Rahmat Trian Fatrianto, Barista Makassar Mendunia

Rahmat Fatrianto akrab disapa Trian, barista Makassar mengasah kemampuan sebagai ahli kopi sampai di Kota Bandung dan negara tetangga, Malaysia.
Rahmat Fatrianto akrab disap Trian memperlihatkan keahlian meracik kopi secara manual, Senin, 5 September 2019. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Makassar - Laki-laki berusia 30 tahun itu duduk di kursi kayu, di meja di depannya terdapat alat pembuat kopi secara manual, juga ada beberapa jenis kopi yang ia peroleh dari petani lokal dan lelang dari berbagai negara.

Namanya Rahmat Fatrianto akrab disapa Trian. Ia seorang barista Kota Makassar yang menjadi Juara Dunia Cup Tasters Championship di Berlin, Jerman, pada Juni 2019.

Pada Senin, 5 September 2019, ia menerima Tagar di kedai kopinya, Kopiteori, di Jalan Beruang, Kecamatan Mamajang, Makassar, Sulawesi Selatan. Suara mesin roasting kopi menemani perbincangan.

Trian mengaku tidak pernah menyangka akan menjadi juara dunia Cup Tasters Championship khususnya bidang sensori kopi atau membedakan rasa kopi.

Sebelum berangkat ke Berlin, pemuda pemegang lisensi Q Arabica Grader 2017-2020 itu terlebih dahulu mengikuti kompetisi Indonesia Cup Tasters 2019. Dari kompetisi itu, Trian menjadi juara dan ditunjuk mewakili Indonesia di tingkat Internasional.

Di ajang Indonesia Cup Tasters 2019, Trian berhasil menyisihkan tujuh peserta dari berbagai daerah di Indonesia.

"Sebenarnya saat menjadi juara saat itu bingung juga, sebab berangkat ke Berlin biayanya tidak murah. Tapi karena ingin mengharumkan Indonesia akhirnya saya berangkat ke sana," tutur Trian.

Ia mengatakan di ajang tersebut dirinya bersaing dengan 42 cuppers -sebutan bagi mereka yang bisa mengenali rasa kopi- dari berbagai negara.

Dari satu gelas kopi, kita bisa mengenali beberapa rasa buah yang terkandung. Semakin banyak rasa buah yang ada dalam kopi, menandakan kopi enak.

Rahmat Trian FatriantoTrian menunjukkan piala dari kompetisi Indonesia Cup Tasters 2019. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

"Di kejuaraan itu ada delapan set, setiap set ada tiga gelas, hanya ada satu gelas berisi kopi asli. Saya tidak tahu bagaimana saya bisa menebak tujuh dari delapan set yang disediakan dengan waktu yang pas," kenang Trian.

Menurutnya, kategori yang diikutinya ini lebih kepada mencari berapa banyak rasa yang terkandung dalam segelas kopi hitam yang diseduh secara manual.

"Dari satu gelas kopi, kita bisa mengenali beberapa rasa buah yang terkandung. Semakin banyak rasa buah yang ada dalam kopi, menandakan kopi enak," ujarnya.

Meski menjadi juara dunia, Trian mengakui tidak ada trik-trik khusus yang digunakan untuk bisa memenangkan kejuaraan itu. 

Hanya saja, dia membawa sendok yang telah dirancang sedemikian rupa. Sendok yang memang khusus Cuppers tersebut memiliki bahan dasar titanium dan merupakan produksi anak dalam negeri.

"Saya ada beberapa jenis sendok, dari yang berbahan silver, besi, hingga titanium. Dari tiga jenis sendok itu yang saya bawa ke Berlin terbuat dari titanium. Sendok tersebut dapat menyerap panas dengan baik dan tidak menanggalkan rasa kopi lain usai dicicipi," kata Trian.

Mengonsumsi makanan bersantan atau yang berlemak, akan mengacaukan sensor lidah.

Rahmat Trian FatriantoRagam kopi petani lokal dan lua ngeri, serta peralatan pembuat kopi Trian. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Melanggar Pantangan

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ini menceritakan perjalanannya sebelum berlaga di kompetisi Internasional. Ia melanggar pantangan bagi seorang yang akan bertarung di bidang sensoring. Sebelum bertolak ke Berlin, saat masih berada di Malaysia, pria berambut cepak ini mengaku banyak memakan makanan bersantan.

"Kalau mau ikut kompetisi mencicipi kopi sebaiknya tidak mengonsumsi makanan bersantan atau yang berlemak, karena akan mengacaukan sensor lidah. Tapi saya langgar itu sebelum berangkat ke Berlin,” ujar Trian sambil tertawa.

Demikian, meski melanggar “aturan” Trian bersyukur bisa menjadi yang terbaik di ajang tahunan itu.

“Itulah juga saya tidak menyangka, bisa menebak rasa kopi yang disajikan panitia kompetisi. Hanya satu set dari delapan set yang tidak sempat saya tebak,” katanya.

Trian menyebut jumlah orang yang memiliki keahlian dibidang sensoring kopi untuk lingkup Indonesia sudah ada ratusan, tapi untuk di Makassar sampai saat ini baru ada empat orang, khusunya bagi yang memiliki sertifikat lisensi Q Arabica Grader.

