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi dengan wisata halal sangat kontroversial.
Penolakan Wisata Halal di Kawasan Danau Toba
Pernyataan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi soal kawasan Danau Toba akan dijadikan wisata halal akhir-akhir ini ramai diperbincangkan.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.