TAGAR.id, Jakarta - Melakukan puasa di bulan Syawal bisa menjadi solusi terbaik bagi sistem pencernaan demi menyesuaikan keadaan setelah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran.
"Islam sendiri sudah memberikan solusi, puasa Syawal. Solusi ketika sudah full 30 hari puasa, lalu ada break Lebaran, lalu puasa syawal biar sistem pencernaan menyesuaikan keadaan," ujar dokter penyakit dalam konsultan gastro entero hepatologi, Prof. Ari Fahrial Syam, dalam sesi bincang melalui Instagram Live, Senin malam (25/5/2020).
Dia mengatakan puasa Syawal biasanya selama enam hari pada dasarnya meneruskan keteraturan jadwal makan, yang berarti juga teraturnya waktu lambung terisi makanan misalnya saat sahur dan berbuka puasa.
Hal berbeda terjadi saat kembali makan ke waktu normal (di luar Ramadan), yang cenderung teratur, belum lagi jika melewatkan sarapan.
"Kadang makan pagi kadang nggak. Lambung nggak konsisten diisi. Enggak makan pagi baru makan jam 12.00, lambung kosong sudah 12 jam, ketidakteraturan ini menyebabkan sakit maag. Lalu camilan nggak sehat," ujar dr Ari.
Lebih lanjut, dr Ari menjelasakan bagi mereka yang punya masalah pada lambung, berisiko membuat penyakitnya kambuh jika pola makan sehat tidak dijaga.
Prinsip keteraturan waktu makan juga berlaku bagi mereka yang bukan Muslim. Prinsipnya, lambung harus diisi teratur, misalnya 6-8 jam sekali bukannya setiap jam seperti anggapan sebagian orang.
"Yang penting keteraturan. Lambung 6-8 jam diisi. Sarapan jangan air putih saja, usahakan ada yang dikonsumsi, misalnya roti, telur, ayam, kentang, paling enggak ada yang kita konsumsi, lalu enam jam lagi misalnya jam 13.00, lalu jam 19.00," katanya.
Selain teratur makan, perhatikan makanan yang yang dikonsumsi, jangan lupakan camilan sehat sepanjang hari dan kelola stres karena hal ini bisa membuat asam lambung meningkat serta berolahraga secara teratur.[]