“Keahlian sensoring kopi ini sangat penting, karena dari sensoring ini kita bisa menemukan rasa yang berbeda dari berbagai jenis kopi, terlepas dari cara menggilingnya,” tutur Trian.

Rahmat Trian FatriantoPengunjung di Kopiteori, kedai kopi Trian di Jalan Beruang, Kecamatan Mamajang, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin, 5 September 2019. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)

Belajar Kopi Hingga ke Malaysia

Trian terjun ke industri kopi pada 2012. Ia menyebut peristiwa itu sebagai sesuatu yang tidak sengaja. Mengingat tahun sebelumnya ia menekuni usaha di bidang percetakan dan periklanan, serta distributor hasil alam seperti cokelat, cengkih, dan kopi.

“Saya terjun ke industri kopi setelah bangkrut di bisnis percetakan dan periklanan. Saat itu untuk bangkit dari keterpurukan saya memilih menjual kopi, karena harga beli tidak terlalu mahal sementara harga jual bisa lebih banyak,” ujar Trian.

Ia mengaku pertama kali menjual kopi jenis Toraja ke Kota Kembang, Bandung

“Saya jual kopi Toraja di Bandung. Karena kalau menjual di Makassar harganya tidak terlalu mahal,” kata Trian.

Setelah awal penjualan itu, Trian mendirikan kedai kopi untuk memperkuat langkah memasuki industri kopi. Saat itu dirinya berdua bersama teman, tapi hanya setengah jalan. Hingga akhirnya ia memutuskan jalan sendiri.

“Setelah jalan perlahan, saya mulai keliling-keliling belajar dari cara meracik kopi, menggiling kopi, cara mencari kopi yang baik,” ujarnya

Pria yang suka kopi jenis colombia zero aswel itu mengaku pertama kali belajar menjadi barista di Bandung. Setelah mahir dan berlangsung lama, Trian akhirnya memutuskan belajar menggiling kopi di negeri tetangga, Malaysia, agar bisa menghasilkan rasa dari beberapa jenis buah.

“Setelah belajar dari berbagai tempat, pada 2015 Kopiteori mulai mendapat hati dari para penikmat kopi yang ada. Kopiteori tidak sekadar menjual kopi jadi, tapi juga menjual bubuk kopi yang di-roasting hingga menghasilkan beberapa rasa buah,” ujarnya.

Selain itu, Trian juga mempelajari cara memilih kualitas kopi terbaik yang bisa menghasilkan kopi dengan rasa buah. 

“Karena untuk menghasilkan kopi yang enak, hanya 15 persen di barista, yang paling banyak andil soal rasa kopi dari petaninya,” tutur Trian.

Mencicipi Kopi Buatan Trian

Setelah beberapa saat berbincang, Trian menunjukkan keahlian sebagai seorang barista. Mula-mula Ia mengambil biji kopi yang tersimpan dalam cup kemudian dimasukkan dalam mesin penggiling untuk menghaluskan kopi.

Tidak lupa, ia juga memasak air hingga suhu panas, serta menyiapkan alat untuk menyaring kopi secara manual.

Setelah air mendidih, air panas mula-mula disiram ke wadah bening untuk mensterilkan, setelah itu, kopi dan penyaring disiramkan air panas secara berputar-putar. Kopi akhirnya bisa dinikmati kurang dari 10 menit.

Kopi yang dicobakan Trian kepada Tagar, kopi yang dia bawa langsung dari Berlin. Dia mengatakan harga kopi itu per kilogramnya mencapai jutaan rupiah.

Kesan pertama saat mencicipi kopi buatan Trian, tidak ada rasa pahit di lidah. Bahkan kopi yang ia buat lebih mengarah ke rasa asam dan sedikit dominasi rasa manis serupa rasa buah yang sempat ia sebutkan.

“Semakin banyak rasa buah yang terkandung dalam secangkir kopi, itu menandakan kopinya enak dan memiliki kualitas baik,” ujar Trian.

Menurut Trian, selama menjadi seorang yang terjun di industri kopi, biji kopi terbaik yang menjadi favoritnya adalah kopi Toraja natural.

“Kopi Toraja natural memiliki rasa buah mangga, nangka, pisang, dan lainnya. Kalau kopi jenis lain rasa buahnya kurang,” tutur Trian. []

Kisah tentang barista:

Berita terkait
Asyiknya Menikmati Kopi Buatan Barista Napi di Bantul
Ini tentang sebuah kafe di lingkungan rumah tahanan Bantul, Yogyakarta. Narapidana menjelma barista siap menyajikan kopi bercita rasa wow.
Menjadi Barista Es Kopi Ala Kafe
Minum kopi telah menjadi gaya hidup masyarakat perkotaan. Tidak lengkap rasanya sehari tanpa menyeruput kopi.
Santripreneur Rintisan Kiai Ma'ruf, Santri Milenial Belajar Ilmu Barista
Santripreneur rintisan Kiai Ma'ruf Amin, santri milenial belajar mengolah kopi layaknya barista profesional.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.