Asyiknya Menikmati Kopi Buatan Barista Napi di Bantul

Ini tentang sebuah kafe di lingkungan rumah tahanan Bantul, Yogyakarta. Narapidana menjelma barista siap menyajikan kopi bercita rasa wow.
Taufiq, barista napi Rutan Bantul membuat kopi untuk pengunjung Cafe Gumregah (Foto: Tagar/Sutriyati)

Bantul - Suara grinder kopi berdengung, menambah keriuhan suasana di Cafe Gumregah yang berukuran sekitar 5 × 3 meter persegi, pada Rabu siang, awal Juli 2019. Dalam ruangan yang tak terlalu luas ini ada beberapa orang yang tengah ngobrol santai, sembari menikmati kopi ekspresso.

Di belakang meja barista, dua pemuda memakai baju seragam biru dipadu warna kuning, bertuliskan "Tamping Rutan Bantul" pada bagian punggung. Mereka sedang menyiapkan kopi untuk para tamu.

Secara bergantian keduanya berbagi tugas, menggiling dan menyeduh kopi menggunakan V60 yang sudah dilapisi filter warna putih.

Sekilas kedai kopi yang dinamai "Cafe Gumregah" ini tak terlihat berbeda dengan coffee shop pada umumnya. Meskipun kecil, interiornya didesain kekinian khas anak muda, dengan stiker dan tulisan- tulisan di tembok, serta terdapat meja dan kursi dari kayu jati berwarna natural menjadikan ruangan ini instagramable.

Siapa sangka Cafe Gumregah ini berada di kompleks Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Bantul yang berada di Jalan Guwosari, Kecamatan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ya, ini memang kafe milik Rutan Pajangan untuk memberdayakan para narapidana (napi) di penjara yang diresmikan pada Maret 2018. Dan dua pemuda berseragam biru itu adalah warga binaan yang telah diberi pelatihan menjadi seorang peracik kopi oleh Komunitas Kerabat Ngopi.

Meski belum lama belajar barista, secangkir kopi yang mereka buat cukup enak. Tagar sempat mencicipi kopi Arabica Karo hasil racikan mereka. Perpaduan aroma kopi yang kuat dan rasa yang sedikit asam, terasa pas di lidah.

Taufiq, seorang napi barista mengaku mendapatkan pelatihan menjadi peracik kopi ini dari Komunitas Kerabat Ngopi pada Maret 2019.

"Ini pengalaman baru saya, buat pengalaman saja. Kalau keluar (bebas), biar bisa mandiri," kata pria 22 tahun asal Bantul ini.

Taufik seorang narapidana kriminal umum yang telah menjalani masa tahanan 10 bulan, dari total vonis 1 tahun 5 bulan yang telah dijatuhkan padanya.

Pemuda berkumis tipis itu mengaku tak terlalu kesulitan untuk belajar menjadi barista. Meskipun belum pernah mengenal dunia perkopian sama sekali sebelumnya.

"Kemarin pas bikin (pertama kali) bisa, tapi menemukan cita rasa yang pas susah. Lama-lama bisa sendiri," kata Taufik.

Untuk secangkir kopi bikinannya dibandrol harga Rp 7 ribu - Rp 9 ribu saja per cangkir. Tergantung jenis kopi yang dipesan.

Kemarin pas bikin (pertama kali) bisa, tapi menemukan cita rasa yang pas susah. Lama-lama bisa sendiri.

Berawal dari Suka Ngopi

Cafe yang pembukaannya dibarengkan dengan peresmian Pusat Layanan Terpadu di Rutan Pajangan ini tak lepas dari ide Kepala Rutan Bantul, Soleh Joko Sutopo.

"Awalnya karena saya senang ngopi, sharing dengan teman-teman, lihat-lihat ke kedai-kedai kopi. Jadi ini yang menjadi inspirasi saya untuk membuat kegiatan ini," jelas pria 37 tahun ini.

Ia mengatakan sekarang ini kedai-kedai kopi sedang ngetren khususnya di kalangan anak muda. Mereka suka menghabiskan waktu di kafe, tak hanya untuk menikmati secangkir kopi, tapi juga melakukan berbagai aktivitas termasuk ngobrol bersama teman.

Menurutnya, ini menjadi pasar yang peluangnya bagus untuk dikembangkan. Meskipun sejauh ini konsumen Cafe Gumregah kebanyakan petugas Rutan dan keluarga pengunjung yang datang menjenguk anggota keluarga maupun saudara.

