Rahmadsyah Sitompul, Saksi Kacamata Hitam di Sidang MK

Saksi MK kubu Prabowo-Sandi, Rahmadsyah Sitompul, mengaku bahwa dirinya adalah terdakwa kasus UU ITE yang berstatus tahanan kota.
Rahmadsyah Sitompul jadi saksi kubu Prabowo-Sandi dalam sidang MK. (Foto: Mahkamah Konstitusi)

Jakarta - Rahmadsyah Sitompul terdakwa kasus UU ITE yang berstatus tahanan kota. Ia menjadi salah satu saksi yang diajukan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, dari 17 saksi dalam gelaran sidang ketiga perkara sengketa hasil Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Mulanya, Rahmadsyah merupakan Ketua Sekretariat Bersama Prabowo-Sandiaga Kabupaten Batubara, Sumatera Utara itu diminta BPN untuk bersaksi soal dugaan adanya anggota kepolisian yang memberikan arahan untuk memilih salah satu pasangan calon pada Pilpres 2019. Dia kemudian diminta oleh hakim I Gede Dewa Palguna untuk menjelaskan secara konkrit soal arahan yang dimaksud.

"Ya, Bapak Jokowi orang yang baik, menjaga keamanan untuk negara ini. Seperti itu, termasuk salah satu itu," ujar Rahmadsyah di ruang sidang MK, Kamis dini hari, 20 Juni 2019.

Hakim yang merasa belum puas dengan jawaban Rahmadsyah, meminta penjelasan lebih detail lagi. Namun pria berdarah Batak itu justru menyarankan agar hakim menonton sendiri bukti video.

Yang demikian terjadi juga saat pertanyaan-pertanyaan lain diajukan kepada saksi. Rahmadsyah selalu saja tidak bisa menjawab dengan baik. Bahkan cenderung bersikap gugup dan menjawab dengan suara yang terlalu pelan.

Palguna kemudian bertanya kepada saksi apakah dirinya merasa tertekan. Rahmadsyah menjawab bahwa dirinya sedikit merasa takut lantaran statusnya saat ini adalah sebagai tahanan kota atas kasus UU ITE, pada Pilkada tahun 2018.

"Saudara merasa takut?" kata Palguna bertanya.

"Sedikit (takut), karena hari ini saya saksi yang menjadi........ Saya saat ini terdakwa karena UU ITE, karena membongkar kecurangan pemilu. Terdakwa untuk kasus Pilkada 2018," kata Rahmadsyah.

Saksi menjawab tidak, saat hakim bertanya apakah ada ancaman atas kedatangannya ke persidangan. "Tidak, tidak ada," ujar Rahmadsyah.

Rahmadsyah kemudian mengaku telah memberitahu pihak kejaksaan atas kepergiannya ke Jakarta, namun bukan untuk bersaksi di persidangan Mahkamah Konstitusi, melainkan untuk alasan lain. "Saya (memberi tahu) berangkat ke Jakarta menemani orang tua saya yang sakit, ibu saya," kata saksi menuturkan.

Apakah Kepergian Rahmadsyah Melanggar Hukum?

Sebagaimana diketahui, aturan terkait tahanan kota tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 22 ayat 3, 4, dan 5. Penahanan kota disebutkan dilakukan sepanjang wilayah kota tempat tersangka atau terdakwa tinggal.

Pasal 22 ayat 3: Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan.

Pasal 22 ayat 4: Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dan pidana yang dijatuhkan.

Pasal 22 ayat 5: Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah Iamanya waktu penahanan.

Kendati demikian, terdakwa dengan status tahanan kota dimungkinkan bepergian keluar wilayah atau kota tempat tinggalnya, jika telah mengajukan penangguhan penahanan dan mendapat persetujuan dari penyidik, jaksa penuntut umum, atau hakim. Penangguhan bisa dengan jaminan ataupun tanpa jaminan.

Kebijakan tersebut tertuang pada Pasal 31 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi: Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.

Tagar kemudian mencoba menghubungi Kasipidum Kejari Batu Bara, Sumatera Utara, Eddy Syahjuri Tarigan, namun belum berhasil mendapat tanggapan resmi terkait kepergian Rahmadsyah Sitompul ke Jakarta.

Baca juga:

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.