Sebenarnya tujuan utama, kata Soleh, untuk memberikan pembinaan bagi para narapidana agar mereka memiliki keterampilan sebagai bekal untuk kembali ke masyarakat atau membuka usaha sendiri, ketika nantinya telah bebas dari rutan.

"Kalau profit tidak terlalu besar," kata mantan Kapala Rutan Wates ini.

Sebagai imbalan atas kerja para napi, diwujudkan dalam bentuk premi untuk napi yang bersangkutan. Dari jumlah yang diakumulasikan itu, mereka bisa menggunakan sebagian "upah" mereka untuk membeli kebutuhan sehari-hari selama di rutan. Sedangkan sebagian lain disimpan sebagai "uang saku" mereka ketika akan bebas nanti.

Untuk mewujudkan ide yang ia konsepkan sejak Oktober 2018, Soleh menyulap area parkir mobil pimpinan dan lahan tak terpakai yang berada di dekat pintu masuk rutan sisi timur, menjadi kafe, pusat layanan terpadu, dan pondok asimilasi yang membujur ke utara.

Di depannya dilengkapi juga vertical garden dengan beragam tanaman dalam pot dan di tengah-tengahnya terdapat papan merah bertuliskan "Anda Memasuki Zona Integritas, Wilayah bebas dari Korupsi, Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani".

Ya, bagi Soleh yang belum genap setahun bertugas di Rutan Pajangan, Pusat Layanan Terpadu yang dilengkapi Gumregah dan Pondok Asimilasi merupakan bagian dari target melakukan inovasi pada Triwulan 1 di tahun 2019.

Selain untuk menjawab tuntutan masyarakat, program kerja itu dalam rangka membangun zona integritas menuju wilayah bebas korupsi di Rutan tersebut. Terlebih, biaya yang dikeluarkan tak terlalu besar. Pasalnya, ia menggandeng kerja sama komunitas Kerabat Ngopi untuk edukasi tentang kopi dan pelatihan barista, dan berbagai furniture cafe yang dibuat sendiri oleh para napi.

Berawal dari Ngopi Bareng

Muhammad Muis seorang anggota Komunitas Kerabat Ngopi bercerita bahwa kerja sama yang dibangun bersama Rutan Bantul itu berawal dari event "Ngopi bareng di dalam Rutan" yang berlanjut dengan edukasi tentang kopi, pelatihan barista, hingga supplai beragam jenis kopi ke Cafe Gumregah.

"Kami membantu edukasi, cara menggunakan alat barista, menyajikan kopi, dan bagaimana memberikan layanan kepada konsumen sehingga mereka bisa ngobrol dengan pelanggan, selayaknya barista pada umumnya," ujarnya.

Membedakan jenis-jenis kopi menjadi bagian dari edukasi dasar bagi barista sebelum mengenal alat-alat dan cara menggunakannya. Sedangkan untuk menemukan rasa yang pas, perlu proses dan kepekaan dari si peracik sendiri. Selain juga tergantung dari jenis kopi yang diolah.

Untuk mendapatkan cita rasa kopi, menurut Muis sangat dipengaruhi suhu air dan lamanya waktu penyajian. Misalnya suhu air yang digunakan tak lebih dari lima menit. Perbedaan jenis kopi juga menghasilkan rasa yang berbeda-beda.

Tips Sederhana Membuat Kopi ala Cafe

Kepada Tagar, Muis membagikan tips sederhana membuat kopi ala cafe. Pertama biji kopi dan peralatannya, seperti grinder, v60 atau vietnam drip dan kertas filter sebagai penyaringnya, cattle, timbangan khusus, ceret perebus air, dan kompor, serta cangkir untuk penyajian.

Selanjutnya, biji kopi ditakar dalam timbangan lalu digiling menggunakan grinder, dengan tingkat kelembutan sesuai selera. Namun, semakin lembut kopi, maka cita rasanya akan semakin berkurang.

Langkah selanjutnya, tuang bubuk kopi ke dalam v60 atau vietnam drip yang telah dilapisi filter lalu tuang air panas dengan suhu 85 - 90°c secara pelan-pelan. Setelah itu, kopi siap disajikan. Sementara bagi yang menginginkan kopi ekspresso, kopi perlu ditambahkan susu atau fresh milk yang diproses dengan alat khusus pembuat kopi ekspresso manual. Terakhir, secangkir kopi hangat ala cafe siap dinikmati. []

Berita terkait